18. Apa Kau Punya Hati?!

46.4K 5.5K 171
                                        

Lahat, Sumsel ------

🥀🥀🥀

"Aku tak butuh pengakuan dari orang-orang yang menyembah kekuasaan lebih dari kebenaran."

_Kyra_

🥀🥀🥀






***

Kyra kini telah kembali ke Paviliun Dingin. Hanfu pria yang tadi ia kenakan telah berganti menjadi hanfu wanita berwarna merah darah—warna yang mencolok, berani, sekaligus menantang. Rambut hitamnya yang panjang telah disanggul tinggi, dihiasi daun-daun emas yang dirangkainya sendiri, membentuk tusuk konde mewah yang menyerupai mahkota seorang ratu perang. Penampilannya memukau, bukan hanya cantik tapi membawa aura mengintimidasi yang menusuk.

Ia berjalan perlahan ke cermin besar di sisi kamarnya, menatap pantulan dirinya. Senyuman tipis terbit di ujung bibirnya, bukan senyum lembut, melainkan seringai kecil yang penuh perhitungan.

"Waktunya sudah tiba," gumamnya lirih. "Panggungnya sudah siap. Sekarang lihatlah, bagaimana aku akan membuat mereka berlutut satu persatu."

Mingmei yang baru datang tertegun, matanya membelalak melihat junjungannya berdiri dengan begitu anggun dan rapi.

"Putri?! Syukurlah Tuan putri sudah kembali ... Apa tidak ada yang terluka?" tanyanya panik, suaranya bergetar.

"Tenang saja, Mingmei. Tak ada yang bisa melukaiku," jawab Kyra datar, matanya tak berpaling dari cermin.

Mingmei menghela napas panjang, tetapi sebelum ia bisa bicara lagi, ia teringat sesuatu.

"Oh ya, putri ... Setelah pertemuan di aula selesai, putri diperintahkan untuk menghadap Yang Mulia Kaisar."

Kyra menoleh sekilas, suaranya masih setenang es. "Apa sekarang Kaisar berada di aula? Pertemuan tentang apa?"

"Be-belum, putri. Yang Mulia sedang menyambut para pejabat tinggi. Kali ini membahas pemberontakan di wilayah utara," jelas Mingmei gugup.

Kyra mengambil cadar merah dari atas meja dan memakainya perlahan, seperti sedang mempersiapkan diri untuk pertunjukan terakhir.

"Kalau begitu ... Aku akan pergi," ucapnya pendek.

"A-apa?! Pergi ke hutan lagi?" tanya Mingmei panik.

"Bukan. Ke acara itu."

Mingmei makin pucat. "Tuan putri, tidak! Itu acara resmi istana. Permaisuri dan ibu selir sudah mewakili keluarga kekaisaran. Putri tidak diizinkan hadir, apalagi ikut campur ..."

Kyra menyipitkan mata, nadanya menggertak namun tetap dingin. "Aku tidak akan ikut campur. Aku hanya ingin melihat."

Lalu ia melangkah keluar, anggun dan tajam, diikuti Mingmei yang terus membujuk dan membisikkan larangan. Namun Kyra tak menggubris. Ini bukan saatnya mendengar ketakutan orang lain.

Di sepanjang perjalanan menuju ruang utama istana, Kyra bisa mendengar bisikan-bisikan batin yang berisik dari para pelayan dan penjaga yang ia lewati. Layaknya suara bising pasar, membanjiri kepalanya tanpa jeda. Ia sempat mengernyit, lalu mengatur napas dalam-dalam, mencoba menutup kemampuan membaca pikiran seperti yang diajarkan Raja Kurcaci. Butuh beberapa langkah, tetapi ia berhasil—seketika dunia kembali sunyi, dan pikirannya kembali jernih.

Begitu tiba di depan gerbang ruang utama istana, dua orang kasim penjaga yang mengenali dirinya langsung memberi hormat terburu-buru, kemudian mengumumkan.

𝙏𝙞𝙢𝙚 𝙏𝙧𝙖𝙫𝙚𝙡 : 𝙤𝙛 𝙖 𝘾𝙤𝙡𝙙-𝙃𝙚𝙖𝙧𝙩𝙚𝙙 𝙒𝙤𝙢𝙖𝙣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang