Chapter 42

675 51 13
                                    

Bryan keluar dari ruang rapat tanpa menjawab pertanyaan mama-nya. Dipintu ruang rapat sudah banyak murid SMA Dirgantara yang mengguping. Bryan memberikan sorot mata tajam, beberapa siswi yang melihatnya merasa takut dan lari masuk kedalam kelas. Bryan memilih tak memperdulikan sekitarnya dan berjalan santai menuju kelasnya.

Setelah tepat berada dipintu kelas 11 IPA 2 yang tertutup, Bryan merogo sakunya menggambil handphone miliknya dan mengirimkan satu pesan kepada Alvian. Bryan menaruh kembali handphone miliknya dan mengetuk pintu kelas.

''Masuk,'' ucap seorang guru yang sedang mengajar.

Bryan mengangguk dan duduk dibangku yang bersebelahan oleh Richard, sebelum duduk Bryan melihat wajah sahabatnya yang seolah menanyakan apa yang baru saja terjadi dengan dirinya. Bryan membuang muka dan menatap guru didepan yang sedang mengajar tetapi pikirannya terbang kemana-mana memikirkan ucapan kakeknya yang terngiang-ngiang diotaknya sekarang.

''Baik anak-anak, kalian bisa buka buku halaman 96 yang menjelaskan materi yang baru saja ibu sampaikan. Tugas kalian ada mengejarkan soal dihalaman 98. Sebelum itu ibu meminta kalian tidak berisik, sebab guru-guru akan mengadakan rapat. Setelah jam saya habis kalian bisa mengumpulkan tugas kepada ketua kelas, dan ketua kelas taruh di meja saya. Saya akhiri selamat pagi,'' ucap guru itu langsung pergi, baru berapa langkah guru itu keluar dari kelas keadaan menjadi berisik dan dengan cepat teman-teman Bryan mengeser kursi mendekati bangku Bryan.

''Yan, lo ngape di panggil?" tanya Verrel mewakili temannya.

Bryan menatap satu persatu wajah teman-temannya yang menunjukkan raut wajah khawatir bercampur ingin tau. Bryan menggambil handphone-nya yang bergetar dengan tiba-tiba. Bryan membaca pesan balasan dari Alvian, ia tersenyum kecil lalu menggambil earphone dan menyetel musik dengan volume besar.

''Gapapa,'' ucap Bryan singkat dan mulai menggerjakan tugas yang guru berikan.

''Yan serius lah, lo gak liat muka gue udah kayak bakwan ngekhawatirin lo?" ucap Reino meniru suara wanita ketika merasa khawatir dengan kekasihnya.

''Apa sangkut pautnya sama bakwan, Rei?" tanya Shabilla bingung mendengar ucapan kekasihnya.

''Gue ngidam bakwan, Bil. Semalem emak gue masak bakwan tapi dihabisin sama adek-adek gue, padahal gue belum makan satupun. Atau gara-gara anak kita didalam perut kamu Bil,'' ucap Reino membuatnya mendapat tamparan dari Shabilla.

''Mulut lo gak ada kata lain apa ngomongin gue hamil mulu,'' ucap Shabilla.

''Yan,'' panggil seorang remaja seusia Bryan tetapi mungkin kakak tingkatnya.

''Maaf-maaf aja ya nih, bang. Bukan gak sopan atau ape gitu ya, nih temen kita-kita ini lagi budeg. Jadi maklum gak disahutin,'' ucap Reino apa adanya.

''Bisa dilepas kagak tuh earphone nancep di telinganya?" ucap pria itu, sebut saja Shaka.

Richard yang duduk disamping Bryan dan sedari tadi menyimak, perlahan melepas kedua earphone yang menganjal di kedua telinga sang teman.

''Apa?" tanya Bryan dengan rasa jengkel ke teman-temannya.

''Noh kakel manggil lo,'' ucap Verrel santai sembari memainkan handphone-nya.

''Apa?'' tanya Bryan menoleh ke Shaka yang berdiri didepannya.

Setelah mendengar respon dari Bryan, Shaka memutar kursi dan duduk didepan Bryan yang menatapnya dengan pandangan dingin.

''Gue denger lo lagi nyari keberadaan Chilla kan? Kalo kagak lo bakal ngelamar dan menikah sama Sap-''

''Langsung ke inti,'' ucap Bryan cepat.

NERDY GIRL [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang