"Apa yang kau lakukan disini sayang?" tanya Nari dengan nada suara yang mulai cemas.
"Apa yang aku lakukan?" tanya Mingyu dingin. Laki-laki itu menarik tangan Nari untuk keluar dari kerumunan dan membawanya ke tepi jalan yang cukup lenggang. Setidaknya cukup nyaman untuk berbicara berdua. "Harusnya aku yang tanya, apa yang kau lakukan disini?"
"Aku kemari untuk melakukan survey, sungguh." Nari berusaha meyakinkan Mingyu, karena ia tahu betul jika saat ini Mingyu sedang cemburu pada Wonu.
"Hanya berdua? Dengan Wonu?" cibir Mingyu. Ia tersenyum miring lantas membuang pandangannya.
"Mingyu-ya, aku tidak berbohong padamu. Aku benar-benar melakukan survey untuk film dokumenter. Kumohon percaya padaku." Nari menggenggam erat tangan Mingyu yang terasa dingin. Bukan. Mungkin tangannya sendiri lah yang membeku.
"Kau bilang kau akan pergi ke suatu desa di Changwon kan? Lalu kenapa sekarang kau jauh-jauh pergi ke Jinhae? Agar bisa berkencan dengan Wonu?" Mingyu kembali menuduh Nari dengan rentetan pertanyaannya.
"Ya! Ada apa denganmu?!" Suara berat Wonu tiba-tiba terdengar. Laki-laki itu kini berjalan mendekati Mingyu dan Nari. "Aku masih ada perlu dengan Nari."
"Aku tidak ada urusan denganmu," kata Mingyu lalu menarik pergelangan tangan Nari. "Ayo pergi," ajak Mingyu, namun langkahnya terhenti ketika tangan Wonu kini juga menahan pergelangan tangannya agar tidak beranjak dari posisinya. "Lepaskan tanganmu," sengit Mingyu dengan tatapan tajamnya kearah Wonu.
"Aku tidak akan melepaskan cengkramanku, sebelum kau melepas cengkramanmu pada Nari," jawab Wonu santai. "Sudah kubilang, aku masih butuh Nari."
"Berhentilah bertengkar," ucap Nari dengan nada lirih. "Wonu-ya, lepaskan cengkramanmu."
Mingyu menghela kasar nafasnya begitu Wonu menuruti keinginan Nari untuk melepaskan cengkramannya. "Baiklah, sekarang aku tahu fakta jika Wonu hanya menuruti perkataan kekasihku," katanya lalu menatap tajam Wonu yang masih terlihat santai.
"Wonu-ya, nanti kita bahas lagi," kata Nari pelan begitu Mingyu dengan kasarnya menarik pergelangan tangannya untuk menjauh dari Wonu.
Meski sudah terbiasa, namun Nari masih tetap saja tidak bisa mengimbangi langkahnya ketika Mingyu berjalan cepat didepannya. Ia bahkan berlari kecil untuk bisa mengikuti kemana Mingyu akan membawanya. "Mingyu-ya, lepaskan tanganku. Itu sakit." Suara Nari bergetar hebat ketika rasa sakit mulai terasa pada pergelangan tangannya.
Mingyu melemparkan tubuh Nari hingga gadis itu menabrak sisi samping mobil miliknya. Entah setan apa yang merasuki Mingyu kini, yang jelas rasa iba sedikitpun tidak ada dalam dirinya. Meski Nari memanggil namanya berulang kali dengan suara parau, namun laki-laki itu tetap tak bergeming.
"Mingyu-ya, sadarkan dirimu," kata Nari seraya memegangi pergelangan tangannya yang memerah. "Kau cemburu buta sayang. Percayalah aku benar-benar ingin survey datang kesini."
"Nari-ya, kau ingin aku percaya? Eo?" tanya Mingyu dingin. Ia mendekati tubuh Nari hingga gadis itu menempel dengan pintu mobil. "Maaf sekarang aku tidak bisa."
"Kita bicarakan ini didalam Mingyu-ya. Banyak orang disini, lebih baik masuk ke mobilmu. Ya?" pinta Nari seraya menggenggam erat lengan Mingyu dengan kedua tangannya yang lemah.
"Lepaskan tanganmu dari situ. Aku lelah." Mingyu menarik lengannya hingga genggaman Nari terlepas. Ia berjalan menjauh menuju sisi lain mobilnya.
"Mingyu-ya, sayang, kau mau kemana?" Nari sudah tak bisa membendung tangisannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Blossom
Fanficapa yang akan kamu lakukan jika hidupmu yang sempurna bak kisah drama, tiba-tiba berubah menjadi suatu paksaan yang bahkan kamu tidak inginkan sama sekali? -- paksaan yang menuntutmu melakukan hal-hal diluar zona nyamanmu, hingga akhirnya membuatmu...