SESUAI janjiku pada Nako, aku akan menemuinya di labor matematika usai sekolah sudah pulang dan mulai sepi. Tadi, aku berbohong pada Alena, aku mengatakan jika aku harus ke rumah Bibi dan Alena percaya. Alhasil aku tidak pulang bersama Alena ke asrama.
Aku menghembus napas lega saat koridor sekolah tidak ada orang. Kakiku melangkah pelan sambil memegang erat tali tasku.
"Loka."
Suara itu sukses membuat langkah kakiku terhenti dan perlahan berbalik badan menghadap orang yang telah memanggilku. Oh Tuhan, kenapa Cristian memanggilku?
"Why?" tanyaku, berusaha terlihat biasa saja. Meski aku harus mengakui jika aku takut padanya.
"Kenapa lo belum pulang jam segini?" tanyanya, yang jelas sekali membuatku menelan salivaku susah payah.
"A..anu a...aku mau.." sial! Kenapa aku gagap sekali di depan Cristian. "Kenapa nanyain aku?" aku bersuara tinggi, lagipula punya hak apa Cristian bertanya seperti itu padaku.
"Nothing. Gue denger lo anak beasiswa jadi gue mau lo ngerjain PR matematika gue."
What?! Dia memerintahku? Enak saja! Memangnya dia siapa.
"Maaf, aku gak kenal sama kamu dan aku bukan pesuruh kamu!" kataku sedikit meninggikan nada suaraku, menatapnya dengan kesal.
Cristian terkekeh sinis sambil bersedekap dada. Membalas tatapanku. "Lo gak kenal sama gue?" tanyanya dengan satu alis terangkat.
Aku menggeleng. Bohong jika aku tidak mengenalnya. Jelas aku mengenalnya, Cristian Davitro Aditama. Anggota geng bully dan kapten basket disekolahku dengan wajahnya yang kalem dan menghanyutkan.
"Gue rasa lo tahu siapa gue. So, gue gak perlu kenalin diri gue."
"Siapapun kamu, aku gak mau ngerjain PR kamu!" sarkasku.
Jantungku berdegup kencang saat Cristian berjalan mendekat padaku. Apa yang akan dilakukannya? Kenapa aku selalu berhadapan dengan geng bully? Padahal aku sudah mati-matian menghindari mereka.
"Denger, gue gak peduli lo mau nolak atau apa, yang jelas lo harus kerjain PR gue!" ucap Cristian penuh penekanan dengan jaraknya yang sangat dekat denganku. "Now!"
Aku tersentak begitu saja saat Cristian menarik pergelangan tanganku. Membawaku menuju koridor labor matematika. Sial! Aku baru ingat jika ada Nako di dalam sana. Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan.
"Lepas. Aku gak mau turutin permintaan kamu!" bentakku meminta lepas dan Cristian bersikap tuli sambil terus menyeretku menuju labor matematika.
Satu tangan Cristian segera mendorong ganggang pintu yang kebetulan tidak dikunci. Sampai pada akhirnya mataku bertubrukan langsung dengan tatapan tajam Nako yang mengarah pada kami. Mati. Sudah dapat kupastikan jika aku melihat amarah Nako yang bersemayam dimatanya. Jantungku berdegup kencang dan perutku terasa sakit.
"Gue mau kerjain PR sama dia," kata Cristian tidak peduli pada wajah marah Nako.
Aku melihat Nako menghela napas, kemudian mengangguk seraya kembali menatap buku tebal dihadapannya.
Cristian kembali menyeretku, hingga aku terduduk di depannya dan Nako. Sesekali tatapanku tertuju pada Nako yang masih menunduk seperti menahan sesuatu untuk dilampiaskan. Ini untuk pertama kalinya aku berada di antara dua cowok berbahaya dengan Nako sebagai kekasihku dan Cristian sebagai teman Nako.
"Kerjain sekarang!" Cristian dengan santainya menyodorkanku bukunya dihadapanku, membuatku mendelik padanya. Aku benci dengan sikap tegas Cristian yang membuat nyaliku ciut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA
Teen FictionSUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA INDONESIA DAN TOKO BUKU LAINNYA Warning ⚠ Cerita ini mengandung adegan romance, kekerasan, kata-kata kasar, baper, bikin kalian sesak napas. Asmaraloka : Dia adalah gadis beasiswa yang beruntung memilik...