Prepare your heart ❤
....
Mobil Nako berhenti di apartemen miliknya. Dia keluar dan membukakan pintu untukku, lalu menggendong hati-hati tubuhku. Kedua tanganku segera mengalung di lehernya. Nako terus berdiam diri sejak tadi hanya kekhawatiran yang tampak di wajah hancurnya.
Saat sampai di apartemennya, Nako dengan susah payah menekan pasword apartemennya.
"Berapa kodenya, biar aku buka?" tawarku, mendongak menatap wajah datarnya.
"251218," jawabnya dan sukses membuatku terkejut. Itu adalah tanggal jadian kami. Lagi-lagi rasa bahagia menjalar dihatiku sampai aku tersenyum malu padanya.
Melihat tatapan Nako yang tajam aku segera menekan tombol dengan angka jadian kami kemudian pintu terbuka dengan sendirinya. Nako masuk, kembali menutup pintu dengan kakinya. Sebenarnya, aku bisa jalan tapi Nako tetap bersikeras ingin menggendongku. Dia mendudukkan aku di sofa, lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Aku menghela napas, sejak tadi aku merasakan perasaan senang. Sepertinya, aku menemukan secercah harapan pada Nako. Entah kenapa aku sangat yakin jika dia juga mencintaiku. Terbukti dengan Nako mengakuiku di depan ayahnya, jika aku adalah kekasihnya. Lamunanku tersandar saat Nako duduk disampingku dengan kotak P3K yang ia ambil dari dalam kamar.
"Aku obatin." Tanganku segera merampas kotak P3K dari tangannya. Luka di sudut bibirku tidak seberapa di banding dengan luka memar dan robek di wajah Nako. Entah berapa kali James memukul Nako, aku tidak tahu.
"Luka lo dulu." Nako beralih merampas kotak itu dari tanganku.
"Luka aku kecil, gak seberapa. Jadi luka kamu lebih penting," balasku dan mengambil kembali kotak itu dari tangannya. Selanjutnya Nako menghela napas kasar. Dia tampak pasrah dan tidak melawan.
Sambil mengeluarkan kapas dan alkohol aku melirik sekilas pada Nako yang sudah bersandar di sofa, kepalanya mendongak ke atas menatap langit-langit apartemennya. Nako sepertinya tidak merasakan sakit sama sekali di wajahnya.
"Sakit?" tanyaku saat perlahan menempelkan kapas pada area luka Nako di sudut bibirnya. Nako menggeleng pelan, membuatku fokus membersihkan lukanya. Lalu memberi sedikit obat merah pada luka robek di pelipisnya. Sepertinya, luka robek ini di dapat dari pecahan kaca. Saat jarak wajahku dan wajah Nako sangat dekat membuat aku sedikit gugup karena Nako terus mengawasiku.
"Udah, besok pasti sembuh," seruku tersenyum hangat padanya. Dia masih menatapku. Aku salah tingkah, jantungku berdetak dengan tempo cepat.
"Kenapa lo harus lindungin gue tadi?" tanyanya sambil mengambil alih kotak dari atas pahaku, membawa ke paha kirinya.
"Karena kamu yang aku punya, aku gak mau kamu kenapa-napa," jawabku jujur. Itulah kenyataannya bahwa aku hanya mempunyai Nako tidak ada yang lain. Aku melihat Nako sudah mengambil kapas beserta obat merah dari dalam kotak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA
Teen FictionSUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA INDONESIA DAN TOKO BUKU LAINNYA Warning ⚠ Cerita ini mengandung adegan romance, kekerasan, kata-kata kasar, baper, bikin kalian sesak napas. Asmaraloka : Dia adalah gadis beasiswa yang beruntung memilik...