New Story #55

533 79 52
                                    

Damar memasuki cafe Ammyroll.

"Ih, Mamih Gea bilang lagi ada arisan keluarga tapi kok Damar ke sini, Dan?" Tutur Ica.

Daniela yang sedang meracik kopi, mendongak. Matanya langsung bertemu dengan sepasang mata Damar yang entah mengapa langsung membuat jantungnya berdebar. "Itu berarti kamu lagi jatuh cinta. Aku pernah kalau gak sengaja tuker mata sama Aro..." Ucapan Shalu tiba-tiba terngiang di telinganya.

"Mau pesan Daniela... Boleh?" Ucap Damar.

Bimo dan Ica langsung tertawa, sedangkan Daniela merona.

"Boleh dong. Tapi tolong dijaga yah, mudah rapuh soalnya." Kata Ica, meledek.

Daniela tetap fokus meracik kopi. Ia mencoba tidak peduli padahal Damar sudah menunggunya di depan meja kasir. "Nomor tujuh... Ice americano." Ia memanggil pelanggan yang akan membawa pulang pesanan.

"Udah. Kamu samperin Damar dulu sana... Ini bisa kita urus." Tutur Bimo, sangat mengerti.

Daniela menghela nafas sambil melepas apron. Ia keluar dari balik meja barista dengan raut wajah lelah dan tidak mengerti apa-apa termasuk perasaannya sendiri. Bahkan, ia juga melangkah melewati Damar untuk keluar dari cafe lebih dulu.

"Ih, dia kenapa Bim? Ngambek?" Ica khawatir. 

Damar buru-buru menyusul Daniela. Ia juga khawatir seperti Ica.

"Kenapa sih? Aku kenapa?" Daniela sedang emosi, tapi tetap saja terlihat lembut.

Damar jadi tersenyum, tidak paham kalau Daniela sebenarnya sedang benar-benar marah dan ingin berteriak. "Mau gue balikin liontin D punya lo itu... Tugas gue udah selesai." Ujarnya, lalu melangkah mendekati kendaraan dan duduk di sana sambil menyerahkan liontin tersebut.

Daniela mematung.

"Kata Shalu lo mau kuliah di Sumatera. Udah mulai buka rekening juga. Gue jadi yakin kalau selama ini lo benar-benar berubah..." Damar menjelaskan alasan kenapa ia mengembalikan liontin yang sempat ia tahan. "Kemarin gue ketemu sama ibu lo... Dia senang dan makasih banget ke gue, tapi gue malah merasa lo berubah ini bukan karena gue." Ia masih menyodorkan liontin huruf D itu.

Daniela masih bungkam dan hanya diam menatap Damar.

"Lo berubah karena lo udah ketemu sama sifat dewasa lo." Damar tersenyum, lalu meraih tangan Daniela dan menaruh liontin huruf D itu di telapak tangan gadis itu. "Selamat! Lo berhasil berani menantang dunia. Semangat! Gue yakin lo bisa dapat prodi sains astronomi."

Senyuman dan perkataan Damar berhasil sekali membuat Daniela berkaca-kaca.  Ia menatap sekilas liontin yang sudah lama tidak dilihatnya itu.

"Oh iya, Shalu mau, gue ajak lo ke acara keluarga. Kebetulan masih sampai malam acaranya." Damar menyerahkan helm. "Ayo. Gue kenalin ke orang-orang yang paling berharga dalam hidup gue." Lagi-lagi ia tersenyum. 

Jantung Daniela semakin berdetak kencang . "Malu... Lagi gak rapih." Ujarnya, ingin menangis. 

"Loh emang harus rapih-rapih? Santai aja. Pernah juga waktu itu kita pakai piyama semua kalau acaranya malam... Lagian ini kan arisan keluarga sama barbeque party pribadi, bukan seminar."

"Yah tapi tetap aja, malu." Kukuh Daniela.

Damar menghela nafas, "Dasar cewek... Padahal udah cantik kurang rapih apa lagi?" Keluhnya.

###

Pukul 15.53 sore.

"Nah, gini dong... Kan lengkap kalau ada Aro." Kata Ana.

Putih Abu! 3 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang