Nari meraih ponsel dari dalam tas kemudian mencari nama Mingyu di dalam daftar kontaknya. Ia berniat untuk mengirim pesan pada Mingyu hanya untuk menanyakan apakah laki-laki itu sudah tiba di kelasnya atau belum. Matanya masih tertuju pada layar ponsel hingga ia tak sadar jika langkahnya kini terhenti di tepi lapangan basket yang ada di seberang taman.
Brukk..
Bola basket mendarat sukses di bagian belakang kepala Nari hingga gadis itu tak sengaja menjatuhkan ponselnya. Ia menggeram lalu segera berjongkok untuk meraih ponsel hitamnya yang tergeletak diatas tanah kering dengan sedikit rumput. Gadis itu bangkit kemudian membalikkan tubuhnya berusaha mencari siapa sosok yang sudah melemparkan bola kearahnya.
Nari mengedarkan pandangan kearah lapangan. Ada beberapa anak laki-laki yang sedang tertawa sambil menunjuk kearahnya. Kini wajahnya memerah. Ia sudah siap dengan semua makian dan kata kasarnya hingga salah satu dari mereka datang mendekatinya.
"Maaf," ucap laki-laki itu kemudian berjalan menjauhinya setelah mengambil bola basket.
"YA!!!" bentak Nari. Gadis itu sudah tak bisa membendung emosinya lagi. Entah sengaja atau tidak, mereka sudah membuat kepalanya menjadi sasaran bola basket, dan sekarang, salah satu dari mereka dengan acuhnya mengucapkan maaf yang terdengar tidak tulus sedikitpun.
Laki-laki bertubuh tinggi dengan wajah dingin itu menghentikan langkahnya kemudian memandang Nari yang kini berjalan kearahnya. "Apa lagi?" tanyanya dengan nada datar.
"Bagaimana bisa seseorang mengucapkan kata maaf dengan begitu acuh, ck," ucap Nari. "Setidaknya kau menanyakan apa aku baik-baik saja atau tidak," tambahnya.
Laki-laki itu masih diam mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari bibir mungil gadis itu. Sorot tajam matanya seolah siap untuk memotong apapun yang menghalanginya. Ia memerhatikan setiap senti tubuh gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan tatapan dingin yang menyebalkan.
"Kau berisik sekali sih. Lagipula kau baik-baik saja kan," ucap laki-laki itu lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi Nari seakan tidak ada yang terjadi.
Wajah Nari yang sudah memerah kini bertambah panas melihat kelakuan laki-laki yang baru pertama kali dilihatnya itu. Laki-laki tinggi dengan wajah tanpa ekspresi dan tatapan mata tajam yang menyebalkan. Sadar jika ia tak punya waktu lagi, Nari segera merapikan kembali rambutnya yang sempat berantakan lalu bergegas menuju kelasnya.
Ruang kelas di blok A sudah ramai dan nyaris penuh dengan mahasiswa. Nari tetap mengenggam erat ponselnya sambil terus berjalan mencari bangku yang kosong. Tatapannya kini tertuju pada bangku yang berada di tingkat kelima dari papan tulis. Berada tepat di samping jendela. Tempat favoritnya. Nari tersenyum tipis kemudian meletakkan tasnya diatas meja.
"Ahh enaknya," gumamnya seraya membuka pesan dari Mingyu.
"Siapa itu?" bisik salah satu mahasiswa yang duduk tepat di belakang Nari.
"Entahlah. Menyeramkan sekali," sahut yang lain.
Nari mengalihkan pandangannya menuju kemana semua murid tengah memandang. Sedetik kemudian matanya melebar setelah tahu siapa yang menjadi perbincangan murid di kelasnya. Laki-laki yang tadi di lapangan basket itu kini berjalan kearah bangkunya, kemudian duduk tepat di sebelahnya.
"Siapa yang menyuruhmu duduk disini?" sentak Nari begitu laki-laki itu meletakkan tas punggungnya di atas meja.
"Memangnya ada peraturan yang melarangku untuk duduk disini?" tanya laki-laki itu tanpa menoleh kearah gadis yang kini tengah menahan emosinya.
"Ssst, Nari-ya," bisik salah satu mahasiswi yang duduk di belakang Nari. Mengisyaratkan agar Nari cepat menghentikan ocehannya karena Prof. Park sudah memasuki ruang kelas.
Nari berdecak kesal. Hari ini sungguh hari yang sial baginya. Semangatnya sudah runtuh sejak Mingyu membatalkan rencana pergi bersamanya, kemudian terkena lemparan bola basket, dan bertemu laki-laki menyebalkan yang kini justru menjadi teman sekelasnya.
Semua mahasiswa memberi salam setelah Nari si ketua kelas memberi aba-aba begitu Prof. Park memasuki kelas beberapa saat lalu. Pria paruh baya itu mengedarkan pandangan ke seluruh kelas kemudian berhenti pada Nari, dan juga sosok laki-laki di sampingnya tentu saja.
"Ahh iya, kau bisa kenalkan dirimu terlebih dahulu." kata Prof. Park sambil menunjuk laki-laki yang duduk di sebelah Nari dengan dagunya. Sontak seluruh mahasiswa yang berada di kelas mengarahkan pandangan mereka pada laki-laki dengan kemeja putih lengan panjang yang kini tengah berdiri di samping Nari.
"Annyeonghaseyo, aku Jeon Wonwoo, kalian bisa panggil Wonu. Aku mahasiswa transfer dari Universitas Changwon, terima kasih."
"Baiklah, kau bisa duduk sekarang," kata Prof. Park lalu berganti memandang Nari yang nampak tak acuh dengan ucapan Wonu barusan.
"Nari-ssi, setelah kelas ini selesai, aku mau kau mengajak Wonwoo berkeliling kampus. Anggap saja pengenalan untuknya di kampus ini, lagi pula kau kan ketua kelas disini." Prof. Park menyelesaikan kalimatnya kemudian mulai membuka laptop yang ada diatas meja. Ia tak perlu jawaban persetujuan ataupun penolakan dari Nari. Yang jelas gadis itu harus menemani Wonwoo berkeliling kampus.
"Ck! Apa hubungannya denganku sebagai ketua kelas." Nari kembali berdecak entah yang keberapa kalinya. Lengkap sudah kesialannya hari ini. Rentetan kejadian menyebalkan sukses membuatnya malas meski hanya untuk bergerak mengambil pulpen dari dalam tasnya.
@@@
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Blossom
Fanfictionapa yang akan kamu lakukan jika hidupmu yang sempurna bak kisah drama, tiba-tiba berubah menjadi suatu paksaan yang bahkan kamu tidak inginkan sama sekali? -- paksaan yang menuntutmu melakukan hal-hal diluar zona nyamanmu, hingga akhirnya membuatmu...