Daniela membenahi barang-barang. Memasukan semua pakaian ke dalam koper. Tak lupa juga membawa kalung salib dan alkitab yang sangat ia sayangi. Tidak ada yang lebih penting lagi dari ini. Ia mempertahankan kepercayaannya meskipun harus membohongi hatinya sendiri. Rasa sayang terhadap agama rupanya lebih besar dari rasa cinta terhadap seorang laki-laki di luar sana.
"Halo, Bu... aku pergi jam tiga sore yah. Ibu ke bandara aja, kita ketemu di sana." Daniela sudah mengambil keputusan bulat akan mengejar mimpinya menjadi seorang ilmuan sains astronomi. Kecintaannya terhadap dunia antariksa membuatnya tidak bisa diam saja di kota kelahiran ini.
Tidak ada yang bisa menahan Daniela lagi. Baik cinta maupun rasa kecewa di hatinya. "Kasih info ke Ibu udah, koper udah semua... oh iya, taxi." Ia sibuk memastikan keberangkatannya lancar. Tak sadar kalau seseorang sedari tadi menunggunya di depan pintu. Hanya berdiri disana tanpa suara.
"Siapa?" Daniela baru sadar melihat bayangan seseorang dari jendela. Ia melangkah ke arah pintu rumah, membiarkan dua koper berjajar di tengah ruangan. Tangannya membuka pintu agak ragu namun sangat penasaran ada siapa di sana.
Ternyata ada Damar. Sedang bersandar sambil menunduk di samping pintu. Keberadaan Daniela tetap membuatnya diam tak berkata apa-apa.
Daniela keluar dari rumah. Menutup pintu walau tahu dirinya tidak bisa menyembunyikan koper itu dari pandangan Damar. Meski sembunyi pun ada Shalu yang telah menyampaikan informasi. "Damar... maaf aku gak sempet ke rumah kamu. Aku takut gak dapet persetujuan. Makanya gini, jadi siap-siap pergi tanpa kasih kabar apapun."
"Kalau gue yang pindah gimana?" Kata Damar.
Daniela tidak paham. Ia terkejut mendengar ada kalimat semacam itu yang keluar dari mulut Damar. "Pindah kemana?" Ia mencoba menatap wajah Damar, tapi laki-laki itu masih menunduk seperti tidak berniat mendongak sama sekali.
"Pindah ke gereja lo." Kali ini Damar mendongak. Matanya sembab, terlihat bengkak seperti habis menangis, bahkan suaranya terdengar sangat lembut dan pelan karena sedang tak bertenaga.
Daniela tertegun. Tatapannya bertemu dengan sepasang mata Damar. "Nggak... aku gak pernah ada niat kayak gitu, Dam. Aku nggak mau kamu lepas kepercayaan kamu... jangan Dam..."
"Terus gimana?" Damar lelah, sudah lama sekali ia memikirkan masalah yang mengganggu hidupnya ini. Sudah lebih dari berbulan-bulan ia memikirkan semuanya. "Kalau kamu gak bisa ikut apa yang aku percaya... biar aku yang ikut sama kamu." Sepasang matanya berkaca-kaca. Setetes airmata tiba-tiba terjatuh membasahi pipi. "Kalau kamu gak mau juga... terus aku harus gimana lagi? Apapun bakal aku lakuin demi orang yang aku sayang... aku gak mau pisah sama kamu."
Keseriusan dan airmata yang Damar perlihatkan membuat Daniela menutup mulutnya. Ia tidak tahu kalau Damar mencintainya sedalam itu.
"Aku sayang sama kamu." Kata Damar bersama airmata yang menetes dari sepasang matanya.
Daniela tidak bisa membendung airmatanya juga. Ia bergerak memeluk Damar. Rasa bingung dan ragu mulai muncul lagi. Semakin lama semua ini semakin membingungkan untuk dipikir kembali.
Mendapat dekapan hangat dari Daniela, sejenak berhasil melegakan hati Damar. Setelah ini hanya dapat berharap kalau Daniela mau mengubah pemikirannya kalau cinta tidak bisa dihalangi oleh apapun termasuk kepercayaan yang telah mereka pegang erat sejak dilahirkan ke dunia.
###
Libur semesteran kembali berlangsung. Theo, Thea, dan Ralin tentu saja harus pulang dan beristirhat sejenak dari tugas yang menumpuk.
"Astghfirullah..." Ralin memiliki masalah lagi dengan mensturasi. Kali ini terlambat dua bulan, lebih parah dari kejadian di tahun sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Abu! 3
Teen Fiction"Ini adalah cerita anak-anak kami, yang entah mengapa cepat sekali beranjak dewasa... hingga tak terasa telah mengenakan seragam yang pernah kami kenakan─ putih abu" present by: (keturunan) nct dream note: Putih Abu! 3 - New Story adalah series tera...