Suasana hedonisme menguar dengan kuat di sebuah klub malam yang paling terkenal di ibukota. Alunan musik techno terdengar memekakkan telinga bagi siapapun yang belum terbiasa mendengarnya. Pencahayaan yang sangat berwarna dan berkelap-kelip. Serta beberapa bar yang berjajar di kanan kiri.
Di sinilah tempat De Knapste berada. Duduk di depan sebuah bar dengan beberapa gelas alkohol yang menemani mereka. Tak tertinggal pula ada dua orang gadis yang setia berdiri di samping Diven.
Oh bukan! Mungkin sudah tak dapat lagi disebut gadis. Lebih baiknya disebut perempuan karena belum tentu mereka masih bersegel dan pantas disebut gadis.
Malam ini tak seperti malam yang biasanya bagi Diven. Sejak kedatangannya di klub, ia yang biasanya menghabiskan paling banyak gelas alkohol kini hanya meminum segelas saja. Itu pun hanya terminum setengah gelas.
Dua perempuan cantik yang biasanya bisa menarik perhatiannya, kini menjadi sangat membosankan menurutnya. Seperti tak ada nafsu lagi untuk sekedar melihat dua perempuan itu.
"Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba nih anak jadi pendiem gini. Udah tobat lo?" tanya Yoshi pada akhirnya karena sejak tadi Diven hanya diam menopang dagu.
"Diven pecicilan ini itu salah, Diven jadi diem gini juga salah. Maksud lo apa sih, tai?" Yosha menoyor kepala kembarannya itu dengan kesal. Apa saja selalu diprotes oleh pria itu.
Tak berniat menjawab, Diven memilih diam dan mengedikkan bahunya acuh. Otaknya tak berniat menanggapi apapun. Karena hanya ada satu hal yang terpikirkan di otaknya, hal yang terus mengganggu pikirannya.
"Orang ganteng lagi sariawan, jangan diganggu," ucap Tian asal yang berhasil mendapat tatapan tak bersahabat dari Diven.
"Nggak ada yang sariawan!" ketus Diven. Mulutnya baik-baik saja. Tidak sakit apapun dan tidak sariawan. Hanya saja dirinya memang sedang malas berbicara.
"Nah loh, fitnah lebih kejam daripada pengghibahan, Yan. Sukurin lo dapet dosa segunung karena udah fitnah Diven," celetuk Yoshi cepat. Sok menakuti Tian dengan besar dosa yang akan diterima pria itu.
"Pembunuhan, goblok! Malu gue punya kembaran kayak lo, sampai rasanya pengen gue buang ke panti jompo sekalian," Yosha dengan cepat mengoreksi Yoshi. Kalau Yoshi salah ucap saat mengatakan sesuatu, maka Yosha lah yang akan menjadi kamus berjalannya.
"Daripada mereka berdua berisik, lo suruh mereka buat usir nih dua orang pengganggu aja, Yan," pinta Diven dengan melirik perempuan di kanan dan kirinya.
Sebentar, sepertinya terjadi kerumitan permintaan di sini. Seharusnya ada kalimat yang lebih simpel diucapkan langsung pada orang itu. Tapi kenapa Diven meminta perantara satu untuk meminta perantara dua diam, dan perantara dua harus mengusir orang terpilih untuk pergi?
"Gue nggak ngerti, gue nggak paham," ucap Yoshi dengan menunjukkan wajahnya yang pura-pura melas.
"Intinya lo goblok," seru Tian dengan entengnya yang mengundang gelak tawa Yosha. Seperti biasa, tak ada rasa bersalah sama sekali di wajah pria itu.
"Tian oh Tiaannn! Kenapa sih lo jahat banget kalau ngatain gue? Apa gue ini nggak berarti di mata lo?" Yoshi menarik-narik tangan Tian dan bergelayut manja di lengan berotot pria itu.
Tanpa basa-basi, Tian mendorong Yoshi dari lengannya. Tian itu pria normal ya, wajar dong kalau dia jijik dengan kelakuan Yoshi. Jadi tidak salah kan dia menolaknya?
"Tinggal nyuruh mereka berdua pergi langsung aja ribet amat, harus pakai dua perantara segala," ujar Yosha setelah sekian lama mencerna maksud ucapan Diven yang rumit dan berbelit-belit itu itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/229911297-288-k437342.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Novela Juvenil[COMPLETED] Ini kisah milik Melfa, gadis polos dengan paras cantik bak bidadari. Dia memang imut, kecil, dan mungil, tapi daya tariknya tak perlu diragukan lagi. Bukan hanya Melfa, ini juga kisah milik Diven, cowok berdarah Indonesia-Belanda yang ny...