28 | Without You

93 14 0
                                    

"Hei sudahlah." Nari menahan tawanya. "Wonu-ya, kau tau apa yang akan kita cari di Jinhae?" tanyanya begitu berjalan menjauhi Soonyoung dan Hana dibelakang.

"Festival bunga Sakura."

"Eii, kau kan benci musim semi. Kenapa justru akan datang ke festival bunga Sakura?" Nari memukul pundak Wonu pelan.

"Katamu kau menyukainya kan." Jawaban Wonu sukses membuat bibir Nari terkatup rapat. Seketika tangannya terasa beku. Apa Wonu sengaja pergi ke Jinhae hanya untuk membuatnya senang? Bagaimana tidak, festival bunga Sakura yang diadakan di Jinhae setiap tahunnya merupakan festival bunga Sakura terbesar di Korea Selatan. Karena ada sekitar 340.000 pohon Sakura yang tumbuh dengan baik dan terlihat seperti kanopi ketika musim semi.

"Jadi maksudmu sekarang kita akan mengunjungi Jinhae untuk melihat festival bunga Sakura?" tanya Nari pelan. Kini ia sudah duduk di dalam bus yang akan melaju menuju Jinhae. Wonu mengangguk. "Waktu kita hanya sedikit. Kau yakin?" tanyanya lagi.

"Sebentar saja." Wonu menghela nafas kemudian melihat layar ponselnya. "Kudengar hari ini full-bloom."

Nari tertegun. Ia tahu Wonu membenci musim semi, tapi kenapa justru ia terlihat begitu tertarik dengan musim semi. Entah bertanya kepada siapa, yang jelas laki-laki itu mengatakan jika hari ini adalah hari kedua bunga Sakura bermekaran. Dimana warna bunga mulai berubah menjadi merah muda dan aroma wanginya tercium. "Kau tahu dari mana?"

"Temanku yang bilang."

Diam adalah pilihan terbaik jika jawaban Wonu sudah semakin pendek. Nari jelas tidak mau jika setiap ucapannya hanya akan menjadi angin lalu. Jadi ia memilih untuk menikmati pemandangan dari balik jendelanya. Pohon-pohon Sakura terlihat berjajar rapi disepanjang jalan. Termasuk jalan utama yang nampak ramai dengan wisatawan. Berlalu-lalang seraya menikmati indahnya pohon Sakura di setiap sudut kota.

Begitu turun dari bus, langkah mereka terhenti pada sebuah jembatan yang terkenal dengan julukan Romance Bride-nya atau Yeojwacheon Stream. Tempat paling indah untuk menikmati bunga Sakura yang bermekaran. Jembatan kayu sepanjang 1,5 km ini juga dilintasi sungai kecil dibagian tengahnya. Nari bersandar pada salah satu sisi jembatan sembari menghadap kebawah. Bunga Canola juga ikut mekar diwaktu yang sama. "Indah sekali," serunya sambil sesekali menghirup aroma wangi yang seakan memenuhi seluruh kota.

Tak jauh dari jembatan, ada begitu banyak tenda-tenda pedagang yang berjualan makanan ringan dan juga pernak-pernik lucu yang menarik perhatian Nari. "Ayo kita kesana," ajaknya seraya menarik lengan Wonu yang mematung disampingnya.

Gadis itu berjalan mendekati kerumunan warga yang tengah memadati area tenda. Ada banyak street food yang dijajakan. Salah satunya adalah minuman yang dihidangkan langsung didalam buah Jeruk asli. Sedang dibagian luar berisi berbagai gambar yang lucu, dan juga replika bunga Sakura yang menempel pada Jeruk di pangkal sedotan. "Bibi, aku pesan ini dua ya," kata Nari seraya menunjuk buah Jeruk yang berbaris rapi diatas meja.

"Baiklah. Akan kugambarkan wajah kalian berdua disini." Bibi penjual minuman itu dengan cekatan menggambar ilustrasi wajah Nari dan juga Wonu pada salah satu sisi Jeruk. "Nahh, ini. Kalian pasangan yang serasi," katanya seraya memberikan dua buah Jeruk dengan gambar wajah keduanya yang terlihat lucu.

"Ahh, kita bukan pasangan," sela Nari buru-buru setelah mengambil Jeruknya.

"Benarkah? Tapi kalian terlihat serasi," kata wanita itu lalu tertawa kecil.

"Terima kasih pujiannya," kata Wonu tiba-tiba. Laki-laki itu tersenyum seraya menyedot minumannya. Dan pergi menjauh dari tenda.

"Hei, apa maksudmu dengan pujiannya," sengit Nari begitu berhasil menyamai langkahnya dengan Wonu. Laki-laki itu tak bergeming. "Ya sudah, aku diam."

Wonu menghentikan langkahnya kemudian menoleh gadis disampingnya. "Kau tidak ingin berfoto? Katamu kau menyukai musim semi."

"Kalau begitu tolong foto aku." Nari menyodorkan ponselnya lalu berlari menjauh dari Wonu. Ia berjalan menuju salah satu sisi jembatan kayu kemudian menghadap Wonu. "Sudah siap," katanya tersenyum lebar seraya membentuk huruf V dengan jari telunjuk dan tengahnya. Beberapa detik kemudian ia mengubah gayanya dengan menempelkan kedua jari telunjuknya pada pipi, lalu tersenyum lebar menghadap kamera. "Apa sudah bagus?"

"Selalu bagus," jawab Wonu sambil terus menghadap layar ponsel Nari. Ia terus menekan tombol kamera meskipun Nari sudah tidak memasang gaya lagi. Laki-laki itu tanpa sadar tersenyum ketika melihat hasil jepretannya. Meski candid, namun Nari tetap terlihat cantik dalam foto itu. Rambutnya yang terurai dengan indah secara alami menjuntai kebawah begitu gadis itu menundukkan kepalanya untuk melihat bunga Canola di bawah Jembatan. "Eii, ada apa denganku?" gumamnya lalu menggelengkan kepala dengan cepat.

Drrtt.. Drrttt...

Ponsel Nari bergetar hebat, membuat Wonu secara refleks mengembalikan kepada empunya. Senyum mengembang pada wajah cantiknya begitu melihat nama Mingyu tertera disana. Ia menyodorkan Jeruk miliknya kedalam dekapan Wonu. "Tolong pegang sebentar, hehe."

"Cih," desis Wonu lalu menyedot Jeruk miliknya dan juga Nari bersamaan.

"Ne Mingyu-ya," sapa Nari dengan suara halus dan manja. Sesekali ia merapikan poni dan rambutnya yang berantakan.

"Apa kau senang?" tanya Mingyu diujung telepon.

"Hmm? Apa maksudmu?" tanya Nari bingung. Kini kedua matanya memandang Wonu yang mengerutkan kening. Jelas Wonu tidak tahu apa yang terjadi. Ia bertanya apa yang terjadi pada Nari tanpa suara, namun tidak mendapat jawaban.

"Apa kau sudah senang melihat festival bunga Sakura dengan Wonu?" Nada suara Mingyu semakin tajam. Membuat Nari seketika kehilangan senyum manisnya. Jantungnya seakan berhenti berdetak mendengar pertanyaan Mingyu. Ia menoleh ke sebelah kanan dan kirinya, namun tak menemukan sosok Mingyu. "Kenapa? Apa sekarang kau ketakutan?"

"Mingyu-ya, kau dimana?" Nari berjalan menjauh dari jembatan seraya mengedarkan pandangan keseluruh sudut yang bisa dijangkau matanya. Hingga akhirnya ia menemukan sosok Mingyu tengah menatap tajam kearahnya. Laki-laki bertubuh tinggi itu berdiri diantara kerumunan warga yang berdesakan di tenda, namun dapat melihat dengan jelas ke tempat dimana Nari berfoto sebelumnya. Gadis itu mematikan sambungan telepon Mingyu dan berlari kecil menuju kekasihnya.

Love BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang