Alunan musik mengalun pelan di dalam kamar bernuansa putih yang tertata cukup rapi, dengan seorang gadis yang kini tengah tengkurap diatas ranjang. Sedang rambut hitam panjangnya dibiarkan terurai hingga menyentuh punggung.
"Sadarlah Nari-ya," kata Nari lalu memukuli kepalanya. Wajahnya nampak kusut setelah rentetan kejadian hari ini yang memaksa otaknya untuk berpikir harus bagaimana selanjutnya. Ia memutar tubuhnya hingga matanya bisa menatap langit-langit kamarnya. "Apa iya aku juga menyukai Wonu?"
Sedetik setelah itu, ponselnya bergetar. Nari bergidik begitu membaca nama Wonu yang tertera di layar. "Apa dia tahu aku sedang memikirkannya?"
"Apa?" kata Nari begitu menjawab panggilan Wonu.
"Mulai besok kampus akan libur 3 hari kan?" tanya Wonu di ujung telepon.
"Hmm, iya. Memangnya kenapa?"
"Selama itu juga kafe akan tutup. Selamat beristirahat," katanya kemudian memutus sambungan telepon secara sepihak.
"Cih, ada apa dengannya sih?" gerutu Nari kemudian melempar ponselnya asal.
"Nari-ya," panggil seseorang. Nari menajamkan indera pendengarannya, dan benar saja, seseorang memanggil namanya lagi dari bawah sana.
"Nari-ya, kau sudah tidur sayang?" Nari bergegas bangkit meninggalkan ranjangnya dan berlari menuju lantai satu rumahnya. Ia yakin sekali itu suara Ibunya.
"EOMAAAAAAA.." Nari berteriak histeris seraya memeluk erat wanita paruh baya yang tengah melepaskan blazer-nya di ruang tamu.
"Heii, kelakuanmu jangan seperti anak kecil begitu," kata Ayah Nari pelan. Pria itu tersenyum melihat tingkah Nari yang tidak pernah berubah sedikitpun meski kini ia sudah beranjak dewasa.
"Hehe, apa urusan di Jepang sudah selesai? Kenapa pulangnya cepat sekali?"
"Ya! Dia tidak suka jika kita pulang terlalu cepat." Pria itu menyenggol pelan lengan istrinya, kemudian tertawa kecil.
"Bukan begitu appa," kata Nari dengan nada menyesal yang dibuat-buat.
"Rekan bisnis ayahmu minta ingin segera bertemu, katanya dia akan membuat acara keluarga yang besar," kata Ibu Nari.
"Oh benarkah? Pantas saja, kupikir ayah dan ibu akan tinggal beberapa hari lagi di Jepang."
"Dan dia juga minta kalau semua makanan di acaranya adalah makanan dari restoran ayahmu. Makanya ayah dan ibu pulang cepat." Ibu Nari kini bangkit dari duduknya kemudian berjalan pelan menuju dapur yang tak jauh dari ruang tamu.
"Benarkah itu ayah?" Nari menoleh ayahnya yang kini sibuk dengan ponsel di sampingnya. "Memangnya rekan bisnis ayah yang mana? Apa aku tahu?"
""Memangnya kenapa hmm?" Pria paruh baya itu mengacak pelan rambut putri kesayangannya. "Kau ingin membantu ayahmu ini? Untuk mengurus restoran? Begitukah?"
"Eii, aku hanya bertanya hehe."
"Dia teman sekolah ayah dulu. Kau belum pernah bertemu dengannya. Lagipula dia sibuk dengan Stasiun Radionya."
"Wahh, jadi dia pemilik Stasiun Radio?" Nari berdecak kagum mendengarnya. Seketika itu juga ia ingat dengan Wonu, karena laki-laki itu pernah mengatakan jika ingin menjadi Penyiar Radio suatu saat nanti. Tanpa disadarinya, kedua ujung bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis, namun sedetik setelah itu wajahnya berubah drastis. "Heii, kenapa aku memikirkannya?" ucapnya dalam hati.
"Ayah istirahat dulu," kata Ayah Nari lalu beranjak dari sofa.
"Sayang, kau tidak mau minum teh hangat dulu? Sudah kubuatkan," kata Ibu Nari yang berdiri di balik meja dapur.
"Aku langsung tidur. Untukmu saja."
Di ruang tamu, Nari menahan tawa melihat ekspresi Ibunya yang terlihat kesal dengan sikap Ayahnya. Kedua orang tuanya selalu begitu, terkadang terlihat serasi, namun terkadang terlihat saling bersikap menyebalkan. "Eomma," kata Nari begitu sudah menyejajari posisi Ibunya di depan wastafel.
"Apa?" Wanita paruh baya dengan rambut sebahu, dan sedikit kerutan di bawah mata itu menoleh Nari, kemudian tersenyum. Senyumannya sangat cantik hingga membuatnya terlihat awet muda.
Nari menatap lekat wajah Ibunya yang terlihat lelah. Bahkan sangat amat lelah, namun tidak pernah sekalipun menunjukkannya. Hatinya berdesir. Sebenarnya gadis itu hendak menceritakan semua kejadian yang ia alami dengan Mingyu kepada Ibunya, tapi jika sudah seperti ini apa ia tega?
"Hmm, Ibu sangat cantik hari ini," kata Nari pada akhirnya.
"Kau ini ada-ada saja." Ibu Nari tertawa kecil, kemudian mengembalikan gelas cuciannya pada rak. "Kalau begitu Ibu istirahat dulu ya. Selamat malam sayang," kata Ibu Nari lalu meninggalkan dapur dan juga Nari yang masih bergelut dengan pikirannya yang semakin rumit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Blossom
Fanfictionapa yang akan kamu lakukan jika hidupmu yang sempurna bak kisah drama, tiba-tiba berubah menjadi suatu paksaan yang bahkan kamu tidak inginkan sama sekali? -- paksaan yang menuntutmu melakukan hal-hal diluar zona nyamanmu, hingga akhirnya membuatmu...