37 | Fearless

101 16 0
                                    

Begitu melewati pagar kecil, terdapat sebuah pohon besar yang tumbuh tepat disamping rumah Wonu, dan daun-daun kering yang berguguran itu dibiarkan berserakan begitu saja. Suara daun kering yang terinjak, membuat Nari sedikit terkejut dan mengalihkan pandangannya ke bawah. Matanya sedikit membulat begitu sampai di halaman rumah Wonu yang bisa dibilang cukup kotor.

"Tidak usah heran begitu," kata Wonu tiba-tiba. "Ibuku sering sakit, jadi tidak ada yang membersihkannya."

Nari menoleh Wonu yang sudah membuka pintu rumahnya. "Setidaknya kau membantunya untuk membersihkan ini bodoh."

"Aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu. Cepat masuk."

Nari mendesis namun tetap mengikuti langkah Wonu ke dalam rumah. Gadis itu langsung tersenyum begitu mendapati seorang wanita paruh baya tengah menatapnya dengan senyum tipis.

"Ayo silahkan duduk dulu," katanya seraya tersenyum lebar.

"Terima kasih bibi," kata Nari lalu duduk di seberang Ibu Wonu.

"Namamu siapa?"

"Oh, perkenalkan, aku Hwang Nari. Teman kuliah Wonu bibi."

Wanita itu terus memperhatikan Nari tanpa berkedip, sedangkan yang ditatap merasa kikuk hingga akhirnya ia berusaha mencairkan suasana.

"Hmm, apa ada yang salah denganku?" tanya Nari pelan lalu berusaha merapikan rambut dan pakaiannya.

"Oh tidak-tidak. Hanya saja kau terlihat sangat cantik," kata Ibu Wonu lalu tertawa pelan. "Apa kau kekasihnya?" tanyanya tiba-tiba.

"Eomma," keluh Wonu yang sudah datang dengan membawa kotak besar berisi gelas.

"Ada apa? Aku hanya bertanya padanya. Dia sangat cantik."

Nari segera berdiri membantu Wonu menurunkan kotak besar ke atas meja. Gadis itu lalu menghitung jumlah gelas didalamnya. "Kenapa banyak sekali?"

"Jaga-jaga jika kau memecahkannya kembali," jawab Wonu masih tanpa ekspresi. "Aku pergi," pamit Wonu setelah menoleh ibunya sekilas.

"Hei kenapa buru-buru sekali." Ibu Wonu menahan tangan anak laki-lakinya itu. "Makan dulu disini."

"Tidak sempat eomma. Seokmin sendirian di kafe."

"Kalau begitu tunggu sebentar. Aku akan membawakan kalian makan siang."

"Eom," Belum sempat Wonu menuntaskan kalimatnya, namun Nari sudah menyikut lengannya.

"Jika Bibi tidak keberatan, boleh saja," jawab Nari pada akhirnya.

Ibu Wonu tersenyum senang. Ia berlari kecil menuju dapur untuk menyiapkan kotak makan siang yang ia janjikan. Jika bukan karena Nari, Wonu tentu tidak akan pernah mau menerima tawaran kotak makan siang dari Ibunya. Laki-laki itu akan makan sedikit di rumah, dan makan lagi keesokan harinya, karena Wonu lebih sering makan di luar.

"Ini. Aku menyiapkan untuk Seokmin juga. Kalian harus makan dengan baik," kata Ibu Wonu begitu keluar dari dapur dengan kotak makan siang super besar. "Kau harus memaksanya makan yang banyak," bisiknya kepada Nari. Meskipun Wonu juga bisa mendengarnya.

Nari tersenyum seraya menerima kotak dari tangan Ibu Wonu. "Terima kasih banyak Bibi. Aku janji akan membuat Wonu makan dengan sangat baik."

"Ya ya baiklah." Senyuman Ibu Wonu tak pernah hilang. Ia menatap anaknya dan Nari bergantian. "Hati-hati ya."

"Ibumu baik sekali," ucap Nari senang. Ia melirik Wonu yang berjalan santai di sampingnya. "Harusnya kau bersikap baik juga padanya."

"Sudahlah, apa aku juga harus mendengarkan oecehanmu ketika di jalan?" jawab Wonu malas.

Nari mengerucutkan bibirnya. Gadis itu langsung berjalan cepat menjauhi Wonu begitu melihat bus sudah berhenti di halte. "Tolong bayarkan aku ya bos," katanya lalu terkekeh.

Wonu tersenyum melihat tingkah Nari yang kini sudah mengantri untuk menaiki bus. Ia merogoh kantongnya lalu mengambil dompet hitam dari sana. Laki-laki itu mempercepat langkahnya agar bisa berdiri tepat dibelakang Nari.

Piiippp,

"Untuk dua orang," kata Wonu pada supir bus. Ia lalu mengikuti langkah Nari dan duduk di samping gadis itu.

Untuk beberapa saat, Nari dan juga Wonu sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri. Nari menempelkan kepalanya pada jendela bus, memandangi jalan dan juga pertokoan yang dilewatinya. Kedua tangannya masih memeluk kotak makan siang yang diberikan Ibu Wonu. "Wonu-ya," panggil Nari pelan.

Wonu menoleh, "Apa?"

"Sepertinya aku lapar," keluh Nari.

Sekali lagi, Wonu tersenyum karena tingkah Nari. Entah kenapa gadis itu jadi terlihat menggemaskan di matanya. Apapun yang sedang Nari lakukan rasanya terlalu sayang untuk dilewatkan. Ya, setidaknya ia sadar jika ada perasaan aneh dalam dirinya ketika bersama Nari.

@@@

Love BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang