36 ~ Zesendertig

440 34 19
                                    

Sial, satu kata yang menggambarkan Vanes sekarang ini. Harusnya ia pulang awal namun harus tertunda karena ban mobilnya bocor di tengah-tengah perjalanan pulang.

Kalau bocornya di jalan raya, mungkin Vanes masih bisa meninggalkan mobilnya dan naik taksi. Sekarang ini dia sedang ada di jalan yang cukup sepi, tak mungkin juga dia asal meninggalkan mobilnya.

Gadis itu mengambil ponselnya, berniat menghubungi Nesya. Namun tak bisa, kuotanya habis karena ia pakai untuk streaming. "Ya ampun, gimana caranya gue telfon dia kalo kuota aja nggak ada?"

"Sebel banget deh! Dasar mobil nggak jelas, untung lo mahal. Kalo murah udah gue buang lo!" Vanes menendang ban mobilnya yang mulai habis anginnya itu.

Vanes duduk di trotoar, tak peduli jika seragamnya kotor. Dia lelah, mood-nya juga rusak karena ban mobilnya. Malu juga kalau ada orang lewat dan memperhatikannya seperti orang hilang.

Brak

Gadis itu mendongak saat mendengar suara pintu mobil ditutup. Di sana telah ada seorang pria mengenakan seragam yang sama dengannya menghampirinya dengan wajahnya yang dingin.

"Ngapain?" tanya pria itu yang terdengar ogah-ogahan. Dengan cepat Vanes bangkit berdiri dan menggapai tangan pria itu. "Tolongin gue, Ray! Ban mobil gue bocor, gue nggak bisa pulang."

Ray menghempaskan tangan Vanes yang menggenggamnya. Wajahnya tetap datar tanpa merasa bersalah sedikitpun. Membuat Vanes malu atas perbuatannya sendiri.

"Ada ban serep nggak?" tanya Ray sambil melihat ban mobil Vanes yang bocor. Vanes mengangguk kecil. "Kuncinya?" tanya Ray lagi.

"Kayaknya ada di bagasi. Nggak tau juga deh, gue nggak pernah pegang gituan," Vanes menggelengkan kepala kecil.

Ray berdecak kesal. Ia langsung membuka bagasi mobilnya yang sudah pasti ada kunci daripada membuang-buang waktu membuka bagasi mobil Vanes yang belum tentu ada kuncinya.

"Mau ngapain?" kedua alis Vanes bertaut saat melihat Ray yang membawa beberapa kunci dan mengambil ban serep mobilnya.

Bukannya menjawab, Ray malah bertanya balik. "Lo kira?"

"Y-ya gue nggak tau, makanya gue tanya," balas Vanes yang sedikit ngeri karena Ray sangat dingin.

Tak ada suara lagi, pria itu diam dan fokus mengganti ban mobil Vanes. Sedangkan Vanes tak berani bersuara karena takut mengganggu pria itu.

Dingin tapi perhatian juga, batin Vanes. Memang sih Ray sangat dingin, tapi Vanes akui kalau pria itu perhatian. Hatinya tak sedingin sifatnya. Bisa dijadikan calon doi Vanes nih.

"Lo mau balik atau jadi patung di situ?"

Vanes gelagapan saat Ray menegurnya. Dilihatnya ban mobilnya yang telah selesai diganti. Lalu ia beralih pada Ray yang tangannya membawa beberapa kunci dan pakaiannya sedikit kotor.

"Udah selesai?" tanya Vanes, Ray mengangguk. "Makasih ya, maaf juga udah buat seragam lo kotor karena bantuin gue. Sini biar gue cuciin aja seragam lo."

"Nggak usah!" tolak Ray saat melihat tangan Vanes yang mengatung padanya. Bukannya Ray sombong, tapi jika hanya seragam kotor dia masih bisa cuci sendiri kok.

"Gue traktir aja gimana? Sebagai permintaan maaf gue gitu,"

"Nggak!"

"Terus gue harus gimana?"

"Lo cukup jagain Melfa dan jadi temen yang baik buat dia," ucap Ray dan berlalu meninggalkan Vanes. Pria itu memasukkan kunci yang dibawanya ke dalam bagasi, lalu masuk ke mobil dan melajukannya pergi.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang