33 | Trauma

114 15 0
                                    

Deretan minuman kaleng warna-warni tertata rapi disepanjang rak, ditemani aneka makanan ringan disampingnya. Begitu pula dengan makanan instan seperti nasi, mi, sosis, dan juga dim sum yang terasa memanggil untuk segera dimiliki. "Selamat datang." Sapaan seorang laki-laki yang berdiri dibalik meja kasir membuyarkan lamunan Nari yang masih mematung tak jauh dari pintu masuk convenience store. Ya, tubuhnya yang baru terasa membaik memaksanya untuk pergi mencari beberapa makanan.

Gadis itu tersadar kemudian melemparkan senyum kepada pegawai toko. Ia berjalan menuju rak makanan ringan terlebih dulu. Matanya menelusuri setiap bungkus permen dan cokelat yang terpampang dihadapannya. "Apa yang harus kubeli sebenarnya?" gumamnya kemudian beralih pada rak makanan instan.

"Dosirak," ucapnya lirih. "Tidak tidak, jangan ini," lanjutnya seraya meletakkan kembali kotak nasi di tempatnya semula.

Kini tatapan gadis itu tertuju padashow case yang berisi puluhan minuman dingin didalamnya. Ia menarik gagang pintu kemudian menyebarkan pandangan beberapa detik. "Mungkin ini memang tujuanku yang sebenarnya," ucapnya seraya meraih sekotak susu rasa stoberi.

Drrrttt... Drrrttt.. Ponsel di dalam saku jaketnya bergetar. Rupanya nama Wonu yang muncul. Doakan hari ini lancar. Kupikir doamu akan cepat dikabulkan. Seperti itulah pesan yang dikirimkan Wonu pada Nari. Membuat gadis itu tanpa sadar tersenyum tipis. "Geurae."

"Kuharap semuanya akan berjalan lancar," ucapnya dengan ibu jari yang menari diatas layar ponsel.

"Selamat pagi. Apa ada yang lain lagi?" tanya pegawai toko ramah ketika Nari meletakkan susu stroberi dan puding tiramisu diatas meja.

Nari berpikir sejenak seraya memerhatikan barang belanjaannya. Sudah hampir setengah jam ia berada di toko itu, namun hanya membeli pudding dan juga susu. Meskipun kenyataan yang sebenarnya, ia ingin membeli makanan lain yang mengenyangkan. Hanya saja, uangnya sudah menipis, dan ia harus berhemat. "Iya, ini saja," katanya pada akhirnya.

Setelah membayar dan mengambil belanjaannya, ia memilih untuk duduk di kursi yang tersedia di depan toko. Sesekali ia menarik nafas dalam-dalam. Suasana musim semi dengan anginnya yang sejuk masih tetap menjadi kesenangannya.

"Apa benar kata Ryu ya," gumamnya. Ia membuka bungkus pudding kemudian menyantapnya dengan kedua tangan berada di atas meja. Otaknya masih tak habis pikir dengan pernyataan Ryu yang mengatakan jika Mingyu lah yang mengantarkannya kembali ke Aula setelah tertidur di Perpustakaan. Lalu kemana perginya Wonu? Apa dia yang menyuruh Mingyu untuk melakukannya? Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang muncul di kepala gadis itu.

Sembari mengunyah pudding dan juga menyeruput susunya, gadis itu memerhatikan lingkungan di sekitar toko yang terletak tak jauh dari Museum. Benar-benar bersih dan juga tertata rapi. Beberapa pejalan kaki yang melewatinya melempar senyum ramah. Nari heran, kenapa orang-orang itu tersenyum menyapanya meskipun tidak saling kenal, namun ia juga kembali melempar senyum untuk membalasnya. "Sepertinya tinggal disini selamanya pun tak apa." Ia terkekeh melanjutkan santapannya.

Sebuah mobil hitam berhenti dan parkir tak jauh dari toko. Seseorang didalamnya membuka pintu. Betapa terkejutnya Nari begitu melihat bahwa Mingyu yang turun dari dalam mobil. Ia buru-buru meraih susunya setelah suapan terakhir pudding mendarat di mulutnya. Namun baru beberapa langkah ia meninggalkan mejanya, Mingyu sudah berhasil mengejar dan menahannya.

"Apa kau berusaha menghindariku?" tanya Mingyu pelan. Ia melonggarkan cengkraman tangannya mengingat terakhir kali ia sudah melukai gadis itu.

"Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa?" balas Nari kemudian menjaga jarak dengan tubuh Mingyu yang berdiri cukup dekat dengannya.

"Tapi aku senang tidak sengaja bertemu denganmu disini." Laki-laki itu tersenyum. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

"Apa?"

"Bagaimana kalau sekalian pergi makan?"tawar Mingyu.

"Tidak bisa bicara disini saja?" sengit Nari.

"Ayolah kumohon," kata Mingyu lalu berusaha menggenggam tangan Nari.

Sebelum Mingyu berhasil meraihnya, gadis itu sudah menjauhkan tangannya terlebih dahulu. "Baiklah baiklah. Hanya sebentar saja," kata Nari dan mendahului Mingyu menuju mobilnya.

"Aku merindukanmu," ucap Mingyu yang kini mulai fokus dibalik kemudinya. Namun tak ada jawaban yang keluar dari bibir Nari. Gadis itu tetap memandang keluar jendela. "Maafkan aku."

"Terus terang saja apa yang ingin kau katakan." Nari tak tahan lagi. Ia menghela nafas kemudian menatap Mingyu dari posisinya. "Aku tidak mau pergi lama-lama dengan kekasih gadis lain."

Mingyu mengerjap beberapa kali. "Kau masih marah rupanya."

"Lalu menurutmu?"

"Nari-ya, kau harus tahu jika aku memang benar-benar tidak memiliki perasaan sedikitpun pada Hana."

"Baiklah. Anggap saja kau memang benar tidak memiliki perasaan apapun padanya, dan aku juga tidak memiliki perasaan lagi denganmu."

"Nari-ya," panggil Mingyu pelan. "Aku akan menjelaskan sesuatu padamu. Kumohon kali ini percayalah padaku." Laki-laki itu menepikan mobilnya kemudian menarik nafas dalam. "Ini semua permintaan appa. Kantor sedang dililit hutang dan nyaris bangkrut. Cara satu-satunya adalah dengan mendekati Hana. Ingat ini bukan keinginanku."

Nari tdak bergeming. Untuk saat ini ia cukup terkejut dengan rentetan kalimat yang Mingyu ucapkan. Ia jelas tidak percaya. Gadis itu yakin betul jika keadaan perusahaan ayah Mingyu baik-baik saja. Itu pasti hanya alasan Mingyu saja pikirnya. "Mingyu-ya, kumohon jangan pernah bawa-bawa ayahmu sebagai alasan. Jelas aku tidak akan percaya."

"Aku tidak pernah bohong padamu. Sungguh. Kali ini tolong percaya padaku." Mingyu menarik tangan Nari kepangkuannya dan menggenggamnya erat. "Kumohon," pintanya dengan mata berkaca-kaca.

"Mingyu-ya," ucap Nari pelan. Kalau boleh jujur, ia memang paling tidak bisa melihat Mingyu menangis seperti itu. Hatinya terasa sakit.

]"Maaf." Kalimatnya terpotong.

Nari benar-benar tak sanggup. Tenggorokannya sakit karena berusaha keras menahan tangis. "Maafkan aku," katanya seraya menarik tangannya dari atas paha Mingyu.

"Kau benar-benar tidak percaya padaku?" Mingyu mengelap kasar air mata yang membasahi pipinya. "Nari-ya, jujurlah. Kau masih mencintaiku kan?"

"Maafkan aku Gyu. Aku lelah." Nari ikut mengusap air mata Mingyu yang sudah kembali berkumpul di pelupuk mata laki-laki itu. "Aku tidak akan merusak hubunganmu dengan Hana. Kuharap kau akan lebih bahagia dengannya." Nari tersenyum miris menahan tangisnya. "Aku turun disini saja. Sampai jumpa."

@@@

Love BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang