Klontang-klonteng!
Sudah satu minggu lamanya Daniela bekerja di cafe milik keluarga Altav. Setiap pulang sekolah ia langsung bergegas berdiri di balik meja barista dan meracik menu terbaik untuk para pelanggan.
"Bisa?" Di sisinya selalu ada Bimo yang juga masih bertugas memperhatikan kinerja Daniela yang baik dan bisa dipertahakankan di sana. "Oke, sip."
"Dan, americano dua." Sedangkan di depan mesin kasir ada Ica yang juga baik hati dan tidak pernah menyerahkan menu berat kepada Daniela, seolah mengerti kalau pegawai ini belum menguasainya.
"Oke, americano." Daniela giat dalam menghafal racikan tiap menu, namun ada beberapa yang tidak bisa ia kuasai karena terlalu rumit dan butuh timbangan untuk menakar tiap komponen. "Americano." Tapi, kalau untuk menyajikan menu yang ringan ia adalah yang paling cepat dan gesit karena sangat menyukai cara kerja mesin kopi.
Pukul 18.35 petang, Bimo selalu mengakhiri jam kerjanya karena punya tanggungjawab di cafe lain. Jadi, setiap setelah itu Daniela akan berdua saja dengan Ica hingga pukul 20.30 cafe tutup.
"Aduh... makin rame gara-gara ada kamu deh kayaknya, Dan." Kata Ica, sejenak bersandar di meja kasir membuat Daniela tersenyum karena kalimatnya itu terdengar sedang meledek.
"Sebentar aku ke sana dulu." Kata Daniela, masih bertanggungjawab dengan sepotong cake dan juga dua gelas americano pesanan pelanggan. Ia kembali ke balik meja kasir setelah menaruh nampan berisi pesanan itu di meja pojok sana.
Terlihat ada sepasang kekasih yang sepertinya sedang menghabiskan malam berdua. Daniela tersenyum saja karena ikut bahagia melihatnya.
Tapi, Ica punya pandangan lain tentang itu. "Cie... Lihat orang pacaran jadi kangen pacar yah." Ujarnya. Tiba-tiba bergerak menyenggol Daniela.
"Nggak Kak, gak punya pacar." Kata Daniela, lalu menatap arloji di pergelangan tangannya yang baru menunjukan pukul delapan lebih satu menit.
"Bohong." Ica tak percaya, "Masa iya ada cewek SMA yang cantik paripurna gini tapi gak punya pacar? Kamu berbohong Daniela, aku tahu kamu lagi ngeremehin aku." Ia menekuk wajahnya.
Daniela tidak tahu harus berkata apa karena rupanya kalimat jujur tadi tidak bisa dipercaya, "Beneran Kak. Cita-cita aku punya syarat ketat yang nggak ngebolehin melakukan hal dosa."
Ica tertegun, "Hal dosa? Cita-cita kamu?" Tanya gadis dengan apron berwarna putih ini, "Apa nih cita-cita kamu? Serius nggak nih?" Ia sungguhan tak percaya karena tidak pernah bertemu dengan gadis cantik dan muda seperti Daniela yang cita-citanya malah tidak ingin punya pacar.
"Biarawati. Tahu?" Ujar Daniela.
"Hah? Nggak-nggak. Gak boleh." Kata Ica, yang langsung ribut melarang Daniela. "Kamu harus nikah, Dan... Pasti ada banyak cowok diluaran sana yang suka sama kamu tapi kamu tolak karena kamu mau jadi biarawati. Cita-cita yang bukan cuma gak bolehin punya pacar tapi gak bolehin menikah kan? Harus mengabdi ke Tuhan." Ia mengerti dan paham betul soal hal tersebut.
"Kakak pemeluk katolik?" Tanya Daniela.
"Bukan. Aku protestan," kata Ica, yang tiba-tiba menatap Daniela dengan serius. "Aku punya satu teman yang sama persis kayak kamu. Pengen jadi biarawati karena ayahnya pernah sakitin ibunya... Ini aku nggak tahu sama sekali kalau kamu alasannya apa yah. Tapi, kalau teman aku kayak gitu karena ibunya. Dia mau jadi biarawati, katanya supaya bisa bareng Ibu terus di gereja."
Daniela diam. Ia mendengarkan karena cerita Ica ini terdengar agak sama dengan cerita hidupnya.
"Oke, aku paham dia sayang banget sama ibunya dan pengen selalu bareng. Tapi, aku heran sama dia... Kenapa dia harus ngulang kesalahan yang sama? Kenapa dia mau jadi ibunya di generasi ke dua? Apa takdir dia sama ibunya sama?" Ica sama seperti yang lainnya, tidak mendukung keputusan Daniela yang terdengar dangkal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Abu! 3
Teen Fiction"Ini adalah cerita anak-anak kami, yang entah mengapa cepat sekali beranjak dewasa... hingga tak terasa telah mengenakan seragam yang pernah kami kenakan─ putih abu" present by: (keturunan) nct dream note: Putih Abu! 3 - New Story adalah series tera...