Suasana kelas XI MIPA 1 bisa dibilang tidak pernah sepi. Meskipun mereka golongan siswa cerdas, tapi sifatnya tidak beda jauh dengan kebanyakan siswa lain. Mereka juga suka bercanda di kelas, berteriak ke sana kemari, dan bermain bola di dalam kelas seperti sekarang ini.
Di sebuah meja paling ujung belakang, Tian menggelengkan kepala menyaksikan Yosha dan Yoshi yang ikut serta bermain bola dengan temannya yang lain. Kedua orang itu yang terlihat paling menonjol karena kerusuhannya dan mulutnya yang tak bisa berhenti bersuara saat bermain.
"Woy! Lo ngapain berangkat sekolah, badak?!" umpat Yoshi kesal saat matanya tak sengaja menangkap seseorang yang sangat ia kenal berjalan masuk ke kelas.
Semua pasang mata menatap seseorang yang menjadi objek teriakan Yoshi. Mereka menemukan Diven yang tengah menuju bangkunya. Dan yang paling mengejutkan mereka adalah Diven tampak segar dan wajahnya terlihat begitu ceria padahal kemarin baru saja dirawat di rumah sakit.
"Lah, kenapa? Lo nggak suka gue berangkat?" tanya Diven sembari meletakkan tasnya di meja dan duduk di bangkunya, yaitu di samping Tian.
Yosha dan Yoshi menghentikan aktivitasnya bermain bola, lalu duduk di bangkunya yang berada tepat di depan bangku Diven dan Tian. Mereka cukup penasaran akan hal apa yang membuat Diven seperti ini.
"Lo kan masih sakit, ngapain berangkat? Biasanya juga kalau sakit malah lo lama-lamain buat alesan lo bolos sekolah," ujar Yosha sesuai fakta. Hafal karena hal ini sudah menjadi kebiasaan Diven.
"Anjim! Menurut gue nih anak abis sakit tapi malah keliatan lebih segar bugar gini. Nggak waras lo?" seloroh Yoshi yang begitu penasaran dengan pulihnya kesehatan Diven yang sangat cepat.
"Kalau gue nggak waras ya gue nggak sekolah!" balas Diven ketus. Namun setelah itu ia tersenyum sendiri seperti orang gila. "Semalem gue mendadak sehat. Gue udah dapet obat ampuh."
Ketiga temannya semakin dibuat merinding dengan kelakuan Diven. Pria ini benar-benar tak seperti biasanya. Kalau pun Diven sedang dalam mode bobrok, tak akan sampai senyum-senyum sendiri seperti ini.
Yosha dan Yoshi kompak menatap Tian dan sesekali melirik Diven, bermaksud meminta penjelasan dari Tian karena pria itu biasanya tahu hal apa saja yang terjadi pada Diven. Tapi kini Tian pun mengedikkan bahunya karena tak mengetahui apapun.
"Semalem dijenguk siapa lo? Sehatnya sampai kelewatan gini," tanya Tian yang lebih mengarah pada menyindir kalau Diven tak waras.
"Eumm...." Diven mengetukkan jari di dagunya beberapa kali. Memperlihatkan bahwa ia sedang berpikir. "Gue sih pengen cerita, tapi nggak pengen," lanjutnya dengan tampang tak berdosa.
"Untung ganteng, kalau nggak udah gue cincang jadi daging giling, lo!" umpat Yoshi kesal dengan tangannya yang meninju udara.
Tak ada lagi sahutan dari Diven. Perhatian pria itu telah teralihkan pada seorang pria yang tampak sangat asing baginya ada di dalam kelasnya.
Kalau dia memang murid SMA BW tapi dari kelas lain, setidaknya Diven pernah melihatnya. Tapi Diven ingat, sekalipun ia tak pernah melihat keberadaan pria itu di SMA BW.
"Siapa?" tanya Diven pada ketiga temannya namun matanya masih terpaku pada pria itu. Seakan pria itu perlu diketahui seluk beluknya.
"Murid baru, masuk kelas kita karena dia termasuk murid pintar di sekolah sebelumnya," jelas Yosha menurut apa yang ia dengar dari teman-temannya.
"Dari sekolah mana?" tanya Diven lagi, lebih seperti ingin mengetahui pria itu lebih dalam karena ia benar-benar penasaran dengan pria itu.
"Sekolah favorit di Jerman. Keren, kan?" kini Yoshi yang menjawabnya, membuat Diven sontak menatapnya dengan tatapan mematikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Novela Juvenil[COMPLETED] Ini kisah milik Melfa, gadis polos dengan paras cantik bak bidadari. Dia memang imut, kecil, dan mungil, tapi daya tariknya tak perlu diragukan lagi. Bukan hanya Melfa, ini juga kisah milik Diven, cowok berdarah Indonesia-Belanda yang ny...