Melfa menelan salivanya susah payah, tubuhnya mematung di tempat. Rasanya mulutnya lengket, tak bisa terbuka sedikit pun. Dia tak percaya dengan apa yang ada di depannya malam ini.
Seorang pria dengan tubuh tinggi mengenakan sweater abu-abu, celana jeans hitam, serta sneaker putih hitam berdiri tegak di hadapannya. Apalagi dengan senyum cerah yang semakin membingungkannya.
"Ng-ngapain lo ke sini?!" tanya Melfa setengah membentak. Wajahnya cemas saat melihat jam di layar ponselnya sekarang.
"Mau ajakin lo jalan-jalan, nggak boleh?!" balas pria itu tak kalah meninggikan suaranya. Merasa kedatangannya tak disambut dengan baik.
"Andra!!" teriak Melfa frustasi seraya menghentakkan kakinya. "Papa tembok habis ini pulang. Gimana kalo Papa liat lo di sini? Lo mau dimarahin Papa?"
Susah sekali untuk memberitahu pria ini. Padahal dia tahu sendiri bagaimana sifat dan watak papa gadis itu. Sering kali Melfa berkata padanya jika ingin ke rumahnya dia harus membawa Ray juga.
Meskipun tidak berdampak besar, setidaknya dengan adanya Ray itu bisa membantu. Apalagi mengingat Raffa sangat percaya pada Ray.
"Nanti gue hadapin lah. Tinggal bilang kalo gue pengen ngajak anaknya jalan-jalan," jawab Andra enteng diiringi cengiran kudanya. Membuat Melfa mendengus kesal.
Sedetik kemudian, terdengar sebuah bunyi klakson mobil di depan gerbang rumah Melfa. Pak Joko dengan gesitnya berlari dan membukanya. Mata Melfa dan Andra terbelalak saat melihat mobil yang masuk.
"Tuh, kan! Gue bilang juga apa. Ihh... Lo ngeyelan sih!!" rengek Melfa yang tangannya mulai bergetar hebat.
Lihat saja, siapa yang tadi bilang akan menghadapi Raffa? Sekarang dia malah tak bisa berbuat apa-apa. Hanya diam saking takutnya melihat Raffa yang menghampiri mereka dengan wajahnya yang datar.
Papa, jemput Andra sekarang! Andra pengen balik ke Jerman aja, batin Andra.
"Kenapa dia ke sini, Mel?" tanya Raffa pada Melfa, tapi tatapan matanya terus tertuju pada Andra yang sekarang hanya menundukkan kepalanya.
"I-itu, Pa, Melfa udah baikan sama Andra kok, Andra juga udah minta maaf waktu itu. Kalo Papa nggak percaya coba tanya sama Ray," ujar Melfa berusaha berani.
Raffa mengangguk beberapa kali, entah apa yang dipikirkan ayah beranak dua itu. "Papa masuk, jangan sampe anak kancil berani makan anak harimau," ucapnya dan berlalu pergi.
Dengan tak enak hati Melfa melirik Andra. Belum apa-apa pria itu sudah mendapat ancaman secara tidak langsung dari Raffa. Memang seperti itu, Raffa sulit untuk memaafkan orang yang pernah berbuat salah padanya atau keluarganya.
"Jadi jalan-jalan, nggak?" tanya Melfa untuk menghibur Andra yang terlihat sedih.
"Emangnya boleh sama Om Raffa?" Andra perlahan mengangkat kepalanya.
"Boleh mungkin kalo Mama yang bujukin," ujar Melfa seraya tangannya menunjuk ke dalam rumah.
Andra merapatkan bibirnya, ingin menahan senyumnya di depan Melfa. Namun gagal, bibirnya yang laknat itu sudah tersenyum cerah di depan Melfa. Menunjukkan bagaimana bahagianya dia sekarang.
*****
Sejak tadi Yosha terus menunjukkan wajah bingungnya. Hari ini dia pergi keluar bersama Ria. Tak berbeda dari biasanya, Ria yang mengajaknya lebih dulu. Tapi yang berbeda kali ini adalah sifat Ria.
Biasanya gadis itu bertingkah manja dan sangat lembut pada Yosha. Jika Yosha mengajaknya ke manapun dia akan menurut. Tapi sekarang gadis itu sangat ketus dan memaksa Yosha agar menuruti permintaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen Fiction[COMPLETED] Ini kisah milik Melfa, gadis polos dengan paras cantik bak bidadari. Dia memang imut, kecil, dan mungil, tapi daya tariknya tak perlu diragukan lagi. Bukan hanya Melfa, ini juga kisah milik Diven, cowok berdarah Indonesia-Belanda yang ny...