34 ~ Vierendertig

422 38 8
                                    

Besok akan diadakan ujian kenaikan kelas. Tandanya Melfa akan segera menduduki bangku kelas 12, di mana dia akan mendapatkan semua yang belum ia dapatkan dari Raffa. Bukan semua sih, tapi sebagian kecil.

Namun hanya dengan naik kelas saja tak membuat Melfa mendapatkan semua itu. Tentunya Raffa memberikan syarat untuk Melfa masuk peringkat 3 besar dan ia akan memberikan semua yang telah ia janjikan.

Makanya sekarang Melfa sedang belajar dengan sungguh-sungguh meskipun di luar sedang hujan dan ponselnya yang dari tadi berbunyi karena banyaknya notifikasi.

Melfa menutup buku yang ia gunakan untuk belajar. Ia rasa cukup belajarnya malam ini untuk besok. Pengen istirahat juga karena sudah 3 jam hanya belajar.

"Papa lagi ngapain, ya?" monolog Melfa saat teringat dirinya belum menjumpai Raffa semenjak sarapan pagi. "Coba liat di bawah aja deh," lanjutnya.

Ponselnya ia masukkan ke saku baju tidurnya tanpa membukanya, padahal banyak notifikasi masuk. Kangennya pada Raffa itu memang yang paling penting untuknya.

"Papa mana?" lirih Melfa sambil celingukan mencari Raffa. Senyumnya mengembang saat ia menemukan Raffa di ruang tamu dengan laptop-nya.

Pada detik itu juga, Melfa berlari menghampiri Raffa. Persis seperti anak kecil yang sudah lama tak berjumpa dengan papa-nya.

"Melfa udah belajar biar bisa masuk peringkat 3 besar, Pa!" adunya sembari memeluk Raffa erat.

"Semoga usaha kamu berhasil. Buat Papa bangga, tapi jangan curang cuma demi terlihat membanggakan," ucap Raffa sambil mengecup puncak kepala Melfa.

"Papa sama anaknya lagi berduaan nih, Mama-nya sampai dilupain," Nara datang dengan memasang eskpresi sok sedih.

Melihat itu, Melfa langsung melepas pelukannya pada Raffa dan berlari memeluk Nara. Membuat Raffa tersenyum hangat melihat interaksi antara anak dan istrinya.

"Mama bawa apa nih?" tanya Melfa saat melihat tangan kiri Nara memegang sebuah piring. Baunya sangat lezat dan menggoda.

Nara melepaskan pelukannya pada Melfa. Diletakkannya piring berisi roti itu di atas meja. "Mama bawa croissant, tadi dikasih sama Om Papi, katanya oleh-oleh."

"Emangnya Om Papi habis dari mana?" Melfa mencomot sepotong croissant. Tak tahan untuk mencicipi karena terlihat menggiurkan.

"Om Papi habis dari Austria, kamu nggak tau?" sahut Raffa yang mulai kembali fokus pada laptopnya. Melfa menggeleng pelan, tak berani menjawab karena mulutnya masih terisi croissant.

Sekali makan tak bisa berhenti, itulah kalimat yang cocok untuk Melfa sekarang. Apalagi di luar sedang hujan, nikmat deh kalau makan croissant ditemani oleh papa dan mama.

Gadis itu juga sepertinya lupa kalau kemarin dia berniat ingin diet, sekarang malah makan banyak. Tak apa, kan masih berniat, belum benar-benar ingin melakukan.

"Kayla udah tidur?" tanya Raffa yang pastinya ditujukan untuk Nara. "Udah, tadi sempet ngambek dulu minta ditemenin Papa," jawab Nara.

Raffa menghentikan gerakan lincah jarinya di atas keyboard. Ia menghela nafas berat, merasa bersalah karena akhir-akhir ini pekerjaannya sangat menumpuk sampai waktu untuk anaknya berkurang.

Ding dong

Di tengah kegiatan mereka, ada seseorang yang membunyikan bel. Mungkin sangat penting sampai orang itu rela datang malam dan dalam keadaan hujan deras seperti ini.

"Mama bukain dulu, ya,"

"Biar Melfa aja yang bukain, Ma!" Melfa mencegah Nara yang hendak bangkit. Gadis itu langsung berlari menuju pintu.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang