New Story #48

452 69 9
                                    

Keesokan harinya.

Damar melangkah menuju ke sebuah gereja di dekat butik milik Angel. Laki-laki itu menggenggam sesuatu ditangannya dan merasa harus menyerahkan kepada pemilik aslinya.

Saat sedang latihan renang. Damar menemukan kalung berliontin salib dengan inisial huruf D di dasar kolam. Ia langsung memikirkan Daniela setelah menggenggam kalung tersebut selama kurang-lebih tiga hari ke belakang. Maka dari itu hari ini ia memutuskan untuk mengembalikannya.

Tapi sayangnya Daniela tidak ada di sana, lebih tepatnya Damar memang belum berani untuk melangkah memasuku tempat ibadah yang agak berbeda arah dengan keyakinannya itu. Akhirnya ia memilih untuk menunggu di teras luar saja, tepat di depan pintu masuk.

Banyak jemaat yang berlalu-lalang keluar dan masuk ke dalam sana, tapi kenampakan Daniela belum kunjung terlihat. Hingga, seorang biarawati menghampiri Damar karena mungkin telah melihatnya ada di sana selama kurang-lebih satu jam. "Selamat siang."

Damar terkejut menyadari ada yang menyadari kehadirannya. Ia langsung berdiri tegap, "Selamat siang Ibu. Saya menganggu yah?"

"Oh, nggak. Saya malah melihat kamu sedang bingung dari kejauhan, maaf memata-matai, tapi siapa tahu saya bisa membantu? Makanya saya kemari menghampiri." Kata biarawati tersebut.

"Saya mencari Daniela. Ibu kenal?" Tanya Damar.

"Daniela." Wanita berpakaian velum atau jubah panjang berwarna hitam ini mengulangi perkataan Damar. "Jemaat di sini memang ada yang bernama Daniela. Tapi, buat apa kamu cari dia?"

Damar langsung memperlihatkan kalung yang sedari tadi ia genggam, "Daniela bilang kalungnya hilang. Gak sengaja saya yang temukan."

"Kamu teman Daniela?"

"Iya, sekelas. Sudah dua tahun sekelas." Kata Damar, memasukan kembali kalung yang sebentar di tatap wanita biarawati itu

"Daniela putri saya." Ucapnya.

Seketika Damar tertegun. Raut wajah kaget langsung terlihat jelas pada detik itu juga.

"Kalung itu awalnya adalah kepercayadiriannya. Waktu hilang Daniela menangis, katanya tidak akan punya harapan untuk berbaik hati dan percaya pada dirinya sendiri lagi. Tapi, ternyata pada kenyataannya ia mampu tanpa kalung itu," jelas orangtua tunggal Daniela ini. "Kalung itu hanya titipan dari saya sebelum memutuskan mengabdi pada gereja. Daniela tumbuh dewasa dengan menjaga dirinya sendiri. Dia gadis yang mandiri."

Damar diam mendengarkan curahan hati seorang ibu yang sedang membanggakan putri tunggalnya ini.

"Di akta keluarga Daniela tidak punya orangtua sama sekali. Nama saya tidak tercantum karena sudah tidak di anggap memiliki putri. Kamu bisa paham kan betapa kuat dan mandirinya dia?"

"Iya, Daniela cewek yang baik."

Wanita biarawati sekaligus ibu kandung yang melahirkan Daniela ini menyuruh Damar untuk masuk ke gereja, "Duduk di dalam. Daniela akan datang sebentar lagi, nanti saya akan suruh dia untuk bawa kamu ke rumahnya. Daniela tidak pernah memperkenalkan temannya sama sekali, saya jadi khawatir dia selalu menyendiri di sekolah. Saya tidak ingin dia seperti saya. Saya ingin Daniela menikah."

Damar ragu untuk melangkah masuk ke dalam gereja katolik tersebut, namun ucapan ibu Daniela soal keinginannya, membuat Damar yakin kalau dirinya bisa membawa gadis itu untuk berubah pikiran. "Iya, saya masuk Ibu. Nanti saya bicara sama Daniela juga kalau Ibu tidak mau dia tidak menikah. Saya paham." Kata Damar. Lalu, melangkah memasuki gereja setelah melihat senyuman lega dari ibu Daniela.

Sampai di dalam, Damar diam kebingungan karena suasana gereja ini terlihat asing dimatanya. Memang tidak jauh berbeda dengan tempat ibadahnya, tapi tetap saja arah ajaran mereka tidak sama. "Ya Tuhan." Gumam Damar, perlahan-lahan menduduki salah satu kursi dan berucap saat melihat ada orang yang membuat tanda salib setelah selesai berdo'a.

Putih Abu! 3 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang