Part 32

18.8K 1.2K 63
                                        

Nana menghiraukan beberapa panggilan dan chat masuk dari Gio yang mengajaknya untuk pulang bareng. Bukannya marah, Nana hanya sedang tak mood untuk bertemu siapapun setelah kejadian di UKS tadi. Ia lebih memilih untuk pulang sendiri dan mampir ke rumah seseorang.

Bagaimanapun, Nana merasa tak enak hati pada Gendis karena sikap Fares yang terang-terangan tadi. Jika jadi Gendis, mungkin Nana akan menjambak rambut Fares atau mencubit cowok itu habis-habisan karena telah membuatnya cemburu.

Tapi masalahnya, wajah tenang Fares lah yang membuatnya makin kesal. Cowok itu selalu bersikap seenaknya tanpa pernah peka terhadap perasaan orang lain.

"IH!" Nana melemparkan botol parfume yang digenggamnya dengan kesal.

"PARFUME GUE ANYING!" teriak seseorang yang langsung memungut botol kaca parfume-nya dengan tatapan sendu. Lalu kemudian tatapannya berubah menjadi marah saat melihat sipelaku.

"Lo kalo lagi kesel, bisa ngga sih jangan ngerusak barang-barang gue?! Udah banyak tuh barang gue yang lo rusak tolol!"

Nana mengerucutkan bibirnya, "yaampun Han, lo lupa? Gue selalu ganti barang-barang lo yang gue rusak! Jadi ngga usah ikut-ikutan marah dong!"

Jihan memijit pelipisnya. Jika sudah seperti ini, ia menyesal telah menyetujui Nana untuk datang kerumahnya. Harusnya tadi Jihan berpura-pura bilang sedang tak berada dirumah saat Nana menelponnya. Penyesalan yang serupa sering terjadi pada Jihan sebelumnya dengan kasus yang sama.

"Lagian lo kenapa sih, Na? Apa yang lo keselin?"

"Ngga tauuuuuu. Gue gregetan!" Nana berteriak sambil kedua tangannya terkepal dan kakinya dihentak-hentakan di lantai.

"Gila lo!" Jihan tak peduli, ia lebih memilih berbaring di ranjang empuknya sambil memainkan ponsel. Hal itu lebih menarik daripada harus naik darah melihat Nana yang selalu bersikap menjengkelkan.

"Jihan! Gue lagi kesel lo malah enak-enakan baringan! Temen macam apa lo, anjing?!"

Nahkan?

Jihan memang selalu kena sasaran kekesalan Nana yang tak beralasan. Namun Jihan yang memang sudah kebal, tetap memilih diam tak menghiraukan. Jihan menganggap suara Nana seperti kicauan burung atau hembusan angin yang sekali lewat.

"JIHAN! IH, GUE CEKIK YA LO!" saat Nana hendak melingkarkan tangannya dileher Jihan, Jihan langsung mendorong tubuhnya. Ia memelintir tangan Nana hingga lengan Nana terkunci dan tak bisa melawan.

"Kalo bukan temen gue, udah gue gantung lo ditiang listrik Na, Demi Tuhan," ucapnya dengan kesal. Namun kemudian melepaskan cekalannya.

"Kita balapan aja yuk?" ajak Nana dengan wajah berubah sok imut. Nana mengajak balapan seperti mengajak jajan permen di warung depan.

"Ogah, males gue!" jawab Jihan yang hendak kembali berbaring.

"Ayolah Han, gue ngalah deh kali ini. Jadi lo bisa menang atas dasar keikhlasan gue."

Mulut Jihan terbuka, ia hendak melemparkan hujatan pedasnya pada Nana, namun diurungkannya. Jihan lebih memilih mengatur napasnya lalu tersenyum paksa, "gue ngga semenyedihkan itu. Jadi lo ngga perlu ngikhlasin kemenangan buat gue!"

"Bodo amat! Gue ngga mau tau, kita balapan sekarang juga!"

"Yaudah lo balapan aja sendiri. Orang motornya cuman satu! Kan waktu itu motor lo juga dapet minjem."

Bibir Nana yang hendak cemberut berubah menjadi seringaian kecil yang membuat Jihan menjadi aneh, "kata siapa ngga ada motor? Gue bisa pinjem motor balap Jino kali ini."

BONANZA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang