52. Tidak peka

186 25 9
                                    

Happy Reading❤

Abi dan semua temannya sudah berada di Wardam sejak tadi, tapi ia belum melihat segerombol perempuan yang termasuk anak-anak Alerga, Abi berpisah saat ia bertempur melawan geng Varga dan lagi-lagi Alerga yang memenangkannya. Abi sangat takut Nadjwa kenapa-napa, semoga saja mereka semua bisa ke Wardam dengan selamat.

Adit duduk di samping Abi yang nampak memegang tangannya. "Bang," panggil Adit membuat Abi menoleh. "Hm?"

"Nadjwa mana?" bisik Adit. "Gue juga gak tau, semoga aja mereka gapapa. By the way lo masih aja khawatirin dia, Dit," goda Abi seraya terkekeh.

"Iya emang, gue gak sepenuhnya ngerelain dia sama Dito, gue tau mereka udah balikan tapi gue gak bisa aja gitu ngelepas dia, lo jangan kasih tau dia kalau gue masih ngarepin dia ya." Abi menyemburkan air minum yang ingin ia minum. "Hah? adik gue balikan sama Dito?!"

"Iya, lo gak tau?" Abi menggeleng. "Gak tau sama sekali gue."

"Kok aneh?" tanya Adit. "Gak tau tuh bocah biarin aja deh, dan soal tadi gak bakal gue kasih tau, Dit, santai."

"Assalamuallaikum," ucap Nadjwa yang memapah Dito bersama Nadiya. "Waalaikumsallam," jawab semuanya. Abdul langsung beranjak dari kursinya dan menggeser Nadiya dari posisinya agar tidak memapah Dito.

Abdul membantu Nadjwa memapah Dito dan mendudukannya di bangku panjang wardam. "Kenapa lo?" ketus Abi dengan sinis. "Kena paku," jawab Dito meringis kesakitan.

"Ya elah kena paku doang alay banget dah lu, bilang aja mau caper ke Nadjwa sama ke cewe gue, ye 'kan?" lanjut Abdul tak kalah ketusnya dengan Abi.

"Eh bro ini itu sakit ye, enak banget lu ngomong kalau gue caper, orang si Nadjwa sama si Nadiya yang bantu gue duluan."

"Ssttt, udah!" bentak Roni. "Lo kenapa bisa sama adik gue?" tanya Abi pada Dito.

"Tadi 'kan adik lo udah pulang ya sama gue, tapi pas Adit lagi nampilin lagu dia bela-belain dateng buat liat Adit, gue lagi nongkrong di deket warung lapangan Bintang ngeliat dia naik ojol, tau-tau dia malah nyamperin lapangan lagi, terus tiba-tiba mulut gue di bekep abis itu gue berontak ternyata itu anak-anak Varga. Hubungan gue sama mereka lagi gak akur gara-gara gue pindah ke Nusantara, gue lari karena ketakutan terus gue nginjek paku. Mendadak gue gak bisa jalan karena kaki gue sakit banget, gue mau minta tolong juga gak ada orang, ya udah gue tungguin aja, akhirnya ada Nadjwa sama temen-temennya yang bantu gue."

Aduh Dito kenapa bilang kayak gitu di depan Adit sih, nanti bisa-bisa dia ge-er lagi, batin Nadjwa.

Adit diam-diam mengulum senyum mendengar ucapan Dito, Nadjwa rela datang ke lapangan bintang hanya untuk melihatnya bernyanyi? Adit tidak habis pikir atas hal itu, padahal dia punya Dito tapi dia belum lupa sama Adit, begitu pikirnya.

"Eh gak, aku dateng ke lapangan Bintang itu buat ngambil barang aku yang ketinggalan." Nadjwa beralasan dengan penuh kebohongan.

"Tapi tadi kan lo...." Nadjwa mencubit perut Dito agar ia tidak banyak bicara. "Iya tadi Nadjwa mau ngambil barangnya yang ketinggalan pas Adit lagi nyanyi, jadi sekalian aja liat," ujar Dito menahan sakit. Nadjwa melepaskan cubitannya itu setelah Dito bicara.

"Tapi kalau misal ada barang yang ketinggalan 'kan lo bisa minta tolong gue buat anterin kerumah," kata Abi. "Aku cuma gak mau ngerepotin abang makanya aku ambil sendiri."

Salah, pikiran Adit salah. Dito hanya salah ngomong tadi, dia terlalu berharap sama Nadjwa tetapi Nadjwa tidak.

"Ya udah sini bang aku obatin." Nadjwa mengobati lengan Abi yang nampak terluka. Nadiya mengobati Abdul, setelah itu ia menawarkan diri untuk mengobati Adit-teman kecilnya. "Lo mau gue obatin juga gak, Dit?" tanya Nadiya.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang