Suara tawa empat orang gadis memenuhi sepanjang koridor yang mereka lewati. Baru saja mereka dari kantin dan mengalami hal yang begitu lucu sampai mereka tak bisa berhenti tertawa.
"Parah banget, ih! Gue geli pas Melfa bilang 'ambil aja kalo kalian mau sama buaya'," tutur Qilla dengan memegang perutnya yang mulai kram.
"Apalagi dia bilangnya pake muka polosnya itu, tambah ngakak gue. Hahaha!" tambah Nesya.
"Kalo dipikir-pikir mereka nyebelin juga. Masih anak baru udah berani nyindir kakel, ya nggak sih?" tanya Vanes sembari menggamit tangan Melfa.
Gadis yang dari tadi terus saja menjadi perbincangan dan tawaan temannya itu hanya mengedikkan bahunya. Malas sekali membahas hal-hal tidak penting seperti itu.
"Qilla!!"
Sebuah suara memanggil Qilla dari arah belakang. Bukan hanya si pemilik nama yang menoleh, tapi semua gadis itu. Mereka menemukan Yosha yang berlari menghampiri mereka.
"Mel, kita ke kelas duluan, yuk!" Vanes dan Nesya yang paham situasi segera membawa Melfa untuk pergi.
"Qilla gimana? Kasian itu ditinggal sama Yosha," protes Melfa. "Udah nggak papa, nanti Qilla balik sendiri, orang udah gede juga," ucap Nesya. Dengan sekuat tenaga menarik Melfa.
Sementara itu, Qilla bersidekap dada. Memang benar ia menghadap Yosha, tapi matanya tertuju ke arah lain. Sulit sekali rasanya untuk berhadapan dengan pria itu.
"Qil, ada yang pengen aku omongin sama kamu, tapi nggak di sini," ucap Yosha, terdengar begitu lemah.
"Ngomong aja sekarang, sebelum gue nyusul mereka ke kelas," ujar Qilla. Matanya mulai berkaca-kaca mengingat dirinya yang biasanya tak menggunakan sebutan 'gue' pada Yosha.
Helaan nafas keluar dari bibir Yosha. Pria itu memegang lengan Qilla dan membawanya duduk di salah satu bangku panjang. Matanya menatap gadis itu dalam.
"Maaf selama ini aku udah buat kamu sakit hati. Aku emang cowok berengsek yang pantes dapet semua ini. Tapi aku mohon, Qil, maafin aku," ucap Yosha sembari menggenggam tangan Qilla.
Dengan sekali gerakan Qilla melepas genggaman itu. Ia sama sekali tak mau menatap Yosha. "Gue udah maafin lo, jangan sebut lo cowok berengsek lagi."
"Nggak, Qil. Aku cowok berengsek kalo belum bisa dapetin kepercayaan kamu lagi. Apa kita bisa ulangin lagi dari nol?" ujar Yosha dengan matanya yang berkaca-kaca.
Dari nol lo kira gue pom bensin?! Lo nggak tau gimana sakitnya gue, Yos, batin Qilla.
"Kamu mau kita balikan?" tanya Yosha lagi.
"Gue udah maafin lo, tapi buat balikan gue pikir enggak," Qilla menggelengkan kepalanya. "Sekali gue kasih kepercayaan ke cowok dan kepercayaan itu dirusak, gue nggak akan balik."
Qilla beranjak meninggalkan Yosha. Air matanya telah mengalir di pipinya. Sudah beberapa hari ia bisa menahan air matanya. Tapi hari ini lolos lagi, karena pria yang sama.
"Aku sayang sama kamu, Qil. Tolong kasih aku satu kesempatan lagi!" seru Yosha yang berhasil membuat Qilla menghentikan langkahnya.
"Biarin waktu yang nentuin kita pantes jadi satu atau enggak, Yos," tutur Qilla. Kemudian dia berlari meninggalkan Yosha dengan tangisannya.
Tak peduli dengan seluruh siswa yang melihatnya menangis. Tujuannya hanya satu, pergi ke tempat yang sebisa mungkin tidak ada orang yang melihatnya.
*****
Melfa, Vanes, dan Nesya terus dibuat khawatir karena sejak istirahat tadi Qilla tak kunjung kembali ke kelas. Bahkan ponsel gadis itu tak bisa dihubungi sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Fiksi Remaja[COMPLETED] Ini kisah milik Melfa, gadis polos dengan paras cantik bak bidadari. Dia memang imut, kecil, dan mungil, tapi daya tariknya tak perlu diragukan lagi. Bukan hanya Melfa, ini juga kisah milik Diven, cowok berdarah Indonesia-Belanda yang ny...