Part 8

23.1K 1.4K 25
                                    

"Bunda?" panggil Nana pada Izel yang tengah mengusap pelan pipinya. Sekarang, Nana tengah menyandarkan kepalanya dibahu sang bunda dan menemaninya untuk menonton tv.

"Kenapa kak? Lagi mau sesuatu?"

"Ngga kok, Nana cuma pengen tanya bunda tentang sesuatu," Nana melempar tatapannya pada Izel yang dijawab anggukan oleh bundanya, "kamu bebas nanyain apa aja sama bunda kak, pasti bunda akan jawab sebisa bunda."

"Termasuk soal ayah, bun?"

Setiap lawan bicaranya membahas Andra, jantung Izel langsung berdegup kencang. Dengan cepat ia samarkan oleh senyum tipisnya, "apa yang pengen kamu tanya soal ayah?"

"Ayah itu orangnya kayak gimana sih bun?"

"Emm ayah kamu itu orangnya baik, tampan, perhatian, penuh kejutan, lembut, humoris, penyayang. Apalagi ya?" Izel menggaruk dagunya yang tak gatal seolah sedang berpikir.

"Kalo gitu, apa alasan kalian berdua bercerai? Sedangkan sifat ayah yang barusan bunda bilang semuanya baik ngga ada jeleknya."

Izel menghela napas pelan lalu membetulkan anak rambut yang ada di dahi Nana, "sayang, disetiap perpisahan kita dengan seseorang, kita harus ingat sifat-sifat baiknya orang itu. Ya walaupun akhir dari hubungan itu ngga baik, tapi setidaknya dihati kita ngga ada dendam."

"Jadi menurut bunda ayah ngga jahat?" Izel mengernyitkan dahinya, "jahat?"

"Kalo menurut Nana ayah itu jahat bun. Ayah tega pergi gitu aja dan ngga pernah muncul atau sekedar dateng buat nemuin aku sama Jino."

Izel kini diam tak menjawab, ia hanya ingin mendengarkan apa yang ingin anak perempuannya katakan.

"Waktu aku sama Jino masih kecil, nanya dimana ayah dan kapan dia bakal pulang, bunda selalu jawab dan bilang kalo ayah bakalan dateng dan meluk kita, meluk aku sama Jino. Tapi sampe sekarang, sampe aku udah segede gini, ayah ngga pernah munculin dirinya bunda."

Mata Izel berkaca-kaca. Memang benar, ia dulu selalu bilang pada anak-anaknya dan membuat mereka percaya kalau Andra akan kembali dan mengajak mereka bermain. Ia hanya membuat alasan dan mengulur-ngulur waktu sampai Andra benar-benar muncul kembali.

"Kakak marah sama bunda?"

"Awalnya iya. Dulu aku ngerasa kalo bunda udah bohongin kita, dulu aku ngerasa bundalah yang misahin ayah dari kita, bunda ngga mau aku sama Jino ketemu ayah. Tapi makin kesini, aku baru sadar kalo ternyata ayahlah yang jahat bun. Ayah ngga pernah ada di masa-masa saat aku sama Jino butuh sosok dia. Sampe aku sempet mikir, apa dulu pas masih kecil aku ngelakuin kesalahan yang bikin ayah marah dan ngebuat dia ngga mau nemuin aku lagi? Kalo iya, apa ayah ngga bisa maafin aku aja karena aku belum ngerti apa-apa waktu itu? Kenapa ayah ngga hukum aku aja, tanpa harus pergi dan ninggalin kita sampe sekarang bunda?"

Izel merasakan kedua tangan Nana yang bergetar, ia juga melihat tatapan sendu anaknya yang jarang sekali bahkan hampir tak pernah ditunjukkannya.

"Nana ngga tau kayak gimana ayah yang sebenernya bun. Nana sama sekali ngga mengenal sosok ayah, di memori kepala aku ngga ada satupun kenangan atau moment bareng dia yang bisa aku inget."

Nana memang benar, jelas ia tak akan mengingat ayahnya, karena saat Izel bercerai dengan Andra usianya baru satu tahun, masih sangat kecil.

"Boleh Nana minta permintaan sama bunda?"

Dengan air mata yang telah membasahi pipinya, Izel tetap mengangguk dan tersenyun, "apa kak?"

"Kalau seandainya suatu hari ayah dateng nemuin kita. Aku minta bunda jangan maksa aku buat bisa nerima dia."

BONANZA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang