49. Pamit

207 27 3
                                    

Dengerin mulmednya yaa biar ngenaa😍
-Bukan dia tapi aku, Judika.

Happy Reading❤

Terimakasih atas kebahagiaan dan kenangan yang kamu kasih ke aku, walau nyatanya kita memang tidak saling memiliki. -Nadjwa Rameehra.

***

Adit menahan tangan Nadjwa untuk pergi, Nadjwa menyentak tangannya. "Ju, dengerin dulu penjelasan gue," ujar Adit.

"Apa lagi yang mau di jelasin? Apa lagi, hah?! aku udah muak sama semuanya Dit, aku cape, aku juga manusia punya hati gak kayak kamu!" Nadjwa menunjuk wajah Adit dengan telunjuknya.

"Lo marah banget ya, Ju sama gue?" tanya Adit dengan polosnya. Zahra di buat naik pitam olehnya, bisa-bisanya dia bicara sesantai itu seolah tidak terjadi masalah.

Plak.

Zahra menampar Adit di depan semua orang. "UDAH TAU MARAH MAKE NANYA LAGI, EH TONG GAK USAH SOK CAKEP LO, SUMPAH YE GUE BENER-BENER KESEL BANGET SAMA LO DIT, LO ITU GAK ADA RASA BERSALAH YA KAYAKNYA?! LO MANUSIA APA BUKAN SIH BANGSAT! CAKEP LO BEGITU?!"

Dina memundurkan Zahra dari hadapan Adit. "Ra, udah jangan emosi," kata Nadiya. Nadjwa semakin di buat pusing dengan semuanya, secepatnya ia meninggalkan cafe karena sudah banyak pasang mata yang melihat keributan itu.

"Ju." Tangan Adit di tahan oleh Zahra saat ia ingin menghampiri Nadjwa. "Gak usah di kejar! Ngapain lo ngejar? Maaf lo itu gak akan bisa balikin sakit hatinya Nadjwa, brengsek!"

"Pulang aja sana lo, gak usah deketin Nadjwa lagi, lo emang bener-bener gak punya hati, Dit! GUE MEWAKILI NADJWA, KALAU GUE JUGA BENCI SAMA LO!" Zahra pergi begitu saja di ikuti oleh ketiga temannya.

Yang awalnya ingin menebus kesalahan dengan cara membujuk Beno kembali pada Nadjwa malah jadi begini akhirnya, Adit tidak mau sampai Nadjwa tau soal ini. Apapun kesulitannya ia akan tetap berjuang untuk mendapatkan maaf Nadjwa kembali, faktanya rencana kebohongan itu tidak selamanya berjalan dengan mulus.

Adit pergi menuju parkiran cafe Gemilang untuk mengejar Nadjwa. Ia membawa motornya dengan kecepatan tinggi, tapi sayang taksi yang di tumpangi Nadjwa sudah hilang entah kemana, atau mungkin dia menaiki kendaraan lain.

Adit berhenti saat melihat dua orang yang berpelukan di dekat pondasi jembatan di pinggir jalan raya. Dengan hati bergemuruh Adit langsung menghampiri mereka dan menonjok Dito habis-habisan.

Nadjwa memisahkan mereka dengah mendorong tubuh Adit menjauh dari Dito. "Cukup! Mau kamu apa sih?!" bentak Nadjwa dengan suara serak karena habis menangis.

"Apa lagi yang kamu mau dari aku? Apa lagi?! Belum puas kamu buat aku kayak gini?!"

"Udah aku bilang, anggep kita gak pernah kenal!"

"Gue cuma gak suka aja kalau liat lo sama Dito," ujar Adit santai. Nadjwa terkekeh miris. "Apa? Gak suka? Emang kamu siapa aku?"

"Punya hak apa kamu atas aku? kalau kamu gak suka sama Dito, ya udah gak gini caranya, bangsat!"

Baru kali ini Adit mendengar ucapan Nadjwa sekasar itu padanya, hatinya mulai sakit karena hal itu, Adit mengusap sudut bibirnya yang berdarah akibat pukulan Dito. "Gue gak nyangka lo bisa ngomong sekasar itu sama gue, Ju."

"Lah aku masih mending ngomong gitu, coba kamu pikir kamu ngelakuin apa sama aku?!"

"Gue minta maaf, jangan ngomong kasar lagi, Ju gue gak bisa denger kata-kata itu keluar dari mulut lo."

"Ya aku juga gak bisa kalau kamu lakuin hal menjijikan kayak gitu ke aku, Dit!"

Nadjwa mengusap air matanya dengan kasar. Lalu ia menunjuk Adit dengan tangannya tepat di depan wajah Adit. "Kamu pikir aku gak sakit hati? kamu pikir dengan kamu kayak gitu kamu merasa keren karena udah nyakitin aku? aku gak akan semarah ini kalau kamu jujur sama aku dari awal soal diary itu, hal yang kamu perbuat itu udah bikin aku gak mau kenal sama orang brengsek kayak kamu, kamu itu gak punya hati!" Nadjwa mendorong dada bidang Adit.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang