44 ~ Vierenveertig

383 29 0
                                    

Akhirnya pagi ini Melfa kembali berangkat sekolah setelah libur panjang kenaikan kelas. Bahagia rasanya membayangkan nanti dirinya bisa menikmati suasana kelas yang telah dirindukannya.

Sekarang Melfa sudah menggunakan mobil sendiri untuk ke sekolah, tidak perlu lagi diantar jemput oleh Pak Joko. Melfa tidak perlu repot-repot lagi untuk menunggu supirnya menjemput dirinya.

"Masih pada imut-imut ya anak barunya," ucapnya begitu keluar dari mobil. Tak sadar diri bahwa dirinya juga masih seimut itu.

Sesekali Melfa tersenyum membalas beberapa adik kelas baru yang menyapanya. Mengingatkan dirinya saat pertama kali masuk ke SMA BW diantarkan oleh Raffa.

"Wuididih, bau-baunya mobil baru nih!" seru Qilla yang datang bersama Vanes dan Nesya. Membuat Melfa memutar bola matanya jengah.

"Bolehlah ya kalo pulang sekolah nebeng lo aja," Nesya mencolek lengan Melfa dengan alisnya yang dinaik turunkan.

"Boleh, asal Nesya yang beliin bensinnya," balas Melfa polos yang berhasil membuat tawa Qilla dan Vanes pecah. Apalagi saat melihat ekspresi Nesya yang ternistakan itu.

Vanes mengedarkan penglihatannya, meneliti satu persatu siswa baru. Jika ada siswi yang begitu mencolok dan sombong tak menyapa maka Vanes akan mendumel sendiri.

"Ray! Jaketnya baru, ya?" seru Melfa saat melihat Ray turun dari motornya. Ketiga gadis yang bersama Melfa itu turut melihat ke arah yang dituju Melfa.

Ray menanggapinya dengan senyuman dan anggukan kepala. Setelah itu Ray pergi menuju kelasnya tanpa menghampiri Melfa. Tak seperti biasanya yang selalu memyempatkan diri menghampiri gadis itu saat melihatnya.

"Tumben tuh bocah maen nyelonong pergi aja. Biasanya nempelin lo dulu, Mel," ungkap Qilla yang begitu penasaran akan apa yang terjadi pada pria itu.

"Nggak tau, mungkin Ray lagi buru-buru," sahut Melfa yang selalu membiasakan dirinya untuk berpikir positif.

"Dih, ngapain nih anak?! Senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Bikin gue merinding aja," Nesya bergidik ngeri dan menjauh dari Vanes.

Saat Melfa dan Qilla menoleh, Vanes benar-benar sedang tersenyum sendiri. Tak heran jika Nesya sampai bergidik ngeri. Padahal tidak ada suatu hal yang lucu atau mengesankan yang terjadi di sana.

Gadis itu perlahan mendekati Melfa, membuat Melfa juga perlahan menjauhinya. Tapi tangan gadis itu lebih dulu menghalau Melfa agar tak menjauh lagi.

"Jangan bilang-bilang, jaket yang dipake Ray itu kado dari gue waktu itu," bisik Vanes tepat di depan telinga Melfa. Senyumnya masih saja tak luntur.

Anggukan kecil Melfa berikan sebagai jawaban. Pantas saja gadis itu senyum-senyum sendiri, ternyata Ray lah tersangka utamanya.

Tanpa sengaja, mata Melfa menemukan 4 orang pria yang ia kenal tengah duduk di koridor kelas 10. Sesekali mereka bersiul jika ada siswa baru yang lewat. Bahkan ada 2 siswi yang mereka tahan.

Melihat Melfa yang tengah asyik dengan dunianya sendiri, Qilla tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia sangat tahu trik untuk membuat Melfa lebih jujur.

"Mel, tadi Vanes bisikin lo apa?" bisik Qilla tepat di telinga Melfa. "Katanya jaket yang dipake Ray tadi kado dari Vanes, tapi nggak boleh bilang siapa-siapa," jawab Melfa polos.

Kedua mata Vanes terbelalak, tak percaya jika Melfa semudah itu untuk dibuat sejujur-jujurnya. Sementara itu, Qilla dan Nesya menatapnya dengan senyuman penuh arti.

"Hayoloo... Diem-diem udah move on, udah ada pengganti juga ternyata," tutur Nesya seraya menaik turunkan alisnya.

"Pantesan aja waktu itu maksa-maksa gue ke stand pameran kelas mereka, ternyata mau tepe-tepe sama Ray," celetuk Qilla mengingat dirinya yang saat itu diseret Vanes ke stand pameran kelas XI MIPA 1.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang