New Story #57

402 52 35
                                    

Chenle membelalak kaget, "Serius gak?" Bahkan tidak hanya ia yang terkejut, tapi Haechan, Yuhi, Angel, Mark, Maudy, dan Renjun juga menoleh.

"Belum sakit sih, cuma kalau firasat kamu kayak gitu, ya udah... mending kita jaga-jaga ke rumah sakit sekarang daripada panik di sini." Kata Gea.

Chenle langsung beranjak bangun dari bangku, "Iya-iya... ayo kalau gitu kita ke rumah sakit aja."

"Gue ikut Le, biar bapak-bapak aja yang nonton. Kita temenin Gea." Yuhi beranjak juga, bersama Angel, dan Maudy yang kelihatannya khawatir.

Anak-anak yang duduk satu tingkat di bawah orangtua, langsung menoleh saat menyadari ada beberapa yang berdiri. "Mau kemana nih?" Tanya Theo, mewakili tanda tanya dari yang lainnya.

Gea melangkah keluar dari barisan dibantu Yuhi dan Maudy, sedangkan Chenle sibuk membenahi tas dan juga barang-barang sang istri, "Mamih kayaknya bakal lahiran hari ini, Bang." Tuturnya.

Anak-anak terkejut dan panik juga, "Ih, ya udah, ya udah, cepetan ke rumah sakit." Terutama Thea, membuat para ayah tertawa di sana.

"Ya itu juga mau ke rumah sakit, Yya." Ujar Mark.

"Hati-hati, Tante." Pesan Shalu, kepada Angel yang juga masih berbenah diri sebelum pergi.

"Iya, kalian di sini sama bapak-bapak yah... kalau ada apa-apa atau kalau mau jajan, minta aja sama mereka." Angel berkata dengan mudahnya sambil meninggalkan jajaran bangku, membuat Chenle langsung tertawa di sampingnya.

"Dih, lah..." Keluh Haechan. Sekarang hanya tinggal bertiga saja bersama Renjun dan Mark yang mulai merapat berpindah kursi ke dekatnya.

Permainan dimulai, Gea meninggalkan ruangan. Mata Altav memang sempat melihat pemandangan tersebut, namun tidak bisa melakukan apa-apa karena sedang bertanggungjawab di posisinya.

***

Chenle bersama Angel, Maudy, dan Yuhi sudah sampai di lobi, namun Gea menginginkan untuk istirahat sebentar karena perutnya mulai keram.

"Gue ambil aja mobilnya ke sini deh ya, kalian tunggu di sini." Chenle memiliki ide, membuat yang lain langsung setuju, ia pun segera berlari sekencang mungkin menuju parkiran.

Gea duduk di kursi depan lobi utama sekolah. Yuhi mengipasinya dengan tangan karena paham bagaimana gelisah dan tidak enaknya tubuh Gea saat ini, "Namanya udah dipikirin, Ge?" Tanyanya.

"Udah, alhamdulillah dari masih empat bulan juga udah dipikirin." Kata Gea, sambil bersandar di pundak Maudy, "Susah banget nyambungin gelar Cut di depannya sama nama yang gue mau."

"Cut? Oh, iya, kalau cewek pakainya Cut yah?" Angel baru ingat, ia bergerak membantu Gea menyeka keringat di pelipis dahinya dengan tisu.

Gea mengangguk.

"Emang kalau gak dipake, gak boleh?" Tanya Yuhi, tidak mengerti bagaimana ketentuannya.

Kali ini Gea menggeleng, "Gak boleh... kakeknya Chenle marah pas gue tanya kayak gitu Hi," ia mencoba menjelaskan walau tubuhnya terasa makin tidak enak saja, "Teuku sama Cut itu wajib dipake buat keturunan darah bangsawan nenek moyang mereka. Kalau di Aceh, itu tuh buat tanda supaya orang lain hormat sama keluarga mereka... eh, kok, mereka? Maksudnya keluarga besar Chenle, turun temurun harus pake, gitu."

"Aduh, dasar darah bangsawan." Kata Maudy.

"Terus gimana? Dapetnya apa?" Tanya Angel.

Gea terduduk tegap, "Cut Ammybeth Faradisa... artinya perempuan terhormat yang datang dari surga."

"Anjay..." Sahut Yuhi, otomatis.

"Hahaha, cakep banget astaga... ini gue yakin Ammy bakal jadi cewek anggun, kelas atas, tapi imut gitu karena lo otak-atik terus." Kata Angel.

Putih Abu! 3 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang