Izel terus mendekap tubuh Nana dengan erat, menyalurkan kekuatan pada tubuh rapuh anaknya yang diiringi tangis pilu yang menyayat hati.
"Bunda..."
"Sayang, hei. Liat bunda. Serahin semuanya sama dokter ya? Kita cukup berdoa buat keadaan Fares sekarang."
Dalam hati, Nana merutuki ucapannya tadi saat malah menyuruh Fares untuk pergi selama-lamanya. Semua yang keluar dari mulutnya semata-mata bentuk rasa rindu bercampur kecewa yang masih tersisa menjadi satu didalam hatinya.
CEKLEK.
Nana dan Izel mengurai pelukan mereka, serta Yuna yang semula duduk, mengubah posisinya menjadi berdiri saat ketiganya melihat dokter baru saja keluar.
Hembusan napas dokter lelaki itu membuat degup jantung Nana berubah cepat dan tak karuan, apalagi saat mendengar dokter tersebut menghembuskan napas beratnya.
"Maaf--"
"Dok, dia baik-baik aja kan dok? Dia masih hidup kan dok? Tolong, jangan biarin dia kenapa-napa dok. Dokter lakuin apapun asal bisa ngebuat dia baik-baik aja. Saya mohon." kedua pergelangan Nana saling bertautan sambil mata kosong nya memandang sang dokter nanar.
"Syukurlah, detak jantung pasien kembali normal. Pasien hanya mengalami syok karena benturan dikepalanya, tapi sekarang keadaanya sudah membaik karena dia sudah melewati masa kritisnya. Jadi tak perlu khawatir untuk itu."
"Se--serius dok? Anak saya baik-baik aja di dalam?"
"Betul bu. Kemungkinan pasien bisa siuman dalam waktu dekat, namun apabila telah siuman, tolong jangan memaksa pasien untuk banyak berbicara, biarkan dia beradaptasi dengan keadaan dan kondisinya. Ada yang mau ditanyakan lagi?"
Ketiganya menggeleng pelan lalu dokter itupun pamit undur diri.
Hembusan napas lega terdengar dari Nana, Izel maupun Yuna yang tadi dibuat kalut. dan takut luar biasa.
"Kak, muka kamu pucet? Udah makan kan tadi sama Jino?"
Nana mengangguk pelan, ia lebih memilih untuk berbohong, karena jika Izel tau dirinya belum makan, maka Izel pasti akan memaksanya untuk makan, dan sekarang Nana masih tak punya napsu untuk itu.
Dari posisinya, Nana bisa melihat dua orang yang tengah berjalan mendekat kearahnya, dengan salah satu orang menaiki kursi roda yang didorong oleh pria paruh baya dibelakangnya.
"Gendis?" Yuna bertanya sambil menghampiri Gendis yang tengah duduk dikursi roda.
"Tante, Fares dimana? Kenapa dia bisa kecelakaan, tante?" Nana bisa melihat raut khawatir dari wajah pucat pasi Gendis sambil menatap Yuna.
"Fares di dalem. Kalo untuk penyebab kecelakaannya tante kurang tau pasti. Yang jelas dia nyetirnya ngebut kalo menurut saksi mata yang ada disana."
Gendis menutup wajahnya yang telah dipenuhi airmata.
Lelaki dibelakangnya yang bisa Nana tebak sebagai papanya Gendis mengusap pucuk kepala anaknya dengan lembut.
Setelah Gendis selesai dengan tangisnya, perempuan itu mengangkat kepalanya hingga mendongak dan tatapannya mengunci mata Nana yang sedari tadi juga masih memperhatikannya.
"Tante, Gendis mau nikah sama Fares setelah nanti dia sembuh."
Nana mendengus mendengar ucapan Gendis yang menurutnya sangat halu, apalagi tatapan keduanya masih belum saling melepaskan.
Yuna yang bingung harus merespon apa langsung melihat mata papa Gendis, "mohon maaf pa. Apa--"
"Ya, saya mau menikahkan anak saya dengan anak anda."
KAMU SEDANG MEMBACA
BONANZA [Completed]
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE] Family Series : 2nd Disarankan membaca cerita GRIZELLE terlebih dahulu. -- Bonanza Dandil Dimitri, anak sulung dari pasangan Gavandra Adilhaq Dimitri dan Grizelle Danisya Roger yang merupakan gadis pemberontak...