Part 51

20.3K 1.3K 299
                                        

CEKLEK.

"Kak, bang Fares kecelakaan."

"APA? Jangan becanda dek," bukan Nana yang menjawab, melainkan Izel yang baru saja melewati kamar Nana menghampiri Jino.

Sedangkan Nana hanya diam sambil terus memainkan ponselnya, walaupun Jino melihat kalau tubuh kakaknya sempat menegang karena terkejut.

"Iya bun. Bang Fares kecelakaan tadi malem dan barusan Jino dapet kabar dari pihak rumah sakit Sentra Medika."

"Astaga. Yaudah kita pergi kesana ayok! Kamu izin dulu ngga sekolah bisa dek?"

"Bisa bun, hari ini banyak jamkosnya."

Izel mengangguki Jino lalu masuk kekamar Nana dan menghampirinya, "kak? Ayok!"

Nana menghembuskan napas berat, "Nana ngga ikut. Bunda sama Jino aja."

Izel dan Jino saling melempar pandangan. Jino lalu mengangguk, mengintruksi Izel agar jangan memaksa Nana.

"Bener ngga mau ikut?"

Nana mengangguk.

"Yaudah bunda sama Jino ke rumah sakit dulu ya. Kalo kamu mau berangkat sekolah, sarapannya udah bunda siapin."

Izel keluar dan menutup pintu dan pergi kekamarnya untuk bersiap. Hal yang sama dilakukan oleh Jino.

Sedangkan Nana menaruh ponsel yang sedari tadi digenggamnya disamping ranjang. Nana mengusap wajahnya dengan kasar. Menepis suara suara yang menyuruhnya agar ikut beranjak dan pergi bersama bunda dan adiknya.

Tak akan.

Nana sudah berjanji untuk tak lagi peduli pada sosok yang Jino bilang mengalami kecelakaan.

Nana lebih memilih untuk mandi dan bersiap pergi ke sekolah karena Gio akan menjemputnya.

Setelah siap dengan seragam dan tete bengek perlengkapan sekolah, Nana keluar dari kamar dan turun ke meja makan yang mana keadaan rumah sudah sepi, artinya Izel dan Jino sudah pergi.

Nana memakan rotinya tak berselera, sata gigitan ketiga, suara bel rumahmu berbunyi dan Nana langsung mengakhiri sarapannya.

"Udah siap?" tanya Gio tepat saat Nana membuka pintu.

"Udah, ayok." tak ada senyuman seperti biasa yang Gio lihat dari wajah Nana. Namun Gio tak ingin terlalu memikirkan itu.

Setelah sampai disekolah, Nana langsung memasuki kelasnya dengan perasaan tak menentu.

Bahkan sapaan teman-temannya tak digubris oleh Nana, termasuk Niken dan Zidny yang sedari tadi mengajakanya mengobrol tak Nana hiraukan.

Sampai mata pelajaran kedua dan waktu istirahat baru saja tiba, otak Nana dipenuhi oleh wajah Fares saat pertemuan terakhir mereka yang membuat Nana tak fokus selama belajar.

Sialan!

Nana meraih tasnya dan berlari meninggalkan kelas, teriakan Niken maupun Zidny yang bingung hanya dianggap angin oleh Nana.

Nana menyetop taksi untuk menuju rumah sakit yang Jino bilang tadi.

"Rumah Sakit Sentra pak. Agak cepetan ya, saya buru-buru." ucap Nana pada sang supir saat dirinya memasuki mobil dan duduk.

Supir itu hanya mengangguk. Dan taksi yang Nana naiki akhirnya sampai setelah menempuh waktu hampir empat puluh menit karena sempat terkendala oleh macet.

Nana berlari di koridor rumah sakit untuk menghampiri meja resepsionis dengan napas terengah-engah, "sus, pasien atas nama Faresta."

"Ah ya, sebentar ya kak." suster tersebut mengecek daftar pasien di komputer, "pasien atas nama Faresta Bratadikara baru saja dipindahkan ke ruang rawat inap cendana dilantai lima, nomor kamar seratus empat kak. Ja--"

BONANZA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang