08. Rahasia

394 77 4
                                    

Lebih baik berteman dengan satu teman yang baik, di banding berteman dengan ribuan teman yang munafik -Aditya untuk Abdul.

Dalam berteman kita harus berbuat kebaikan bukan penghianatan -Abdul untuk Aditya.

Happy Reading❤

"Wah, Dit, ngapain Bang Arkhan bawa Jua ke sini?" Kini,  Abdul mengintip bersama Adit di balik semak-semak taman. Sedari tadi, lelaki itu sibuk bertanya akan hubungan Arkhan dan Nadjwa.

Adit berdecak, "Ya mana gue tau. Lagian ngapain coba kita ngintip mereka? zina mata! kayak gak pernah pacaran aja lo. Kalau tau gini sih, gue ogah nemenin lo."

"Jadi, lo gak ikhlas?" tudung Abdul dengan nada tinggi. Adit membekap mulut Abdul dan membawanya pergi menjauh sebelum Arkhan dan Nadjwa menengok.

"Suara siapa ya, Kak? kok aku dengernya dari arah semak-semak itu," kata Nadjwa, curiga.

"Enggak mungkin juga Ju, mana mungkin ada orang dibalik semak-semak."

"Bisa aja 'kan? Nadjwa pun berjalan untuk memastikan sendiri.

"Gimana?" tanya Arkhan. Nadjwa menggeleng, "Gak ada."

"Ya udah ayo ikut gue," ajak Arkhan kembali melangkahkan kakinya.

"Kalau ngomong jangan kenceng-kenceng bodoh!" pekik Adit pelan pada Abdul.

"Ya maaf, abis nya gue kesel sih sama lo kayak gak ikhlas gitu."

"Kalau gue gak ikhlas mana mungkin gue pengen direpotin kayak gini, lo tau sendiri gue orangnya paling anti sama yang beginian."

"Jadi tulus gak, nih?" tukas Abdul mindik-mindik.

"Sabar, Dit, sabar." Adit mengelus dadanya sabar. "Budek ya kuping lo? udah dibilang iya, iya, iya. Harus sampe berapa kali gue bilangnya?" lanjut Adit, sewot.

"Seribu kali!" jawab Abdul. "Ngawur lo. Untung gue masih sabar, kalau enggak udah gue bogem kali lo sampe alaska."

"Ssst brisik lo! nanti kalau ketauan gimana?!" cetus Abdul kesal.

"Kok malah lo yang kesel? masih untung gue bantuin."

"Dih malah banyak bacot," balas Abdul tak kalah kesal.

Lagi-lagi Adit membekap mulut Abdul dan bersembunyi. "Kok perasaan kayak ada yang ngikutin kita ya? Kak?"ujar Nadjwa was-was.

"Enggak ah gue gak ngerasa tuh," jawab Arkhan.

"Coba ya aku liat lagi." Nadjwa menghampiri pohon besar yang menutupi tubuh Adit juga Abdul.

"Ju," panggil Arkhan menahan tangan Nadjwa. "Kenapa, Kak?"

"Gak usah, buang-buang waktu."

"Oh ya udah," balasnya, mengikuti permintaan Arkhan.

"Lo ngapain sih bekep-bekep mulut gue terus? engap bego! udah tau tangan lo bau!" kesal Abdul.

"Heh! masih untung gue bekep mulut lo, kalau enggak udah ketauan dari tadi." Adit menjitak kepala Abdul.

"Lo kenapa jadi jitak kepala gue?!" Abdul mendorong pundak Adit.

Sekarang merekapun bertengkar seperti anak kecil, mereka memang begitu jika sudah bertemu pasti ribut. Kadang ribut kadang juga akur, begitulah mereka. Namun ada yang membuat mereka nyaman dan bertahan pada sikap salah satu dari mereka, yaitu kesetiaan yang tidak akan ada batasnya,kesetiaan juga tidak bisa diukur dari segimana pun. Dimana kita akan setia, disitu lah kita akan menemukan bahagia. Begitulah ucapan anak-anak Alerga untuk mempertahankan pertemanan mereka dengan cara setia.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang