New Story #50

459 65 34
                                    

Thea mematung mendengar ucapan Rio yang entah tanpa sadar atau memang dalam keadaan sadar namun sebesar itu rasa sayangnya.

Keadaan seketika canggung lagi. Hingga, Rio pun memilih untuk buka suara soal seleksi olimpiade yang ia lewatkan hari ini. "Yya, sebenarnya hari ini ada seleksi wakil olimpiade debat. Gue ngundurin diri karena gak bisa ikut seleksi." Ujarnya, jujur.

Thea pun tentu saja terkejut, "Ih! Kok lo gak bilang sih?" Ia sampai duduk tegap karena kaget sekali, "Kirain gue gak ada acara apa-apa hari ini. Kalau tahu ada seleksi yah nanti aja makannya... Ih Rio lo gimana sih itu kan setahun sekali, masa lo gak ikut tahun ini? Mau tahun kapan lagi? Kelas dua belas pasti bakalan sibuk sama simulasi buat ujian nasional." Panjang lebar ia mengomel.

Rio langsung tertawa mendengarnya, "Hahaha... gak apa-apa kok, kata guru yang seleksi, gue bisa nyusul penilaian besok sama Dion. Tenang aja, tadi cuma lagi nge-prank lo hahaha..."

Thea menghela nafas setelah sempat terkejut dan panik sekali karena mengacaukan jadwal kegiatan Rio, "Parah ih. Seharusnya lo bilang aja kalau sibuk." Gumamnya. Menyesal tidak bertanya terlebih dahulu sebelum mengajak Rio.

"Nggak Yya, mau sesibuk apapun... Lo tetep jadi sesuatu yang paling gue utamain." Kata Rio. Sekarang mulai terang-terangan lagi atas perasaannya.

Thea jadi semakin tidak enak karena laki-laki itu sangat mengutamakan dirinya, padahal ia tahu Rio sudah belajar giat untuk olimpiade. Ia juga tahu kalau Rio sangat berpengaruh di tim basket utama sekolah. Kalau lain kali ia mengacaukan jadawal Rio lagi, mungkin saja yang mengomel bukan hanya dirinya sendiri lagi, tapi seantero sekolah yang sangat mengandalkan Rio.

"Lain kali kalau emang ada acara bilang aja sama gue. Biar gak gini lagi... Gue jadi ngerasa gak enak." Kata Thea, mengutarakan perasaannya yang mungkin saja akan dipahami oleh Rio.

"Nggak Yya, gak apa-apa. Jangan ngerasa gak enak." Tapi, Rio tetap saja tidak ingin Thea merasa bersalah. "Gue itu tipe orang yang lebih ngutamain kegiatan yang gue suka. Yah, karena di antara latihan basket, seleksi olimpiade, atau jalan sama lo... Ya jelas gue lebih suka jalan sama lo. Jadi, gue gak nyesel ninggalin yang lain."

Thea bungkam, pipinya merona. Seumur hidup belum pernah ada yang mengutamakan dirinya hingga sedetail itu. Menyenangkan sekali bisa jadi orang yang paling berpengaruh bagi hidup orang lain. Pikir Thea, lalu tersenyum.

"Kalau sampai malam nggak reda-reda... Gue anterin pulang pakai mobil aja yah, jangan sampai lo kehujanan, nanti sakit." Kata Rio, perhatian.

"Oke, makasih." Thea pun langsung menyahut semangat dengan senyuman manis di bibirnya.

Kali ini pipi Rio yang merona.

###

Pukul 17.32 petang.

Theo mendapatkan pesan dari sang adik soal keberadaannya saat ini. "Hahaha..." Ia langsung tertawa mengetahui Thea sedang berteduh di rumah Rio. Tanpa basa-basi lagi ia mulai keluar dari kamar untuk memberitahukan informasi.

Haechan terlihat belum ada di rumah karena masih berada di kantor. Maka dari itu, Theo memberikan ponsel-nya kepada Yuhi yang sedang sibuk menghangatkan makan malam di dapur, "Bang, gue neduh di rumah Rio yah... Kalau udah reda lo jemputin takut tambah ngerepotin dia." Yuhi membaca pesan dari putrinya tersebut.

"Nah, Mama simpulin sendiri deh. Abang juga tahu pemikiran kita pasti sama." Kata Theo sambil membawa ponsel-nya menuju ruang tengah.

Yuhi memasukan ayam balado ke dalam mikerowave, "Huh... Ya udah biarin aja, lagian mereka juga gak bakal langsung jadian baru satu kali jalan. Mama percaya sama Rio." Gumamnya.

Putih Abu! 3 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang