42. Ikatan batin?

207 27 0
                                    

Happy Reading❤

Malam ini Nadiya dan Wira berkunjung ke rumah Adit untuk meminta maaf atas kejadian masa lalu. Mereka sudah mempersiapkan mental kalau sewaktu-waktu Dewi akan menghina mereka. Nadiya memang sudah pulang dari rumah sakit, ia juga tadi sudah bisa sekolah dan beraktivitas kembali.

Toktoktok.

"Assalamuallaikum," ucap mereka. Seseorang membukakan pintu untuknya, dan itu adalah Adit. "Eh tante." Adit menyalimi tangan Wira.

"Nad." Mereka saling bertos-an layaknya seorang teman dekat meski Adit masih sedikit cuek pada Nadiya. "Masuk dulu." Adit menyambut mereka dengan sangat sopan.

Mereka duduk di ruang tamu, Bi Mimi mengambilkan minum untuk mereka. "Kalau boleh saya tau, ada apa ya tante sama Nadiya dateng ke sini?" tanya Adit sembari mengisi keheningan yang menerpa mereka.

"Saya sama Nadiya mau minta maaf Dit, soal masa lalu, gak baik kalau keluarga kamu gak tau soal ini."

"Sebenernya saya udah kasih tau bunda soal itu semua, tapi lebih baik begini sih. Berkontak secara langsung."

"Iya, kita juga mikir kesalahan kita begitu besar sama keluarga kamu, semoga bu Dewi mau maafin kita."

"Aamiin, ya udah kalau gitu saya panggil bu Dewinya dulu." Adit beranjak dari sofa ruang tamu untuk memanggilkan Dewi.

"Bun," panggilnya. Dewi yang sedang memasak makanan untuk makan malam itu menoleh. "Ha?" sahutnya.

"Ada yang nyariin," ujar Adit. Dewi mematikan kompornya dan menghentikan aktivitasnya. "Siapa? tumben banget ada yang nyariin bunda, fans bunda ya?" ujar Dewi seraya terkekeh.

"Terlalu pede, itu yang dateng Nadiya sama tante Wira." Dewi tersentak mendengar penuturan Adit. Wira dan Nadiya? Mau apa mereka ke sini?

"Mau ngapain?" tanya Dewi yang membuka celemeknya. "Mau minta maaf soal yang dulu-dulu." Dewi mengambil segelas air dan meminumnya.

"Oh, ya udah." Dewi dan Adit berjalan menuju ruang tamu. Ia melihat Nadiya dan Wira yang nampak gelisah di sana. Ntah mengapa mungkin mereka takut Dewi akan menghinanya.

Dewi tersenyum ke arah mereka. "Mau membicarakan soal apa ya, bu?" tanya Dewi pada Wira. Wira mendekat dan memeluk tubuh Dewi dengan hangat, Dewi membalas pelukannya. Rasanya sudah lama mereka tidak berpelukan seperti ini, Dewi sudah memaafkan perbuatan keluarga Nadiya atas masa lalu yang menimpa mereka, lagi pula untuk apa menaruh dendam. Itu juga kan sudah masa lalu.

Mereka melepaskan pelukannya. "Saya kangen meluk ibu seperti ini," ujar Wira dengan air mata yang membasahi wajah. Dewi menyeka air mata Wira. "Saya juga sama, bu."

"Maafin saya atas perlakuan keluarga saya di masa lalu ya, bu. Saya harap ibu mau maafin saya."

"Iya saya maafin, maafin saya juga ya kalau ada kesalahan kata yang saya ucapkan. Terutama pada Nadiya waktu itu, saya sempat menghinanya karena saya membenci kalian waktu itu."

"Iya gapapa kok, Tan. Lupain aja, semuanya udah masa lalu sekarang kita buka lembaran yang baru, semoga kejadian kayak gini gak terulang dan semoga hubungan kekeluargaan kita terjalin dengan erat," kata Nadiya.

"Aamiin," ucap mereka serempak. "Wuih ada apaan nih." Arkhan datang dengan raut wajah kepo.

"Sini duduk," ajak Dewi. Arkhan pun duduk di sofa ruang tamu. "Tante Wira sama Nadiya mau minta maaf atas kejadian yang dulu-dulu." Arkhan mengangguk paham.

"Oh, iya di maafin. Arkhan ngewakilin papa juga soalnya papa belum dateng," kekehnya. Adit menoyor kepala Arkhan. "Garing lo."

"Apaan sih lo," sewot Arkhan. Dewi hanya bisa geleng-geleng saja melihat kedua putranya yang sering bertengkar hanya karena hal sepele. "Haduuh! Kalian ini berantem teros kerjaannya," cicit Dewi.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang