25. Aneh

210 38 1
                                    

Sudah hampir seharian keduanya berada di kamar rumah sakit. Adit masih menemani Nadjwa sejak tadi, gadis itu masih terlihat shock. Adit mengelus lembut puncak kepala Nadjwa untuk menenangkannya kembali.

"Jangan takut, hal kayak tadi gak bakal terulang lagi, gue jamin." Nadjwa menatap Adit dengan takjub, ucapannya barusan sangat meyakinkan, hingga gadis itu sedikit merasa tenang.

Senyum Nadjwa merekah. Ntah mengapa perasaan Adit sangat aneh saat bersama gadis ini. Ia jadi lebih tenang jika melihat Nadjwa tersenyum.

Ntah lah ini karena perasaan cinta atau Adit hanya menganggap perasaan ini adalah perjalanan di pertengahan misi. Tapi jika karena misi, Adit tidak akan aneh seperti ini saat bersama Nadjwa.

"Lo mau pulang?" tanya Adit tiba-tiba. Nadjwa mengangguk. "Iya sekarang aja, takut pada nyariin."

Adit terkekeh meremehkan. "Dih pede banget lo." Nadjwa menatapnya dengan tajam. "Ya kan siapa tau aja gimana sih!"

"Iya-iya cewe mah emang selalu benar," putus Adit menyudahi perbincangan mereka. Adit berjongkok saat Nadjwa sudah berdiri dari brankar rumah sakit.

Nadjwa menatapnya bingung. "Ngapain?"
Adit menggerakkan punggungnya mengisyaratkan agar Nadjwa naik ke atas punggungnya. "Apaan sih?"

Adit berdecak. "Naik, bodoh!" bentaknya kesal dengan gadis yang satu ini. "Nggak, kaki kamu kan masih sakit."

"Cepet, batu banget sih lo. Mau gue tinggalin disini?" Ancamannya membuat Nadjwa bergedik ngeri, pasalnya ia tidak tau rumah sakit ini berada dimana, handponenya juga batrainya masih habis.

"Ya udah iya!" Nadjwa menurut dan menaiki punggung Adit. Adit berjalan ke luar rumah sakit dengan menggendong Nadjwa, semua orang disana memandang keduanya.

Ada yang berkata. "Aduh so sweet banget sih masa-masa SMA, jadi pengen."

"Gue kalau punya cowok kayak gitu sih pasti gue pertahanin, hahahaha."

"Pengen bungkus cowoknya deh."

"Udah cowoknya ganteng, ceweknya cantik. Udah klop intinya tanpa penolakan."

Adit hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum mendengar ucapan mereka. "Kayaknya semua orang pada ngira kita pacaran ya?" Nadjwa membuka suaranya.

"Maybe," jawab Adit merasa tidak peduli dengan apa yang dibicarakan oleh mereka. "Padahal gak gitu," lanjut Nadjwa.

"Kalau mau juga gapapa." Adit langsung bungkam, kenapa ia bicara seperti ini? Sungguh ini seperti bukan dia yang bicara.

"Apa?" Nadjwa memang tidak mendengar jelas penuturan Adit. "Gak," balas Adit cuek.

"Lagian sih kamu make acara gendong aku segala, luka aku kan di wajah bukan di kaki."

"Berisik lo, gak usah banyak omong!" Nadjwa bungkam saat mendengar bentakan Adit.

Setelah sampai di parkiran Adit menurunkan Nadjwa, Adit memejamkan matanya sebentar, ia mengigit bibir bawahnya, keringat dari pelipis turun lurus ke jakunnya. Lelaki itu nampak merasa kesakitan pada kakinya.

"Dit kamu kenapa? Sakit ya?" tanya Nadjwa sangat panik. "Gak gak papa, masuk," suruhnya. Nadjwa mengangguk dan memasuki mobil disusul oleh Adit.

Adit menggendongnya tadi karena ia ingin menebus kesalahannya yang tidak bisa menjaga Nadjwa dalam kondisi kakinya yang sedang tidak baik-baik saja.

***

Adit melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal. Ia merasa lapar, memang dari pagi ia belum sempat sarapan karena Dewi tidak memasak. Dewi menyuruh Adit dan Arkhan membeli makanan sebelum berangkat karena ia sedang sakit makanya ia tidak memasak.

ADITYA [Proses terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang