SEPERTI biasa, kantin milik Baswara akan selalu ramai. Aku menatap takjub pada seseorang yang tengah duduk di bangku pojokan dengan buku tebal yang tengah Nako baca. Di depannya ada Cristian. Tadi, sebelum kesini aku mampir ke mading sekolah dan melihat nama Nako tertera disana sebagai salah satu siswa yang akan mengikuti olimpiade di Bandung. Bangga? Tentu saja aku bangga memiliki kekasih jenius seperti Nako. Sudah tampan selalu menduduki peringkat satu lagi.
"Loka, kita duduk disini aja, ya." Alena bersuara, membuatku segera mengangguk. "Gue yang pesen atau lo aja?"
"Aku aja, Al." Tawarku. Segera berlalu dari sana. Sesekali tatapanku jatuh pada Nako yang fokus sekali pada bukunya. Dan tanpa sengaja aku menabrak seseorang, membuat minuman yang dibawa olehnya tumpah di seragamnya.
"Bangsat, lo kalo jalan liat-liat dong!" sentakan tajam itu menghujam pendengaranku, membuatku mendongak menatap seseorang yang paling aku hindari. Dia Aland, ketua geng bully.
"Maaf. A..aku gak sengaja," ucapku lirih. Aku mendengar dia berdecak.
"Lo pikir dengan kata maaf lo itu bikin seragam gue kering? Ah, ya lo cewek yang kemarin yang nyusahin gue! Mau lo apa, hah?!" Aland berteriak kencang di depan wajahku. Perlahan atmosfer di kantin berubah hening dan mencekam. Semua tatapan penghuni kantin mengarah pada kami, tak terkecuali Nako yang jelas menyorotku dengan tatapan tajamnya.
"Maafin temen gue, ya. Dia beneran gak sengaja buat nabrak lo." Alena tiba-tiba datang membelaku. Dia sama sepertiku, ketakutan.
"Semua sekolah tahu gua gak bakal maafin orang yang udah ganggu gue! You know it!" tekan Aland, membuatku meneguk ludahku kasar. Apa ini artinya aku akan menjadi bahan bully olehnya? Oh Tuhan aku tidak akan sanggup.
"Aku harus apa supaya kamu maafin?" tanyaku takut, menatap wajah seramnya yang sama sekali tidak ada manis-manisnya seperti Nako.
Sedetik kemudian Aland tersenyum miring saat matanya tanpa sengaja menatapku dari atas sampai bawah. Aku sama sekali tidak tahu apa yang ada di pikirannya. Lalu mataku membulat sempurna saat Aland melepas seragamnya. Menyisakan kaos putih polos di badannya.
"Cuciin baju gue, dan besok pagi baju ini udah ada di meja gue!" katanya seraya menyodorkan seragam putihnya padaku. Lantas, aku menerimanya dengan tangan yang gemetar. "It should smell good and neat!" setelahnya Aland berlalu, berjalan mendekati ketiga temannya di bangku pojokan.
Alena menghela napas lega, berbeda denganku yang masih ketakutan saat Nako tidak melepas tatapannya dariku.
"Al, aku mau balik ke kelas aja," kataku pada Alena. Gadis dengan kacamata bulat itu menoleh ke arahku.
"Gak jadi makan?" tanyanya dan aku menggeleng. Bukannya, aku tidak ingin makan tapi aku tidak akan sanggup jika makan dengan adanya Nako di kantin ini. "Yaudah lo duluan aja. Gue mau pesen makanan bawa ke kelas." Sekali lagi aku mengangguk. Aku segera berbalik badan, melangkah lebar meninggalkan area kantin dengan seragam Aland yang kugenggam.
Kesialan lagi-lagi menimpaku saat tiba-tiba tanganku ditarik kuat oleh seseorang. Menyeretku masuk ke dalam gudang. Tanpa di tanya aku sudah tahu siapa yang menyeretku ke dalam gudang belakang sekolah.
"Argh...!"
Dia menghempas tubuhku ke lantai yang kotor dan berdebu itu dengan kasar. Nako mengunci rapat pintu gudang membuatku segera berdiri. Ah, baju Aland ikut kotor karena ada debu yang menempel.
Sebelum itu aku sudah melihat Nako menerima panggilan dari seseorang. Kekasihku itu seperti marah saat berbicara dengan seseorang disebrang sana. Terlihat jika satu tangan Nako mengepal kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA
Teen FictionSUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA INDONESIA DAN TOKO BUKU LAINNYA Warning ⚠ Cerita ini mengandung adegan romance, kekerasan, kata-kata kasar, baper, bikin kalian sesak napas. Asmaraloka : Dia adalah gadis beasiswa yang beruntung memilik...