New Story #62

500 64 94
                                    

Acara dimulai. Pertama-tama diawali oleh sambutan dari kepala sekolah, kepala pusat departemen komite, dan ketua osis untuk terakhir kalinya sebelum lengser.

Dilanjutkan dengan bimbingan konseling yang membacakan murid-murid peraih SNMPTN. Terdiri dari dua puluh satu murid termasuk Altav, Damar, Rio, Daniela, dan Aro, sedangkan nama Shalu tidak disebutkan karena meraih beasiswa dari SBMPTN.

"Alhamdulillah, Aro juga almet kuning, No." Renjun tidak percaya, ia bangga sekali pada anak-anak.

Jeno tak kuasa berkometar, hanya tersenyum.

Angel mengangguk, "Emang Ren, orangtua yang baik adalah orangtua yang sukses mendidik putra-putri mereka sampai menjadi penerus yang punya masa depan cerah. Gue bangga jadi diri gue, bisa membesarkan Damar sampai lolos masuk ke Udayana sekali gas lewat SNMPTN."

Mark menggenggam tangan Angel, sepasang matanya masih menatap ke panggung. Ia bangga melihat Damar tersenyum bahagia di depan sana.

"Ah, apa gue bilang, Jel... generasi milenial tuh bakal jadi orangtua paling baik sedunia. Nih, liat kan buktinya sendiri. Tanpa maksa, tanpa ini-itu, anak-anak udah bisa dan paham sendiri apa yang baik buat masa depan mereka." Maudy bangga.

"Iya, gue gak nyesel lahir jadi diri gue. Ternyata gue orangtua yang baik yah." Gea tidak percaya.

Ana senang, sejauh ini tidak ada hal buruk yang menimpa ia dan sahabat-sahabatnya. "Sekarang sadar kan? Kalau apa yang kita lakukan di masa lalu, bisa berdampak besar buat anak-anak kita di masa depan." Ia berkaca-kaca, terharu karena mampu menjadi orangtua yang baik dan benar.

Jeno merangkul Ana, meskipun ada Gavin dalam pangkuannya. "Iya, makasih udah jadi ibu yang baik buat Shalu... makasih ibu-ibu. Anak kalian gak bakal bisa sampai sini kalau bukan karena kalian yang selalu paham dan menjaga mereka."

"Nggak ih, bapak-bapak juga penting tau." Maudy menyeka tetes airmatanya dengan tisu. Lalu, bersandar di pundak Renjun yang merangkulnya.

Selepas acara di selesaikan, anak-anak langsung memeluk orangtua mereka dengan erat. Betapa sulit dan bahagianya bisa sampai di titik ini.

Rio sampai menangis dalam dekapan Maudy. "Makasih Mah, Rio sayang Mama..." Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Sudah di sekolahkan dan dibimbing hingga berhasil adalah hal terindah yang pernah ia dapatkan dari orangtuanya.

Altav berkaca-kaca, tidak bisa meneteskan airmata seperti Rio entah mengapa, tapi yang pasti ia bersyukur memiliki orangtua sukses yang tidak pernah membuatnya kekurangan walau sedetik pun.

Damar sama, pada kenyataannya anak laki-laki tetap sulit meneteskan airmata meski mereka menginginkannya. "Dad... thankyou." Ia sudah berkaca-kaca, matanya sampai memerah, tapi tetap tidak bisa menangis deras seperti Rio. "Mom, jangan kecewa sama Damar yah... abis ini Damar bakal ninggalin rumah, tinggal pisah sama Mommy."

Angel menangis, "Iya sayang, Mommy paham." Ia memeluk Damar dengan erat dan penuh kasih sayang.

"Jangan pada nangis..." Shalu menangis deras.

Jeno langsung meraih tubuh Shalu, memeluknya. "Gapapa, boleh nangis, Sha." Ia mendekap Shalu dengan erat dan mengecup pucuk kepala juga.

"Tau ih, masa gitu aja nangis." Kata Ana, padahal sedari tadi sudah menteskan airmata. Gilirannya memeluk Shalu dan mendekapnya erat-erat. "Sehat-sehat yah... semoga hari-hari ngampus sama Aro bikin Shalu semakin bahagia dan nggak harus mencemaskan apa-apa lagi." Tuturnya.

"Iya, hiks... maafin Shalu yang dulu yah, Ayah, Ibu. Shalu ngerepotin terus, banyak sakit-sakitnya."

Jeno menggeleng, begitupula Ana. "Nggak, Shalu gak pernah ngerepotin Ayah atau Ibu. Shalu itu harta paling berharga dan sumber kebahagiaan hidup kita. Jangan pernah mikir gitu lagi, Oke?"

Putih Abu! 3 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang