Pulang sekolah aku tidak langsung ke tempat Nako. Karena aku harus melanjutkan pengenalan lingkungan tentang sekolah baruku yang kata orang-orang begitu mewah dan megah. Tentu saja, Alena yang memanduku. Ah, aku beruntung mempunyai teman sepertinya yang tidak malu saat berjalan bersamaku.
Tidak mau membuat Nako menunggu, aku segera mengirim pesan kepadanya melalu ponsel jadulku yang hanya bisa diketik pakai tombol.
Me
Nako, maaf aku agak telat. Aku lagi ada pengenalan sekolah sama Alena.
Pesan terkirim. Dan aku kembali mendekati Alena yang berhenti di depan gedung besar di dominasi warna putih dan biru.
"Loka, ini gedung renang, disebelahnya gedung basket." Jelas Alena sambil menunjuk gedung disebelahnya yang berwarna oren. Sungguh, sekolah ini sangat elit. Bangunannya begitu menjulang tinggi. Beruntung, beasiswa yang ku perjuangkan membawaku kesini, dan bertemu dengan kekasihku.
Sebelum masuk kesini, aku dulunya bersekolah di sekolah yang biasa saja. Lalu aku mendapat kabar jika Baswara International High School membuka beasiswa untuk siswa yang memiliki otak cerdas, dan aku adalah salah satu yang diterima disini.
Nako
Sialan! Lo bikin gue nunggu. Lima belas menit lo belum dateng habis lo!
Aku tidak membalas pesannya. Hatiku cemas sekaligus takut jika aku terlambat bertemu dengan Nako hingga tatapanku segera bertemu dengan Alena yang menatapku heran.
"Kenapa?" tanya Alena.
"Al, bisa kita lanjut besok aja? Aku harus pergi sekarang," kataku.
"Oke. Tapi lo mau kemana? Lo tahukan kalo anak beasiswa yang tinggal di asrama tidak boleh pulang malam?"
"I know, Al." Aku tersenyum. Bahkan aku sudah mengetahui tentang larangan di asrama baruku.
***
Napasku tersengal-sengal berlari dari parkiran gedung apartemen menuju lift yang akan mengantarkanku ke kamar apartemen Nako yang terletak dilantai sepuluh. Aku sudah mempersiapkan diri selama perjalananku dari sekolah. Kemarahan Nako yang akan aku hadapi karena cowok itu tidak suka menunggu.
Telunjukku menekan bel yang ada disebelah pintu. Tidak lama itu pintu terbuka, menampilkan wajah marah Nako dan tatapan menusuk ke netraku.
"Aw..." aku meringis saat Nako menarik kasar pergelangan tanganku. Kaki kanannya menutup pintu setelah aku masuk. Lalu mendorongku tepat di daun pintu sehingga punggungku berteriak karena kesakitan.
"Berapa kali gue bilang, hah? Gue gak suka nunggu dan sekarang lo telat lima menit!" Nako berteriak kencang di depan wajahku. Rahangnya mengeras, memperlihatkan urat disekitar lehernya.
"Maaf, Nako. Tadi ban sepeda aku kempes jadi aku ke bengkel dulu," lirihku pelan, menahan sakitnya cengkraman tangannya di pergelangan tanganku.
"Argh... gue gak peduli, bodoh!"
"Maaf." Hanya itu yang bisa ku ucapkan. Aku menatap matanya yang penuh dengan kilat amarah. Kenapa hanya karena aku terlambat lima menit, Nako sudah semarah ini?
"Gue gak butuh maaf lo! Dan jawab pertanyaan gue, kenapa lo bisa masuk di Baswara?" Nako bertanya galak padaku. Aku yakin inilah alasannya mengapa Nako semarah ini. Dia tidak menyukai keberadaanku di sekolahnya.
"Seharusnya kamu seneng kalo kita satu sekolah," jawabku, dengan sesekali meringis akibat cengkraman ditangannku belum terlepas.
Nako terkekeh pelan, lalu tangannya dengan cepat mencengkram rahangku, membuat mulutku mengerucut seperti ikan.
"Gue gak seneng ada lo disana! Lo itu dekil, miskin dan gak pantas bersanding sama gue di Baswara! lo itu bikin malu gue!"
Percayalah ucapan itu seperti jarum tak kasat mata yang menembus ulu hatiku. sakit sungguh sakit. Ini pertama kalinya Nako menghinaku seperti ini. Dia sangat kejam tapi aku mencintainya. Hanya dia yang kupunya disini, karena adik satu-satuku sedang berada di kampung. Aku selalu siap menerima semua perlakuan buruknya, karena rasa cintaku sungguh besar untuknya.
"Lo pikir gue mau ngakuin lo pacar gue? Jangan mimpi! Lo itu cuman mainanan gue!" sentaknya lagi yang semakin membuatku terluka dan mataku mulai berkaca-kaca. Siap menumpahkan cairan bening yang sejak tadi aku tahan. Nako melepas kasar cengkramannya, membuatku menghela napas lega sekaligus merasakan perih diwaktu bersamaan.
"Kenapa dulu kamu minta aku buat jadi pacar kamu?" tanyaku gemetar seraya menyeka airmataku. Sekelebat bayangan pertama kali kami berjumpa berputar kembali di benakku. Tentang bagaimana dia meyakinkanku bahwa aku bisa bahagia dengannya.
"Karena lo kelinci percobaan gue! Tipe pacar gue bukan kayak lo!"
Jawabannya cukup mengoyak lukaku semakin menganga. Aku baru menyadari sekarang bahwa aku adalah kelinci percobaannya.
"Terus kenapa mau pacaran sama aku?" tanyaku lagi, sengaja untuk memancingnya. Aku ingin mendengar jawabannya.
"Karena lo itu bego! Gue pacaran sama lo sebagai pelampiasan semata!"
Aku menguatkan hatiku. Mencoba merendam semua perkataan kasarnya. Dari awal aku sudah tahu bahwa Nako hanya menjadikanku pelampiasan, terlihat bagaimana kasarnya dia selama berpacaran denganku.
"Nako udah makan? Aku masakin ya buat kamu." Aku berusaha mengalihkan topik pembicaraan kali ini hanya karena aku tidak ingin mendengar kata putus darinya. Apapun yang terjadi aku akan tetap bertahan dengan Nako. Percayalah, aku tulus mencintainya, tidak tahu jika nanti aku lelah dan tidak sanggup untuk bertahan.
"Gak perlu!" katanya dingin, membuat langkahku terhenti lalu menoleh padanya, mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu. "Duduk lo disofa, gue capek!"
Aku langsung menurut, menempatkan bokongku dipinggiran sofa. Kemudian tatapanku beralih pada Nako yang duduk diujung sofa, lalu berbaring dengan kepalanya tepat di atas pahaku. Satu kakinya ditekuk, kedua tangannya terlipat di depan dada. Matanya menatapku tajam.
"Tidurin gue!" perintahnya, detik berikutnya mata Nako terpejam.
Aku tidak mengerti bagaimana membuat Nako tertidur, karena ini pertaman kalinya Nako bersikap seperti ini. Biasanya jika Nako lelah dia tidak akan meminta seperti ini, tapi menyuruhku pergi dari hadapannya.
"Lo bego banget sih! Tangan lo usapin rambut gue!"
Aku tercengang saat tangan Nako menarik tanganku dan meletakkan telapak tanganku tepat di atas kepalanya.
"Bodoh!" Nako mengumpat geram.
Seketika tanganku reflek mengelus lembut rambutnya dengan telapak tanganku. Aku melihat mata Nako terpejam, sepertinya dia menikmati elusan tanganku di kepalanya. Hingga dua puluh menit berlalu, aku masih setia mengelus dan menatap wajah damainya ketika tidur. Nako sungguh tampan dengan wajahnya yang putih, hidung mancung dan bibir yang seksi, memiliki otak yang jenius dan dia benar-benar nyaris sempurna menurutku.
Tak sadar tanganku malah membelai pipinya, perlahan menyusuri rahangnya yang tegas, membuat Nako menggeliat kecil aku yakin dia sangat lelah. Kepalaku kian merunduk, mendekatkan bibirku pada keningnya. Hingga satu kecupan lama aku tancapkan dikeningnya. Setelah itu aku melihat Nako memiringkan badannya menghadap perutku. Aku geli, perutku seakan tertekan saat Nako menggelamkan wajahnya di perutku.
"Aku mencintai kamu, Nako." Gumamku pelan. Biarlah hari ini aku habiskan waktuku untuk bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA
Teen FictionSUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA INDONESIA DAN TOKO BUKU LAINNYA Warning ⚠ Cerita ini mengandung adegan romance, kekerasan, kata-kata kasar, baper, bikin kalian sesak napas. Asmaraloka : Dia adalah gadis beasiswa yang beruntung memilik...