26 | Can't See The End

95 15 0
                                    

Semua mahasiswa bergegas memasukkan kembali barang-barang yang digunakan selama perjalanan, seperti buku, ponsel, atapun mp3. Nari yang selama perjalanan hanya tidur tidak perlu lagi mengecek satu persatu barangnya, karena tidak ada yang ia keluarkan. Ia hanya menunggu Wonu yang memasukkan bukunya kedalam tas bersama dengan ponsel. Nari melirik Wonu yang kini memakai kaca mata, "Sejak kapan kaca mata itu bertengger?" tanyanya.

"Tadi," jawab Wonu lalu merapikan hoodie-nya.

"Aku baru kali ini melihatmu memakai kaca mata. Apa itu kaca mata sungguhan?" selidik Nari seraya menoleh kearah kaca mata Wonu lebih dekat.

"Kau pikir ini mainan?" Wonu membalas tatapan Nari yang wajahnya sudah sangat dekat dengannya. Membuat gadis itu secara refleks menjauhkan tubuhnya hingga menempel pada jendela.

"I-iya iya. Cepat turun." Nari mendorong tubuh Wonu dengan kedua tangannya. Ia kemudian mengikuti langkah Wonu dibelakangnya menuruni anak tangga bus. Matanya berkeliling menikmati pemandangan yang mengitari gedung museum. Pohon-pohon dan rumput hijau yang menyegarkan ada dimana-mana. Nari menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. "Segar sekali."

Tak jauh dari kerumunan mahasiswa, sebuah mobil hitam berhenti dan menurunkan seorang gadis. Hana. Ia baru saja turun dengan membawa koper yang tidak terlalu besar. Gadis itu terlihat berbicara sebentar dengan orang didalam mobil kemudian melambaikan tangannya.

"Heol, lihatlah, putri kerajaan sudah datang," desis Ryu sambil menahan tawanya.

"Aku tak habis pikir kenapa dia mau pindah ke jurusan dengan pekerjaan berat seperti kita," sahut Seungcheol.

"Memangnya dia memiliki kemampuan apa?" tambah Soonyoung kemudian tertawa.

"Annyeonghaseyo, maaf aku sedikit terlambat," sapa Hana setelah membungkukkan tubuhnya. Tak ada satupun mahasiswa yang menyambut kedatangannya, meski beberapa mahasiswa melihatnya menyapa dengan ramah.

"Ya! Kau pikir kita akan pergi berlibur?" tanya Jihoon dengan suara yang terdengar cukup kencang, namun tatapan matanya menuju Soonyoung. Sedang laki-laki dihadapannya hanya tertawa merespon kalimat Jihoon.

"Hei, jangan begitu," kata Nari pelan seraya memukuli pundak para laki-laki di jurusannya yang dengan sengaja menganggu Hana. Tak terkecuali Ryu, gadis tukang gosip yang mulutnya tidak bisa dikontrol.

"Ahh, tidak apa-apa," jawab Hana sambil menarik kopernya mendekati Nari. "Terima kasih sudah membelaku." Gadis itu kembali tersenyum menatap Nari dan juga Wonu yang berdiri disampingnya.

"Perhatian semuanya, segera taruh perlengkapan kalian di aula lantai dua, lalu turun lagi untuk upacara pembukaan," seru salah satu pembimbing senior.

"Ne sunbaenim."

@@@

Kedua mata Mingyu tak berkedip sama sekali ketika melihat bemper mobilnya yang penyok akibat terbentur dengan pembatas jalan. Ini semua karena dirinya sendiri yang tidak fokus menyetir. Pikirannya masih tertuju pada Hana. Entah apa yang membuat gadis itu akhirnya memutuskan untuk pindah jurusan ke penyiaran.

"Arrgghhh!!" Mingyu mengacak kasar rambutnya. Wajahnya memanas. Kalimat Hana kembali terngiang di telinganya. Dengan wajah gembira, gadis itu menceritakan bagaimana Nari dengan hangatnya menjadi satu-satunya mahasiswa yang menyambutnya dengan baik. "Apa yang harus kulakukan ya Tuhan," desisnya.

"Mingyu-ya." Suara berat yang tidak asing lagi baginya terdengar. Ia memutar tubuhnya dan menadapat sosok ayahnya tengah berdiri diambang pintu dengan tatapan tajamnya. "Masuklah. Aku ingin bicara," katanya seraya masuk ke dalam rumah lebih dulu dengan diikuti Mingyu dibelakangnya.

"Sudah sejauh mana kau dengan Hana?" tanya ayah Mingyu begitu tubuhnya sudah duduk dengan nyaman pada sofa didepan televisi. Ia memandang anak laki-lakinya yang kini terlihat gelisah duduk disampingnya. "Ada apa? Kurasa kau hebat berurusan dengan para gadis," cibir ayahnya.

"Maaf, aku masih belum bisa menjadikannya kekasihku," kata Mingyu pelan.

"Lalu kapan?" Pria paruh baya itu kini melipat kedua tangannya didepan dada seraya memperhatikan anak semata wayangnya itu. "Kau tau keadaan perusahaan kita seperti apa? Apa kau akan menunggu perusahaan kita bangkrut dulu baru kau akan memacarinya?"

Mingyu diam seribu bahasa. Jujur saja, jika ia boleh memilih, ia tak akan pernah mau hidup dengan seorang ayah yang egois dan hanya mementingkan urusan pribadinya saja, tanpa memperdulikan perasaan orang lain. Ia masih mencintai Nari, dan tidak akan pernah berhenti sampai kapanpun. "Aku menjaga perasaan kekasihku."

"Apa?!" sentak ayah Mingyu. "Kau masih memikirkan perasaan Nari? Lalu apa kau akan membiarkan stasiun televisi yang ayah bangun bangkrut?"

"Lalu apa ayah tidak pernah berpikir karena ulah siapa keuangan perusahaan kita seperti ini?" tanya Mingyu tanpa membalas tatapan ayahnya. "Itu semua karena ulah ayah sendiri kan? Membiarkan setiap wanita menghabiskan uang ayah. Lalu jika keadaan sudah begini akulah yang menjadi korban."

"Ayah menyuruhku memacari Hana hanya karena dia putri pemilik stasiun radio ternama, yang ayah rasa bisa membantu keuangan perusahaan. Hanya karena, mengenal baik keluarga mereka, lantas memaksaku untuk bersamanya?" Mingyu menghentikan rentetan kalimatnya sejenak. Ia menarik nafas dalam, "Aku benci ini semua."

Plaakk..

Sebuah tamparan mendarat keras pada pipi Mingyu. Meski begitu ia tak beranjak dari posisinya. Ia masih tetap duduk disamping ayahnya yang tengah murka. Membiarkan pria paruh baya itu menghujaninya dengan kata-kata kasar. Kini ia paham dari siapa sifat yang ia miliki selama ini. Sifat buruknya yang selalu ingin ia buang jauh-jauh. Dimana ia tidak bisa mengontrol emosinya dan juga kata-kata kasarnya. Sama seperti ayahnya.

"Ayah, lebih baik aku dipukuli seperti dulu saat aku masih sekolah, dari pada harus mengikuti semua perintah ayah." Suara Mingyu sedikit bergetar menahan tangis. "Mungkin ini alasan ibu memilih cerai." Laki-laki itu tersenyum pahit.

"YA! KIM MINGYU!!!" Suara ayah Mingyu semakin meninggi ketika laki-laki itu membuat otaknya mengingat kejadian di masa lalu. "Kau pikir siapa yang menghidupimu hingga saat ini? Hha?!" tambahnya. "Kau pikir ibumu itu bisa membuatmu hidup seperti ini?!"

Mingyu mendongakan kepalanya, membalas tatapan ayah kandungnya itu. "Lalu appa mau aku memacari Hana? Baiklah. Aku akan mendekatinya, tapi jangan salahkan aku jika nanti dia mengetahui semuanya," ucapnya seraya berjalan cepat keluar rumah.

"Mau kemana kau? KIM MINGYU?!!!" Ayah Mingyu berlari mengejar keluar rumah dan mendapati anak laki-lakinya sudah pergi dengan mobilnya. "SIALAN!!!"

@@@

Love BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang