50 | Thanks

74 16 0
                                    

"Paman beruntung memiliki anak gadis seperti Nari. Dia begitu baik dan juga sangat perhatian," kata Wonu tiba-tiba.

"Hahaha, kau bisa saja. Kau saja yang belum tahu bagaimana sifat aslinya," kekeh ayah Nari. "Terima kasih juga sudah menjemputnya tadi pagi ya."

"Tidak masalah paman. Aku senang kalau bisa menjemputnya setiap hari." Wonu terus memandang gadis di seberang mejanya yang sama sekali tak bergeming. "Kalau begitu aku kembali bekerja dulu. Selamat menikmati makanannya."

"Baiklah. Aku juga akan menunggu temanku." ayah Nari tersenyum setelah sekali lagi ia menepuk-nepuk pundak Wonu. Laki-laki itu sudah ia anggap seperti anak sendiri, karena merasa takjub dan bangga Wonu bisa berdiri sendiri sejauh ini. Harapannya untuk Nari agar bisa berubah setelah bekerja dengan Wonu pun juga berhasil terwujud. Semua berkat laki-laki itu.

"Ayah janji bertemu dengan siapa?" tanya Nari.

"Jung Moo Ji, teman kuliah Ayah. Kau pasti tidak ingat, karena Ayah bertemu dengannya terakhir kali saat kau masih kecil."

"Hmm." Nari menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Lalu aku boleh pulang?"

"Tidak. Kau harus pulang denganku." Kalimat Ayah Nari barusan sukses membungkam bibirnya yang akan mengucapkan kalimat permohonan lagi.

"Hwang Jae Min," kata seorang pria yang berdiri di belakang Ayah Nari.

"Ohh, akhirnya kau datang juga." Ayah Nari tersenyum lebar begitu selesai berpelukan dengan sahabat lamanya itu. "Ini anakku, Nari," kata Ayah Nari seraya menunjuk anak gadisnya dengan dagunya. "Nari-ya, ini Paman Jung yang Ayah ceritakan."

"Jadi ini, Hwang Nari yang selalu kau banggakan itu?" goda pria itu yang langsung disambut oleh tawa kecil Ayah Nari. Sedangkan gadis yang disebut-sebut berusaha tersenyum meski terlihat kikuk. Ia berusaha menyembunyikan rasa kagetnya ketika seorang gadis cantik dan muda memanggil pria itu dengan sebutan Ayah.

"Hana?"

"O-oh? Nari-ya," kata Hana terbata. Terlihat jelas dari raut wajahnya jika Hana juga sangat terkejut melihat Nari di hadapannya.

"Kalian kenal satu sama lain?" Ayah Nari menoleh bergantian kearah Hana dan juga Nari.

"Kita teman sekelas," jawab Nari dengan senyum yang berhasil ia paksakan.

"Wow, bukankah ini sebuah kebetulan?" tanya Ayah Hana lalu menarik kursi dan duduk di samping Ayah Nari. Sedangkan Hana duduk di samping Nari. "Sebaiknya kita pesan sesuatu dulu Hana.

"Ah iya benar. Kau harus mencoba Cheese Cake Roll disini. Sangat enak," kata Ayah Nari.

"Benarkah? Baiklah aku akan pesan itu."

"Aku saja yang pesan Ayah," kata Hana lalu beranjak dari duduknya. Gadis itu meletakkan tasnya terlebih dahulu sebelum akhirnya berdiri di depan meja kasir.

"Mau pesan apa?" tanya Wonu begitu selesai merapikan celemeknya.

"Oo, Wonu-ssi, aku baru tahu jika kau bekerja disini," seru Hana dengan senyum lebarnya, namun laki-laki di hadapannya itu tak bergeming sama sekali. "Sikapmu itu kasar sekali loh untuk melayani pelanggan." Hana masih tersenyum ramah meski kini Wonu menatapnya tajam.

"Seokmin-ah, kau bisa layani sebentar?" tanya Wonu lalu menjauhi meja kasir.

Seokmin berlari kecil menuju meja kasir. "Selamat siang, sudah menentukan apa yang akan dipesan?" tanya Seokmin ramah.

"Maaf, tapi aku mau dia yang melayaniku," kata Hana lalu tersenyum manis. Mendengar itu Seokmin lantas menarik tangan Wonu yang baru saja akan pergi menuju ruang belakang.

"Hyung." Seokmin memberi kode dengan ekspresi wajahnya agar Wonu kembali menuju meja kasir, hingga akhirnya berhasil membuat laki-laki itu berdiri disana.

"Wonu-ssi, kenapa kau bersikap seperti ini padaku? Bahkan jika dipikir-pikir kau tidak pernah bersikap ramah denganku sejak kali pertama kita bertemu." Hana tersenyum lalu menyisihkan helai rambut dibalik telinganya. "Kurasa kita bisa berteman baik."

"Sebenarnya apa maumu?" tanya Wonu dingin.

"Sepertinya kau dan Nari semakin dekat ya," ujar Hana. "Aku senang jika kalian bisa berkencan. Kalian terlihat cocok ketika bersama."

"Ya! Aku tidak punya waktu jika kau ma,"

"Aku akan bertunangan dengan Mingyu sebentar lagi." Hana berhasil mendahului kalimat Wonu. "Jadi aku minta tolong sekali padamu, jaga Nari dengan baik." Lagi-lagi Hana tersenyum. Senyumannya amat manis dan cantik, hanya saja itu tidak terlihat dari sorot kedua matanya yang menggambarkan kebencian yang begitu dalam.

"Jika kau ingin bertunangan, silahkan. Aku tidak pernah peduli dengan hidupmu," kata Wonu lalu meninggalkan Hana.

Love BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang