60 | To You

77 12 4
                                        

"Permisi, bisa tolong ambilkan aku yang itu?" tanya seorang wanita kepada Mingyu.

"Baik," jawab Mingyu lalu mengambil sekotak besar tisu dari atas rak yang lumayan tinggi.

"Terima kasih," ucap wanita tadi kemudian berjalan menuju kasir.

Mingyu tersenyum seraya membungkukkan tubuh jangkungnya. Laki-laki itu kemudian kembali menata kotak susu siap minum di rak kosong. Di sampingnya ada sebuah kardus besar yang berisi roti, keju, dan juga beberapa kimbab untuk ditata.

"Mingyu-ya," panggil seorang laki-laki dari balik meja kasir. "Aku akan pulang."

Mingyu berdiri lalu mendekati laki-laki itu. "Ya baiklah," katanya lalu memakai rompi berwarna biru miliknya. "Sepertinya akan hujan. Bawalah payungku."

"Tenang saja aku sudah membawanya," ucap laki-laki itu lalu tersenyum. "Baiklah, aku pergi dulu."

"Hati-hati di jalan."

Mingyu merapikan rompi dan rambutnya. Sesekali ia bercermin untuk memastikan apakah sudah benar-benar rapi atau belum. Sudah hampir 2 minggu ia bekerja sebagai penjaga minimarket sejak dikeluarkan dari keluarga Ayahnya. Tidak ada pilihan lain lagi. Mau tidak mau ia harus keluar dari rumah dan menempati kontrakan kecil dan sempit. Semua fasfilitas yang ia punya diambil, bahkkan mobil dan juga kartu debitnya. Setidaknya tinggal sendiri jauh lebih baik dari pada harus hidup di bawah tekanan Ayahnya.

Ibu Mingyu yang berada di Changwon sebenarnya sudah mengetahui apa yang terjadi, bahkan wanita paruh baya itu sudah meminta Mingyu untuk pulang dan tinggal bersamanya, namun anak laki-lakinya itu enggan.

"Wahh, sepertinya nanti aku harus membeli Kimbab," ucap Mingyu pada dirinya sendiri setelah mendengar suara dari perutnya.

Lonceng berbunyi bersamaan dengan terbukanya pintu minimarket dan Wonu muncul dari balik pintu. Laki-laki itu berjalan menuju rak susu kemudian mengambilnya. Sudut matanya menangkap bayangan Mingyu yang kini tengah menatapnya.

Kedua laki-laki itu saling mengunci rapat bibir masing-masing. Mingyu tetap melayani Wonu layaknya pelanggan lain. Ia tidak peduli apa yang ada di pikiran Wonu begitu melihatnya menjadi karyawan minimarket seperti ini. Setidaknya Wonu tidak akan mencibirnya.

"Hmm, bisa bicara sebentar?" tanya Wonu setelah menyelesaikan pembayarannya.

Mingyu melirik Arlojinya. "Tunggu sampai jam pulang kerja. Aku tidak mau waktu kerjaku diganggu. Mungkin sekitar 4 jam lagi."

"Baiklah."

Wonu memilih untuk menunggu di luar minimarket. Ia memilih kursi yang tidak terlalu dekat dengan pintu masuk agar tidak merasa terganggu ketika minimarket ramai. Tentu saja Wonu tahu, karena minimarket itu letaknya tidak jauh dari rumahnya. Terkadang ada banyak anak muda yang sengaja duduk di sekitar minimarket hanya untuk menghabiskan waktu bersama teman-temannya.

Pemandangan seperti itu sudah tidak asing lagi bagi Wonu. Ia tidak heran kenapa minimarket itu sangat ramai pengunjung, terlebih ketika malam hari. Para pegawai kantor dan juga murid sekolah yang baru pulang pasti akan mampir hanya untuk membeli camilan atau makan malam.

Hari semakin malam dan jalanan pun semakin ramai. Wonu menyadari jika ini sudah saatnya untuk Mingyu menyelesaikan pekerjaannya. Laki-laki itu menoleh ke dalam dan mendapati Mingyu sedang melepaskan rompi birunya begitu teman penggantinya datang. Wonu kembali pada posisinya. Ia meraih ponsel dari dalam saku kemudian membuka kotak pesan Nari. Gadis itu bahkan belum membaca pesan yang ia kirimkan sejak pagi.

"Ada apa?" tanya Mingyu setelah duduk di hadapan Wonu. Ia terlihat begitu lelah mengingat betapa ramainya pengunjung minimarket sebelumnya. Bahkan tidak sedikit yang memintanya untuk membantu menyiapkan Ramen.

"Kau baik-baik saja?" tanya Wonu tiba-tiba.

Mingyu mengerutkan dahinya. "Seharusnya aku yang tanya, apa kau baik-baik saja atau tidak."

Wonu menghela nafasnya kemudian tersenyum. "Apa Nari sudah menceritakan sesuatu padamu?"

Mingyu membuang tatapannya. Jujur ia malas berada di situasi seperti ini lagi. Ia sudah tahu jika Wonu saat ini tengah frustasi. Terlihat jelas dari wajahnya.

"Kau tahu? Ternyata Nari adikku sendiri," ucap Wonu diiringi senyum pahitnya. "Dan yang lebih lucu lagi, ternyata kedua adikku pernah memacarimu."

"Wonu-ya,"

"Sampai detik ini, jujur aku masih belum bisa memaafkan kesalahanmu." Wonu menatap laki-laki di hadapannya dengan tatapan tajam. "Aku kehilangan Ayah dan Eunji karenamu, dan aku pernah bersumpah tidak akan membiarkan Nari jatuh cinta lagi padamu. Aku tidak akan membiarkannya bersama laki-laki sepertimu. Tapi jika seperti ini, kurasa Tuhan tidak berada di pihakku."

"Aku tidak akan memaksamu untuk percaya padaku. Yang jelas aku sudah jauh lebih baik dibanding saat SMA dulu," ujar Mingyu.

"Ya, aku tahu. Aku sadar sebenarnya kau sudah banyak berubah. Terlebih jika menyangkut masalah hati. Aku tidak tahu harus melakukan apa sejauh ini." Wonu kembali meneguk minuman alkohol kalengan yang sudah ia beli sejak susunya habis.

"Hei, berhentilah minum," kata Mingyu pelan. "Kau tidak bisa melampiaskan segalanya pada alkohol."

"Kali ini saja aku mohon padamu. Tolong jaga Nari." Kedua mata Wonu mulai berkaca-kaca. "Demi Tuhan, aku tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja dariku. Aku tidak tahu harus berbuat apalagi, dan hanya kau yang terlintas di kepalaku. Aku yakin kau bisa menjaganya sebaik aku menjaganya."

"Apa maksudmu?"

"Sujeong mengatakan jika Nari akan pergi ke Jepang. Aku yakin itu pasti karena ingin menjauh dariku. Aku mengerti situasinya, tapi sungguh aku tidak bisa melepaskannya begitu saja. Bahkan dia tidak pernah membalas pesan atau mengangkat teleponku. Hanya kau satu-satunya harapanku, Mingyu-ya." Wonu melepaskan kaca mata yang ia kenakan lalu mengusap dengan cepat air matanya. "Aku sudah memikirkannya berkali-kali. Aku akan tenang jika dia bersamamu lagi, tapi aku minta jangan pernah membuatnya menangis seperti saat itu lagi."

Rintik hujan turun membasahi kota Seoul. Beberapa orang berlarian mencari tempat untuk berteduh sebelum hujan semakin deras. Wonu dan Mingyu memilih berlindung di salah satu sisi minimarket untuk menghindari hujan. Keduanya berdiri bersebelahan dengan pikirannya masing-masing.

"Nari masih mencintaimu," ucap Mingyu di tengah derasnya suara hujan. "Beberapa saat lalu aku tidak sengaja bertemu dengannya di Sungai Han."

"Susah lama aku tidak bertemu dengannya. Bahkan kabarnya saat ini pun aku tidak pernah tahu. Terakhir kali saat dia minta untuk berhenti dari Kafeku. Sejak saat itu sangat sulit untuk menemuinya."

"Wonu-ya," panggil Mingyu. Laki-laki itu menoleh kearah Wonu yang masih menatap tetesan hujan di hadapannya. "Aku minta maaf atas segalanya."

Wonu menghela nafas. Rasa sesak di dadanya tak kunjung hilang. Akhir-akhir ini justru terasa semakin sesak dan sakit. "Aku akan berusaha melupakan semuanya mulai saat ini."

"Nari sangat beruntung memiliki kakak sepertimu, kau tahu. Tidak ada alasan untuk menolak pernyataan itu. Aku pulang dulu," kata Mingyu lalu pergi menerjang hujan meninggalkan Wonu yang masih berdiri di posisinya.

@@@

Love BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang