53. Permohonan maaf (2)

212 24 6
                                    

Dengerin mulmednya ya ges😍

-Last Child, Diary Depresiku.

Happy Reading❤

Adit pergi ke kelas Nadjwa untuk meminta maaf padanya di jam istirahat kedua. Nadjwa terlihat lesu di meja sekolahnya, teman-temannya juga mungkin bingung dengan sikap Nadjwa yang sejak tadi diam. Sebelum Adit memasuki kelas Nadjwa, ia mendengar percakapan Nadjwa dan ketiga temannya.

"Ju, lo kenapa?" tanya Nadiya yang nampak prihatin dengan Nadjwa karena ia terus-terusan diam dan menatap ke arah kameranya yang hancur.

Nadjwa menyeka air matanya dan menghadap tubuhnya ke arah mereka. "Kamera aku rusak," ujarnya dengan satu bulir air mata yang menetes di wajahnya.

Dina mengelus punggung Nadjwa dengan lembut. "Kok bisa? kenapa?" tanyanya berusaha untuk bicara selembut mungkin. "Iya, Ju, cerita siapa yang ngelakuin ini?" sambung Zahra.

"Adit," jawabnya, ketiga temannya menghela napas pelan. "Adit terus heran deh gue!" sentak Zahra.

"Perlu kita samperin, Ju, anaknya? pengen deh rasanya gue nampar dia lagi," tambah Zahra. Nadjwa menggeleng dan menggenggam tangan Zahra dengan erat. "Gak, Ra, jangan kasian dia. Mungkin dia juga gak sengaja nabrak aku," ujar Nadjwa menahan Zahra.

"Oke-oke, tapi kalau lo sampe kayak gini dan itu semua gara-gara si Adit, gue gak akan tinggal diem, Ju, gue gak mau liat lo di giniin terus," imbuh Zahra.

"Iya, Ra, iya. Makasih banyak ya kamu selalu bantuin aku, makasih juga karena kalian semua udah bantu masalah aku seberat apapun itu, makasih karena kalian udah mau berteman sama aku meski kalian tau kekurangan aku, makasih banyak, I love you." Nadjwa memeluk ketiga temannya dengan air mata yang mengalir, ketiga temannya membalas pelukan Nadjwa.

"Iya sama-sama, Ju, sahabat sejati itu adalah sahabat yang selalu ada di saat kita terpuruk maupun di saat kita meninggi, gue gak peduli kalau gue harus kehilangan cowok yang gue sayang, tapi gue hak mau kehilangan keluarga gue dan temen sebaik kalian," kata Dina dengan ekspresi sendunya.

Zahra tertawa. "Ternyata lo bisa sok puitis gitu ya, geli banget ew." Zahra mengejeknya dengan lirikan sinis. "Ih apaan sih lo!" balas Dina mencubit pipi Zahra.

"Sakit woi!" Zahra menyentak tangan Dina. "Eh by the way, kayaknya kamera lo itu berharga banget ya, Ju?" tukas Nadiya tiba-tiba.

"Iya emang ini tuh dari..."

Tubuh Adit di tarik ke belakang oleh seseorang, Adit sangat kesal karena ia belum tau apa yang di bicarakan Nadjwa tadi, semua ini begitu menggantung. "Apaan sih?!" ketus Adit pada Dito.

"Ngapain lo di kelas gue? ngintipin Nadjwa lagi," cetus Dito. "Emang lo siapa..."

"Oh iya, sorry." Adit benar-benar lupa kalau Dito ini pacar Nadjwa. "Gue cuma mau minta maaf sama cewe lo," tambah Adit.

"Minta maaf buat apa?"

"Gak usah kepo bisa?"

"Gak bisa, Nadjwa itu cewe gue jadi gue berhak tau."

"Gak semua tentang gue sama Nadjwa harus di ketahui sama lo!" Adit mendorong kasar tubuh Dito. "Inget gue cowonya, lo cuma masa lalunya yang cuma berupa sampah," ucap Dito begitu menyayat hati Adit.

"Oke gue kasih tau, gue mau minta maaf soal kamera, gue gak sengaja jatuhin kamera kesayangan dia tadi, apa kamera itu dari lo? soalnya keliatan berharga banget dan berhubungan sama masa lalunya."

Kamera? Perasaan gue gak ngasih kamera deh ke Nadjwa dulu, tapi gapapa gue ngaku-ngaku aja, Adit kan bego soal cinta, padahal gue bukan cowonya tapi dia tetep aja percaya, batin Dito seraya terkekeh.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang