"Kau tidak akan bangun?" tanya Wonu yang terus memperhatikan Nari begitu ia membangunkannya dari tidur. Laki-laki itu masih duduk disamping tubuh Nari yang meringkuk dibalik selimut tipisnya. Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Beberapa mahasiswa lain pun mulai bergantian mandi dan bersiap untuk menyelesaikan tugasnya masing-masing, namun tidak dengan Nari yang masih terlelap diatas lantai.
"Nari-ya," panggil Wonu lagi. Kali ini ia menyentuh pundak gadis itu. Seketika kening Wonu berkerut, "Badanmu panas."
Nari membuka kedua matanya perlahan. Wajahnya pucat dengan bibir nyaris memutih. "Bisakah aku tidur saja hari ini?" tanyanya pada Wonu yang kini menempelkan punggung tangan di keningnya.
"Hmm." Wonu menganggukkan kepalanya, "Lebih baik kau istirahat disini saja. Aku akan memberitahu dosen Ahn."
"Wonu-ya," panggil Nari lirih begitu Wonu beranjak dari duduknya. Laki-laki itu menoleh kemudian berjongkok disamping gadis itu. "Terima kasih," ucap Nari dengan senyum tipis lalu kembali memejamkan mata.
Kedua mata Wonu tak bisa berhenti untuk tidak memperhatikan wajah Nari. Meski dalam keadaan sakit namun gadis itu tetap terlihat cantik. Tanpa sadar kedua sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis. "Kau mengigau atau bagaimana?" katanya lalu pergi meninggalkan Nari.
Wonu pergi menuju halaman dimana dosen Ahn dan beberapa senior lain sudah bersantai di bawah pohon rindang. Soonyoung juga termasuk salah satu dari mereka. Laki-laki bermata sipit itu terlihat sedang berbicara dengan Jihoon. "Soonyoung-ah, kupikir hari ini kita hanya bekerja dengan Hana saja," kata Wonu begitu duduk di samping Soonyoung.
"Memang Nari pergi kemana?" tanya Jihoon sembari menutup buku tebalnya.
"Dia sakit. Badannya panas," jawab Wonu lalu merebut buku dari tangan Jihoon. "Kau mau menemaniku mencarikan obat untuk Nari?" tanya Wonu yang kini menatap lurus Soonyoung.
"Baiklah. Lagi pula Hana sudah pergi mencari beberapa buku untuk referensi." Soonyoung kini menatap Hana tengah berjalan dengan laki-laki tinggi yang tak lain adalah Mingyu. "Ya! Hana-ya, kau sudah mendapatkan bukunya?" seru Soonyoung dengan nada cukup kencang hingga membuat Wonu dan juga Jihoon menoleh.
"Ini," seru Hana lantas memperlihatkan tas kanvas penuh buku. Gadis itu mendekati Soonyoung lalu menyerahkan tasnya. Mingyu yang berdiri disamping Hana nampak kikuk ketika matanya tak sengaja bertemu dengan mata Wonu.
"Sayang, temani aku ke aula sebentar ya," ajak Hana lalu menggandeng lengan Mingyu. "Soonyoung-ah, aku ke aula dulu ya." Hana tersenyum manis lalu berjalan menjauh dari dua laki-laki yang kini menatapnya malas, kecuali Wonu. Ia masih menatap tajam punggung Mingyu yang perlahan menghilang dibalik pintu.
"Hana-ya¸bisakah kau tidak memanggilku sayang didepan teman-temanmu?" tanya Mingyu begitu Hana membuka pintu aula dan memasukinya. Laki-laki itu berjalan pelan tak jauh dibelakangnya.
"Kenapa? Kau tidak suka?" tanya Hana lalu tersenyum tipis. "Baiklah, aku tidak akan memanggilmu seperti itu lagi," lanjut Hana lantas mendekati tasnya. "Eii!!" seru gadis itu begitu melihat tubuh Nari tengah tertutup selimut.
Nari membuka kedua matanya perlahan. Menyibakkan selimut yang menutupi separuh wajahnya. "Oh kau rupanya." Nari tersenyum melihat Hana dengan wajah terkejutnya.
"Nari-ya, ada apa denganmu?" tanya Hana dengan nada panik yang sontak membuat Mingyu juga mendekat.
"Aku demam." Suara Nari terdengar parau. Gadis itu tersenyum lebar melihat Hana yang begitu khawatir, namun dengan cepat menghilang begitu melihat wajah Mingyu kini juga ada didepannya. Tidak, lebih tepatnya berada di samping tubuh Hana.
"Kau mau ke dokter?" tanya Mingyu dengan raut wajah yang tidak kalah khawatir dari Hana. Punggung tangan laki-laki itu kini sudah menempel pada kening Nari. "Badanmu panas sekali. Ayo kuantar ke dokter."
Nari terdiam. Kedua matanya berkaca-kaca melihat sikap Mingyu yang tidak pernah berubah sejak dulu. Laki-laki itu masih tetap sama. Seketika hatinya berdesir. Entah respon seperti apa yang akan ia tunjukkan didepan Mingyu dan juga Hana. Sungguh ia merindukan Mingyu. "Tidak usah. Aku baik-baik saja," jawab Nari pada akhirnya.
"Mingyu-ya, kau tunggu disini dulu, aku akan mengambil beberapa obat untuk Nari dibawah," kata Hana lalu berlari kecil meninggalkan Nari dan juga Mingyu.
Suasana terasa sangat canggung ketika Hana meninggalkan aula. Jantung Nari berdegup kencang begitu sadar jika Mingyu sama sekali tak berniat melepaskan pandangan darinya. Sesungguhnya ada begitu banyak pertanyaan yang akan ia lontarkan pada laki-laki itu, namun bibirnya tak cukup kuat untuk membuka obrolan.
"Maafkan aku," ucap Mingyu pada akhirnya. Laki-laki itu terus menatap kedua mata Nari yang berusaha menghindari pandangannya.
"Sejak kapan kau bersamanya?" tanya Nari pelan. Suaranya bergetar berusaha menahan tangis yang sudah siap pecah. Gadis itu tak tahan lagi untuk tidak menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang terus muncul di kepalanya.
"Jadi selama ini kau selingkuh dengannya? Iya Gyu?" kini Nari membalas tatapan kedua mata Mingyu. Ia menghela nafas berat, "Apa kau sengaja mencari kesalahanku untuk bisa bersamanya?" tanya Nari kemudian.
"Maafkan aku. Kau tidak tahu bagaimana keadaan yang sebenarnya." Mingyu mendekatkan tubuhnya dengan Nari yang kini sudah duduk masih dengan selimut di pangkuannya. "Nari-ya, asal kau tahu, aku hanya mencintaimu sayang."
"Berhenti memanggilku seperti itu!" bentak Nari dengan isak tangis. Tangan kanannya menyeka air mata yang meluncur bebas di pipinya. "Keadaan apa yang tidak aku tahu? Kau bahkan tidak pernah menceritakan apapun padaku sejak terakhir kali kita bertengkar."
"Nari-ya," panggil Mingyu pelan. Laki-laki itu menggenggam tangan Nari kemudian mengusap air mata di pipi gadis itu. "Aku tidak pernah mencintai Hana sedikitpun sayang. Aku minta maaf."
Hati Nari berdesir. Lukanya kembali terasa, bahkan semakin perih. Tangisnya semakin menjadi. Ia tak sanggup lagi menahan tangisannya di hadapan laki-laki yang masih sangat dicintainya itu. Nari melepaskan genggaman Mingyu dari tangannya. "Menjauh dariku Kim Mingyu," ucapnya lalu menutup mulutnya yang bergetar hebat. "Mungkin memang Hana lebih baik dariku kan?"
"Tidak. Bukan begitu, kau tidak tahu apa-apa Nari-ya."
"Lalu apa yang kau sembunyikan dariku?" balas Nari. Mingyu terdiam. Bibirnya tertutup rapat seakan enggan menjawab pertanyaan Nari. "Kau tidak bisa menjawabnya kan?"
"Mingyu-ya, bisa kau tolong aku?" suara lembut Hana tiba-tiba terdengar dari balik pintu yang terbuka. Nari cepat-cepat menyeka air matanya begitu Hana membawa kardus besar penuh buku yang terlihat berat. "Oh iya, Wonu sedang membeli obat untukmu Nari-ya," kata gadis itu seraya tersenyum manis pada Nari.
"Hmm, terima kasih." Nari tersenyum pahit begitu Mingyu mulai menjauh kemudian mengambil alih kardus besar dari gendongan Hana. Laki-laki itu tertawa kecil disamping Hana kemudian meninggalkan aula dan juga Nari didalamnya.
"Baiklah aku harus melupakanmu secepatnya." Nari tersenyum pahit. Ia meraih ponselnya dari dalam tas kemudian mencari nama Wonu disana. Baru saja gadis itu akan menirim pesan pada Wonu, namun laki-laki itu sudah mengiriminya pesan terlebih dulu.
Sebentar lagi obatmu datang. Berhenti menangis. Nari mengernyitkan keningnya. Bagaimana Wonu bisa tahu jika ia menangis. Ia menoleh kearah pintu yang dibiarkan terbuka. Jelas tidak ada siapapun disana. Beberapa detik kemudian jari-jarinya sudah menari diatas layar ponsel untuk membalas pesan Wonu.
"Setidaknya ia bisa membantu menghiburku," kata Nari pada dirinya sendiri begitu pesan telah terkirim.
@@@
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Blossom
Fanfictionapa yang akan kamu lakukan jika hidupmu yang sempurna bak kisah drama, tiba-tiba berubah menjadi suatu paksaan yang bahkan kamu tidak inginkan sama sekali? -- paksaan yang menuntutmu melakukan hal-hal diluar zona nyamanmu, hingga akhirnya membuatmu...