27 ~ Zevenentwintig

508 43 2
                                        

Sore ini Nara datang ke rumah Mila, sahabatnya yang kini tinggal di sebuah perumahan elit. Tidak hanya Nara saja yang datang, di sana juga ada Fely dan Tasya. Intinya kelompok kawanan mereka sejak SMA komplit berkumpul di sana.

Dalam pertemuan mereka, hanya Nara yang membawa anaknya, Kayla. Karena anak-anak mereka sudah berusia sama seperti Melfa. Tidak mungkin kalau mereka membawanya. Kalaupun mereka mau, pasti anaknya yang tidak akan mau.

Sekarang ini Kayla sudah seperti boneka bagi tiga mama muda nan cantik itu. Kayla gerak kesana kemari pun selalu diikuti dan pipinya yang gembul itu selalu menjadi sasaran empuk untuk dijadikan squishy.

Nara bersyukur, anak bungsunya ini sepertinya sedang tidak ingin mengeluarkan jiwa savage-nya. Karena biasanya jika Kayla dicubit pipinya dia akan marah, tapi kali ini anak itu hanya menurut.

"Kayla kelas berapa sekarang?" tanya Mila dengan menyuapkan sesendok kecil ice cream banana ke mulut kecil Kayla. Cukup lama Kayla diam tak menjawab Mila. "Tante tanyain kok nggak dijawab sih?" Mila mengusap pipi Kayla.

"Maaf, Tante. Kata Papa kalau lagi makan nggak boleh sambil ngomong, makannya harus dihabisin dulu," jawab Kayla dengan imutnya. "Kayla belum sekolah, tahun depan baru sekolah," imbuhnya sebagai jawaban atas pertanyaan Mila.

Mila, Fely, dan Tasya dibuat tercengang olehnya. Anak berumur 3 tahun tergolong sangat cerdas jika dapat menjawab pertanyaan dengan lugas seperti itu.

Nara, mama-nya sendiri pun juga terlihat tercengang. Bukan karena jawaban Kayla, melainkan karena anak bungsunya itu telah dapat mengucapkan S dan R dengan sempurna, tidak lagi cedal.

"Woahh... Pinternya Kayla. Anak Papa Raffa atau Mama Nara, nih?" Tasya bertepuk tangan kegirangan. "Anak Papa sama Mama," jawab Kayla dengan semangat.

"Bagus lah, anak lo kayak Kak Raffa semua. Seenggaknya nggak kayak Mama-nya yang rada error," celetuk Fely setelah memperhatikan Kayla.

"Iya, bagus mirip Papa-nya, mulutnya pedes. Kalian tuh lagi beruntung nggak kena savage-nya Kayla. Kalau di rumah tuh kakaknya yang sering kena," sahut Nara mengingat seberapa beruntungnya sahabat-sahabatnya ini.

"Emang ya dari dulu Nara nggak bisa ngalahin Kak Raffa. Bahkan gen mereka yang nurun ke anaknya aja banyakan Kak Raffa," ujar Mila yang berhasil membuat Nara melemparkan tatapan tajam padanya.

Bukannya takut, Mila dan yang lainnya malah tertawa puas. Dari dulu tidak ada yang berubah, mereka masih sama suka membuat Nara kesal.

Suara tawa yang memenuhi ruang tamu rumah Mila mendadak terhenti saat muncul suara sebuah dering ponsel. Dering itu berasal dari ponsel Nara yang berada di sampingnya.

Di sana terpampang jelas pemanggil dengan nama kontak 'Kak Fanny'. Dengan cepat Nara mengangkatnya, takutnya ada hal yang memang benar-benar penting.

"Halo! Ada apa, Kak?" tanya Nara begitu panggilan tersambung. Ibu dengan dua anak itu terdiam beberapa saat dan wajahnya terlihat begitu cemas.

"Iya, gue bisa. Sekarang Kakak tenang dulu, ya. Pasti gue bantuin kok," ujar Nara dengan nada bicaranya yang terdengar lembut.

Sambungan telfon terputus, Nara terlihat sangat terburu-buru mengambil tasnya dan menggendong Kayla. Suasana di ruang tamu Mila pun menjadi hening karena mereka bingung dengan apa yang terjadi sekarang.

"Gue balik duluan. Maaf gue nggak bisa ikut makan nanti malem," ucap Nara setengah berteriak karena ia sudah mula berjalan menjauh dari mereka.

Langkah kaki Nara yang kecil cukup menyulitkannya untuk segera mencapai mobilnya yang ada di depan gerbang rumah Mila. Mobilnya memang tidak ia masukkan karena halaman rumah Mila sempit.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang