AKU menghembus napas berat, lelah karena sejak tadi sore aku terus mencuci seragam Aland yang banyak sekali dengan noda. Hingga malam tiba pun seragam Aland tak kunjung kering. Aku berpikir keras bagaimana seragam Aland bisa kering? Ah ya, aku mempunyai kipas angin. Selanjutnya, aku menggantung seragam Aland tepat di depan kipas angin yang sudah kunyalakan.
"Semoga besok sudah kering," gumamku.
Kakiku mengayun menuju kasur seraya merenggangkan otot-ototku yang terasa pegal. Sebelum aku tidur, aku mengambil ponselku yang tergeletak di atas nakas. Hari ini tidak ada pesan yang di kirim Nako. Biasanya, setiap malam akan ada pesan darinya. Isinya memintaku cepat tidur.
Baru saja aku ingin berbaring, jendela kamarku sudah di dorong oleh seseorang. Sial! Aku baru mengingat jika Nako akan datang ke asramaku. Detik berikutnya, mataku membulat sempurna saat tubuh Nako jatuh terhempas di lantai. Aku beranjak dari kasur menuju Nako. Wajahnya tertutup oleh hoodie, begitu aku ingin membantunya untuk duduk, ada darah yang menetes dari wajah Nako. Tatapanku langsung mengarah menatap Nako yang lemah. Wajahnya babak belur.
"Nako, kamu kenapa? Berantem?" aku bertanya, membantunya berdiri lalu memapahnya untuk duduk di kasurku.
Hatiku sakit melihat keadaan Nako seperti ini. Sebenarnya apa yang terjadi pada Nako? Aku tidak percaya jika Nako berkelahi, karena yang aku tahu Nako adalah orang yang tidak memiliki musuh.
Otakku bekerja keras mencari kotak obat di laci nakas. Ketika aku menemukan kotak itu, aku kembali duduk di samping Nako dengan wajahnya yang menghadapku. Tanganku lincah mengeluarkan kapas lalu menuangkan alkohol untuk membersihkah lukanya. Dia meringis saat aku membersihkan lukanya. Setelah selesai aku segera membalut perban di dekat dahinya yang lukanya cukup lebar.
"Kamu kenapa?" aku bertanya lagi saat Nako sudah merasa baikan dan mulai bersandar di kepala kasur. Lalu tatapanku jatuh pada hoodie hitam Nako yang kotor dan sedikit basah bahkan ada darah yang menempel.
Nako menggeleng. Kepalanya mendongak ke atas dengan mata terpejam. Mungkin Nako belum ingin menceritakannya. Karena merasa risih Nako melepas hoodienya lalu membuangnya ke lantai. Menyisakan singlet putih di tubuhnya. Untung saja Nako tidak bertelanjang dada, jika tidak sudah kupastikan bahwa pikiranku sudah traveling kemana-mana.
"Gue mau minum," ucap Nako dingin. aku bergegas berdiri, berjalan pada meja dapur untuk mengambil segelas air putih untuknya.
Aku memberikan pada Nako, dia menenggak habis persis seperti orang kehausan.
"Masih sakit?" tanyaku, saat wajah Nako merah menahan sakit.
"Masihlah!" Nako menatapku tajam, membuatku menghela napas.
"Aku harus apa biar kamu gak ngerasain sakit lagi?"
Saat aku bertanya seperti ini, Nako mengernyit heran kemudian kembali bersuara. "Tidur besok sekolah!" bukannya menjawab pertanyaanku, Nako malah menyuruhku tidur. Menyebalkan.
Tidak mau membuatnya marah, aku lekas mengangguk. Beranjak dari kasur berjalan menuju sofa untuk tidur sesuai perintahnya.
"Ngapain lo ke sofa?" pertanyaan itu memberhentikan langkah kakiku, berbalik badan menatap Nako.
"Mau tidur."
"Sini tidur di sebelah gue!"
Mulutku menganga mendengarnya. Aku tidak salah dengarkan? Nako memintaku untuk tidur disebelahnya.
"Cuma tidur gak lebih. Gue gak napsu sama tubuh lo!" sentaknya sekaligus menyadarkan lamunanku.
Bergegas aku berjalan mendekatinya, perlahan naik ke atas kasur kemudian berbaring disebelahnya yang juga sudah berbaring disampingku. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Ada sesuatu asing yang menjalar keseluruh tubuhku. Kepalaku menoleh pelan ke samping untu menatapnya. Aku benar-benar bersyukur kasurku ini bisa untuk dua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA
Teen FictionSUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA INDONESIA DAN TOKO BUKU LAINNYA Warning ⚠ Cerita ini mengandung adegan romance, kekerasan, kata-kata kasar, baper, bikin kalian sesak napas. Asmaraloka : Dia adalah gadis beasiswa yang beruntung memilik...