Epilog

1.3K 63 24
                                    

Sebuah mobil BMW 6 series GT dengan kerennya memasuki halaman rumah keluarga Raffa. Tampak sangat mulus dan elegan dengan warna mobil hitam itu.

Pintu mobil terbuka, menampilkan seorang pria tampan mengenakan celana chino abu-abu muda, kemeja abu-abu tua berlengan panjang namun lengannya digulung sampai siku, serta sepatu hitam bercorak putih.

"Yeayy.... Kakak ganteng beneran dateng!" teriak Kayla yang langsung berlari memeluk pria yang tak lain adalah Diven. "Doa Kayla sama Kak Melfa pas ada bintang jatuh waktu itu beneran dikabulin!" seru Kayla kegirangan.

"Wah, kok Kak Diven nggak diajak liat bintang jatuh sih?" tanya Diven yang kini telah berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Kayla.

"Abisnya bintangnya nggak bilang dulu kalo mau jatuh," jawab Kayla dengan memanyunkan bibirnya, membuat Diven terkekeh geli.

Gadis kecil ini persis sekali dengan kakaknya. Bagi Diven mereka sama-sama imut. Tapi kalau disuruh memilih, pastinya Diven memilih yang besar karena bisa digoda sampai marah.

"Loh, Diven udah dateng?" ucap Nara yang baru saja keluar bersama dengan Raffa. "Tante panggilin Melfa dulu, ya," lanjut Nara yang kemudian masuk ke dalam rumah lagi.

Diven berdiri, tersenyum pada Raffa yang masih berdiri di teras tanpa mengucapkan apapun. Kemudian Diven menuntun Kayla menghampiri Raffa untuk menyalami ayah bersifat dingin itu.

"Jangan sampai dia nangis lagi," ucap Raffa dengan tenang. Diven hanya mengangguk, mengerti 'dia' yang dimaksud oleh Raffa.

"Jam 9 Melfa harus sudah berada di kamarnya. Kalau tidak, besok-besok saya tidak akan mengizinkan kamu membawanya pergi," peringat Raffa tegas.

"Iya, Om. Nanti nggak akan sampe malem-malem," balas Diven dengan tersenyum sopan.

"Tuh, Melfa udah siap!" seru Nara tiba-tiba, membuat dua pria yang ada di teras rumah menoleh ke arah pintu utama rumah itu.

Di sana Nara datang bersama dengan Melfa yang tidak ada bedanya lagi dengan bidadari. Hanya saja bidadari yang satu ini tidak memiliki sayap dan terlahir dari pasangan manusia.

Mengenakan kemeja monalisa salur dipadukan dengan rok midi selutut berwarna merah muda, serta sneakers putih membuat Melfa terlihat semakin anggun.

Bahkan Diven sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Kata perfect pun tak cukup untuk menggambarkan gadis itu. Sungguh Diven sangat kagum dengan baby girl-nya ini.

"Ekhm...." Raffa berdehem keras. Membuat Diven tersadar kembali. Pria itu membasahi bibirnya dengan lidah. Justru setelah melihat Melfa malah dia sangat gugup.

"Buruan, nanti keburu malem nggak dibolehin Papa tembok," ujar Nara yang membuahkan hasil tatapan tajam dari suaminya itu.

"Oh, iya, Tan, Om. Kalo gitu saya pamit dulu," ucap Diven sopan pada kedua orang tua Melfa, tak lupa ia menyalaminya juga. "Ayo, Mel!" lanjutnya seraya membukakan pintu mobil untuk Melfa.

Gadis itu menyalami papa dan mamanya. Kemudian melangkah menghampiri Diven. Senyum manis ia berikan pada Diven sebelum masuk ke dalam mobil. Membuat Diven yang akan menutup pintu mobil tersipu malu.

"Saya izin bawa Melfa pergi ya, Om, Tan," ucap Diven. Meminta izin lagi meskipun sudah diberikan izin.

Raffa hanya mengangguki. Sementara itu, Nara tersenyum ramah. "Hati-hati, jangan sampe malem juga!" ujar Nara.

"Kayla kok nggak diajak?" tanya gadis kecil itu yang sekarang memanyunkan bibirnya dengan tangannya yang bersidekap dada. Kecewa karena tidak diajak pergi.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang