22 | Unfinished

119 13 0
                                    

"Seokmin-ah, kau baik-baik saja?" tanya Wonu begitu membuka pintu kafe. Ia berjalan menghampiri Seokmin yang tengah duduk lemas di salah satu kursi. "Jika kau ingin pergi sekarang juga, pergilah. Aku akan melakukannya sendiri."

"Aku akan membantumu dulu hyung." Seokmin segera bangkit kemudian mengambil lap diatas meja.

Wonu mendekati laki-laki itu, "Pergilah. Ibumu menunggumu. Jangan sampai kau menyesal sepertiku," ucap Wonu lantas tersenyum.

"Benar tidak apa-apa hyung?"

"Cepat berangkat sana." Wonu mengangguk lalu melemparkan senyumnya lagi. Ia tersenyum lega bisa datang di waktu yang tepat. Disaat Seokmin benar-benar membutuhkannya agar bisa menjenguk ibunya di rumah sakit.

"Hyung, aku pergi dulu. Dua hari lagi aku kembali." Seokmin tersenyum lebar lalu menutup pintu kafe.

Wonu segera meraih lap dari atas meja untuk membersihkan jendela, namun derit pintu yang kembali berbunyi membatalkan rencananya. Ia membalikkan tubuhnya lalu mendapati sosok laki-laki tinggi kini tengah menatap tajam kearahnya. "Apa yang membuatmu kemari?" tanya Wonu dengan nada mencibir.

"Aku mau bicara sebentar denganmu." Mingyu menarik salah satu kursi lalu mendudukinya. Ia tak berkedip sama sekali ketika mengikuti langkah Wonu hingga akhirnya duduk dihadapannya.

"Apa?" tanya Wonu dingin tanpa memandang kearah Mingyu.

"Kumohon jangan mengatakan apapun pada Nari." Kalimat Mingyu sukses membuat Wonu membalas tatapan tajamnya. "Aku tidak tahu sedekat apa kau dengannya, aku hanya tidak mau dia terluka."

"Tidak ingin Nari terluka, tapi nyatanya kau sendiri yang menggoreskan luka di hatinya," cibir Wonu dengan nada merendahkan. "Ya! Mingyu-ya, sebenarnya apa maumu?"

"Aku akui aku memang salah kemarin. Aku sudah membuatnya menangis. Bahkan mengeluarkan kalimat yang terdengar kasar, tapi diba...."

"Kau memang tidak pernah berubah Kim Mingyu." Wonu memotong kalimat Mingyu yang belum selesai lalu bertepuk tangan pelan. Ia tersenyum miring sambil menatap kedua mata Mingyu. "Apakah setelah ini kau akan menghancurkan hidupnya? Sama seperti yang telah kau lakukan pada Eunji?"

Nama seseorang yang keluar dari bibir Wonu mampu membekukan Mingyu. Laki-laki itu tak bergeming begitu Wonu menyebut nama yang tak asing lagi di telinganya. Nama gadis yang telah membuatnya merasa dihantui rasa bersalah selama bertahun-tahun, namun juga berhasil mengubah hidupnya menjadi lebih baik.

"Kenapa? Kau masih ingat dengan Eunji kan?" desak Wonu. "Dan kini kau memperlakukan Nari sama seperti kau memperlakukan Eunji."

"Ba-bagaimana kau bisa tahu aku memperlakukan Nari seperti itu?" Mingyu menatap Wonu penuh tanya. Sebenarnya apa saja yang sudah Nari ceritakan pada laki-laki itu hingga ia bisa menebak semuanya.

"Beginilah dirimu yang sesungguhnya." Wonu melipat kedua tangannya di dada. "Apa kau tidak pernah berpikir sedikitpun bagaimana jika sikapmu itu melukai orang lain? Kau tidak tahu kan apa yang terjadi pada Nari malam itu?"

Mingyu tak bergeming. Ia menundukkan kepalanya. Lagi-lagi rasa bersalah menyelimuti dirinya. Menjalar ke seluruh tubuh hingga membuatnya jengah.

"Maafkan aku," ucap Mingyu pelan. "Aku tahu kau masih dendam padaku karena masalah Eunji dulu. Kumohon maafkan aku." Mingyu menyeka matanya yang mulai basah. Ia tak kuat lagi menahan perasaannya. Nama gadis itu membuat hatinya bergetar. Membuka kenangan lama yang pernah terekam di hidupnya. "Sesungguhnya aku tidak benar-benar menjadikannya bahan taruhan saat itu. Aku benar-benar mencintainya."

"Cinta? Tahu apa kau tentang cinta? Jika kau memang mencintainya kau tidak akan pernah membuat hidupnya jadi menderita!!" Suara Wonu meninggi seiring sakit hatinya kembali muncul ke permukaan.

Air mata Mingyu tak lagi bisa dibendung. Beberapa kali ia menyeka air matanya yang meluncur deras. Diiringi dengan makian dan kata-kata kasar yang keluar dari bibir Wonu untuknya. Ia sadar itu semua memang salahnya. Dirinya sendiri yang membuat Eunji terluka. Dan dirinya pula yang membuat hidup Eunji selalu dalam bahaya setiap harinya. Ia sadar itu. Hanya saja semua sudah berlalu. Ia tak mungkin bisa memutar waktu untuk kembali pada Eunji dan memeluk gadis itu. Semua sudah terjadi, dan ia tak bisa melindungi Eunji disaat gadis itu membutuhkannya.

"Sungguh, aku benar-benar minta maaf padamu." Suara Mingyu bergetar ditambah isak tangisnya. "Kumohon jangan balas dendam pada Nari. Dia tidak tahu apa-apa."

"Pergi dari sini." Wonu beranjak dari tempatnya kemudian mengelap jendela yang tak jauh dari posisi Mingyu. "Semakin sering aku melihatmu justru semakin menambah kebencianku."

"Satu hal yang harus kau tahu, Eunji tak pernah sedikitpun membencimu meski kau tidak pernah ada untuknya." Mingyu menghela nafas berat.

"Apa maksudmu?" Wonu menghentikan pekerjaannya. Ia menatap Mingyu yang masih berdiri di tempatnya, lalu berjalan kearahnya. "Jelaskan padaku maksud kalimatmu," desis Wonu.

"Haruskah aku menjelaskannya, padahal kau yang lebih mengenalnya?" tanya Mingyu perlahan namun tajam. "Sudah kuduga kau memang tidak pernah memperhatikannya."

Wonu maju selangkah lagi. Kini wajahnya sudah sangat amat dekat dengan Mingyu. Sorot tajam matanya menjelaskan semuanya. Dendam dan amarah melebur menjadi satu di lubuk hatinya. Kedua tangannya menarik kerah baju Mingyu lalu menariknya mendekati tubuhnya. "YA! Jaga bicaramu Kim Mingyu." Wonu menekankan kalimatnya sementara laki-laki di hadapannya membuang pandangan.

"Aku pergi." Mingyu melepas paksa cengkraman Wonu dari kerahnya lalu bergegas meninggalkan kafe membiarkan Wonu berteriak kesal memanggil namanya berulang kali.

@@@

Love BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang