Pagi ini Nari sudah duduk dengan manis di depan kafe Wonu. Bahkan terlalu pagi, karena Seokmin yang biasanya datang lebih dulu untuk membuka kunci belum terlihat batang hidungnya. Gadis itu kembali menggosokkan kedua telapak tangannya kemudian menempelkannya pada pipi, karena cuaca pagi ini cukup dingin.
Seorang laki-laki bertubuh tidak terlalu tinggi, yang mengenakan topi dan juga rompi biru datang mendekat. Di tangannya ada sekeranjang besar berisi puluhan kotak susu. "Selamat pagi," sapanya ramah lalu menaruh keranjang susu di depan pintu masuk kafe yang masih terkunci.
"Iya selamat pagi," jawab Nari dengan senyum lebar. Ini pertama kali dalam hidupnya melihat pengantar susu yang masih muda. Bahkan mungkin lebih muda dari dirinya. Tidak, sepertinya bukan pertama kali ia melihat pemuda bekerja, namun dirinya lah yang tak pernah bangun pagi dan melihat dunia secara luas.
Beberapa hari ini yang ia lakukan hanya makan dan tidur. Ditambah menonton drama sesekali. Wonu memutuskan untuk menutup kafe selama 3 hari tanpa ia tahu alasannya apa. Laki-laki itu juga tidak menghubungi Nari sama sekali sejak ia mengatakan akan kembali membahas Mingyu. Sedangkan kampus libur karena ada kunjungan dari kantor Yayasan pusat, sehingga memaksanya untuk bermalas-malasan di rumah selama itu.
"Nari-ya," kata Seokmin setelah berlari kecil begitu melihat Nari sudah menunggu di depan kafe. "Kenapa pagi-pagi sekali?" tanyanya lagi. Kali ini sembari membuka kunci pintu, kemudian membawa keranjang susu ke dalam kafe.
"Aku bosan di rumah," kata Nari setelah membantu Seokmin membukakan pintu pendingin untuk penyimpanan stok barang. "Hari ini sebenarnya di kampus masuk seperti biasa, tapi aku sedang tidak ada kelas."
"Hmm begitu rupanya."
"Seokmin-ah," panggil Nari. Laki-laki itu menoleh sebentar lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Mengeluarkan beberapa lap bersih dan penyemprot kaca dari dalam lemari.
"Menurutmu Wonu orang yang seperti apa?"
Seokmin kembali menoleh Nari yang masih duduk manis pada kursi yang terletak tidak jauh dari meja kasir. "Kenapa memangnya?"
"Aku hanya bertanya."
"Aku pertama kali bertemu dengannya di Perpustakaan Umum. Waktu itu aku bekerja di sana." Seokmin mulai mengelap meja kasir dengan lap setelah sebelumnya ia menyemprotkan cairan pembersih.
Nari beranjak dari duduknya, kemudian mendekati Seokmin untuk mengambil lap bersih dan juga penyemprot kaca. "Sebenarnya aku penasaran dia orang seperti apa," kata Nari pelan, lalu mulai membersihkan kaca bagian dalam kafe.
Seokmin tersenyum mendengarnya. "Wonu hyung itu orang yang sangat baik kau tahu."
Nari diam. Ia berusaha fokus dengan apa yang akan Seokmin katakan selanjutnya.
"Dulu Wonu hyung sering pergi ke Perpustakaan Umum, dan aku jadi sering bertemu dengannya karena selalu membantunya mencari beberapa buku untuk bahan kuliahnya. Entah kenapa, semakin sering bertemu, aku jadi semakin akrab dengannya."
"Jadi memang benar dia sering pergi kesana ya?" tanya Nari begitu penasaran hingga ia memutar tubuhnya agar bisa melihat apa jawaban Seokmin, dan laki-laki itu menganggukkan kepalanya.
"Ibuku sering sakit, dan Wonu hyung yang membayar semua biaya pengobatan di Rumah Sakit." Seokmin menambahkan, "Aku juga kerja disini bukan karena Wonu hyung ingin aku segera mengembalikan biaya yang sudah dia keluarkan untuk Ibuku, tapi agar aku bisa menabung untuk keluargaku."
"Menabung?"
"Iya, kau tahu kan kalau gaji staf Perpustakaan Umum tidak seberapa?" Nari mengangguk paham. Hanya saja, ia jadi tidak bisa fokus untuk bersih-bersih. Pikirannya terpecah belah mendengar potongan cerita Seokmin.
"Wonu hyung benar-benar penyelamat hidupku. Aku tidak tahu bagaimana nasibku sekarang jika waktu itu aku tidak bertemu dengannya."
Nari mengentikan pekerjaannya. Ia tidak sadar dengan itu, namun ia menyadari sesuatu yang lain. Itu semua adalah cara Wonu membayar rasa penyesalan yang selalu menghantuinya selama ini. Rasa penyesalan dimana ia tidak ada waktu untuk keluarganya di saat-saat genting. Penyesalan yang teramat dalam, yang sering ia katakan berulang kali. Dan Wonu tidak ingin kejadian itu terulang pada Seokmin.
"Hei? Ada apa?" Suara Seokmin membuyarkan lamunannya.
"Demi Tuhan, aku penasaran bagaimana dia sebenarnya, karena menurutku Wonu itu diam-diam perhatian denganku."
"Kau mau tahu sesuatu?" tanya Seokmin. Laki-laki itu menghentikan pekerjannya juga, lalu berjalan mendekati Nari. "Duduklah," katanya setelah menarik Nari untuk duduk kembali pada kursi yang sebelumnya gadis itu tempati.
"Sebenarnya, Wonu hyung memang selalu memikirkanmu. Apalagi saat kau tidak kunjung kembali ke kafe saat bertengkar dengan pacarmu waktu itu."
"Saat aku mengejar Mingyu maksudmu?"
Seokmin mengangguk. "Wonu hyung selalu melihat jam, dia terlihat begitu khawatir."
Nari menahan tawanya. "Eii, mana mungkin. Lagipula, seberapa dekat kau dengannya?"
"Ckck, kau ini tidak percaya sekali denganku. Kuberi tahu ya, walaupun dia itu galak padaku, tapi terkadang dia juga menceritakan hal-hal pribadinya," kata Seokmin sedikit berbisik. "Kita ini sudah sangat dekat seperti saudara kandung."
Nari menatap Seokmin serius. Ia tak tahu lagi harus berekspresi bagaimana di depan laki-laki yang bahkan tidak pernah terlihat serius sekalipun itu. "Seokmin-ah, kau tidak sedang mengerjaiku kan?" selidik Nari.
"Baiklah, akan kuceritakan semuanya." Seokmin menarik kursinya agar lebih dekat dengan Nari. "Waktu itu aku pernah bertemu dengannya di mini market di seberang jalan sana, dia membeli susu Stroberi."
Tawa Nari meledak. Sudah ia duga, Seokmin memang tidak pernah serius. "Hei hei, apa yang salah dengan susu Stroberi?"
"Tunggu dulu, kau pasti akan kaget jika tahu saat itu adalah hari dimana kalian akan pergi ke Changwon." Seokmin menggantungkan kalimatnya.
"Lalu?"
"Lalu aku sebagai karyawan yang baik bukankah seharusnya menyapa bos lebih dahulu?" Seokmin tertawa kecil memerlihatkan barisan giginya yang tertata rapi. "Baiklah aku serius. Jadi aku bertanya kenapa dia membeli minuman banyak sekali, apalagi dia tidak pernah membeli susu. Lalu kau tahu apa jawabannya?"
"Tidak tahu," jawab Nari datar.
"Katanya susu itu untukmu. Coba kau ingat-ingat, ketika akan pergi ke Changwon, apa dia memberimu susu Stroberi?"
Nari berusaha mengingat hari yang ditunggu-tunggunya waktu itu. Memang benar, Wonu memberikannya sekotak susu rasa Stroberi. Sedangkan laki-laki itu minum minuman kaleng yang entah apa isinya. "Benar juga," jawab Nari.
"Selain itu, Wonu hyung juga memberitahuku jika dia mengajakmu pergi ke Jinhae untuk melihat bunga Sakura, dengan alasan survey tempat." Kali ini Seokmin menahan tawanya. "Aku benar-benar tidak habis pikir orang seperti dia bisa berbuat seperti itu juga."
"Jadi waktu itu dia sengaja mengajakku kesana," gumam Nari.
"Ahh, ada satu lagi."
"Apa?"
"Dia juga cerita padaku kalau kau berat." Seokmin tertawa cukup keras. Hingga satu pukulan mendarat di pundaknya.
"YA!" Nari mendengus sebal. "Apa maksudnya itu?"
"Wonu hyung bilang dia menggendongmu dari Perpustakaan menuju Aula ketika di Changwon."
Pernyataan terakhir Seokmin ini membuat Nari kaget. Gadis itu tidak menyangka jika Wonu yang menggendongnya ketika ia tertidur, bukan Mingyu. Lalu apa Mingyu sengaja mengarang cerita pada Ryu agar tidak memberitahuku yang sesungguhnya? Pikirnya dalam hati.
@@@
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Blossom
Fanfictionapa yang akan kamu lakukan jika hidupmu yang sempurna bak kisah drama, tiba-tiba berubah menjadi suatu paksaan yang bahkan kamu tidak inginkan sama sekali? -- paksaan yang menuntutmu melakukan hal-hal diluar zona nyamanmu, hingga akhirnya membuatmu...