Ammy telah aman dipelukan Chenle. Sedangkan Gavin dapat omelan dari Ana. Seperti biasanya, ia selalu kesal terhadap putra keduanya yang banyak tingkah dan menguras emosinya itu.
"Ayaaaaa..." Gavin merengek. Ia selalu memanggil sang ayah jika sedang dimarahi oleh ibunya. "Huhu... Ayaa."
"Ayah? Mana Ayah... orang gak ada Ayah. Pulang sendiri, turun sendiri, jangan panggil Ibu, panggil aja Ayah tuh sampe dateng." Ana masih mengomel. Ia kesal saat Gavin mencelakai Ammy atau Razka, bukan hanya khawatir, tapi takut terjadi apa-apa pada tubuh balita yang masih rentan itu.
Gavin menangis, ia menduduki panggung sambil melebarkan tangannya minta digendong. "Buuu." Pada akhirnya ia memanggil Ana juga, padahal selama ini sangat ketergantungan pada Jeno yang tidak pernah memarahinya.
"Ih, apaan sih." Ana kesal, namun tangannya tetap bergerak meraih tubuh Gavin, menggendongnya hingga berhenti menangis. "Makanya jangan nakal. Nanti gak punya temen kalau nakal."
Gavin memeluk Ana. Isak tangisnya masih terdengar.
"Ah, kasian... jangan dimarahin terus, Na. Wajar anak cowok nakal." Yuhi tidak tega, ia sampai mengelus-elus kepala Gavin yang masih sesegukan di pundak Ana.
"Tau ih, kasian Gavin. Dia nakal juga karena dulu lo kayak gitu juga kali, Na." Angel memberi argumen.
Ana tertegun. "Ih! Tapi kan Jeno gak nakal! Razka juga gak nakal! Kenapa Gavin harus kayak gue? Masa mukanya ganteng tapi barbar? Gak lucu dong... gak keren." Ia mengeluh. Seisi ruangan tertawa.
"Nasib Na, buah gak jatuh jauh dari pohonnya." Kata Mark.
Ana menekuk wajah. Ia melangkah menduduki panggung karena tubuh Gavin berat sekali, pinggangnya bisa encok kalau menggendong putranya itu sambil berdiri lama-lama. Baru menginjak usia 1,4 tahun, berat badan Gavin sudah menginjak angka 11 kg. Bagaimana saat dua atau tiga tahun nanti?
"Ini..." Razka memberikan kunci kepada Jaemin yang sedang berjongkok di hadapannya. Walau terlihat keberatan, ia tetap berusaha memberikannya.
"Lucu banget, masa dia udah bisa ngomong?" Ana iri.
Lili dan Jaemin menoleh, "Bisa kalau cuma kayak gitu... Gavin juga bisa, malah dia kakinya kuat banget udah mulai jalan cepet. Kalau Razka gak lancar-lancar, masih harus pegangan. Dia selain pendiem, malesan juga anaknya." Lili menjelaskan.
"Wow, Jaemin, Lili, banget kalau gitu." Yuhi paham.
"Iya, cerminan sifat mager orangtuanya." Maudy setuju. Seisi ruangan tertawa lagi.
###
Pengumuman hasil simulasi ketiga diumumkan.
"Alhamdulillah..." Altav puas. Nilai matematika nya masih stabil seperti simulasi pertama dan kedua, sekitar 9,6 dan sekarang naik sampai 9,7 meskipun nilai bahasa indonesia turun lagi hingga 8,0 dari nilai 8,4 yang sebelumnya menghiasi data absen namanya.
Rio di samping Altav mengeluh, "Matematika gue emang mentok cuma bisa segitu doang kayaknya Tav. Bosen banget liat angka tujuh." Tuturnya. Masih menatap papan pengumuman.
Altav menoleh, ada Damar juga di pojok koridor. "Tapi bahasa indonesia lo sembilan, io... biologi juga, bahasa inggris gede meskipun nggak sembilan."
Damar mengangguk setuju. "Iya... bahasa inggris 8,9 tuh udah gede, io."
"Ah, gede sih gede... tapi gak segede bahasa inggris lo, Dam. Apalagi matematika Altav."
"Yah, Damar kan fasih bahasa inggris anjir gimana sih." Altav menggeleng-geleng heran. "Kalau matematika masih bisa diperbaiki lagi io, mungkin ada beberapa aspek yang kurang lo paham."
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Abu! 3
Teen Fiction"Ini adalah cerita anak-anak kami, yang entah mengapa cepat sekali beranjak dewasa... hingga tak terasa telah mengenakan seragam yang pernah kami kenakan─ putih abu" present by: (keturunan) nct dream note: Putih Abu! 3 - New Story adalah series tera...