Senja mulai tiba, langit memamerkan indah semburat kuningnya. Burung-burung berbaris rapih terbang ke sarangnya. Sudah waktunya untuk semua makhluk menyelesaikan aktivitasnya.
Seorang gadis mengenakan kaos putih dan celana cargo berdiri di balkon kamarnya. Tersenyum manis memandangi pemandangan taman di samping rumahnya dengan indahnya langit senja.
Ceklek
Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Ia menoleh dan mendapati Kayla yang menghampirinya dengan sebuah yoghurt di tangannya.
"Di bawah ada Kakak ganteng lagi ngobrol sama Papa," ucap gadis kecil itu yang berhasil membuat mata Melfa membulat.
"Kakak ganteng? Maksudnya Kak Diven itu?" tanya Melfa untuk memastikan. Kayla mengangguk kecil.
Dalam hitungan detik, Melfa berlari keluar meninggalkan Kayla sendiri. Tujuannya adalah pada dua pria itu. Kalau ia tak segera turun, masalah akan semakin besar.
Benar kata Kayla, di ruang tamu rumahnya ada Diven yang duduk berseberangan dengan Raffa. Mereka terlihat sangat serius.
"Melfa!" panggil Raffa yang sadar kalau putri sulungnya telah berdiri di ujung tangga.
Diven menoleh ke belakang, matanya beradu dengan mata Melfa selama beberapa detik sebelum gadis itu memutusnya.
"K-kenapa, Pa?" tanya Melfa takut-takut. Pasalnya Raffa itu begitu ketat padanya jika berhubungan dengan teman pria.
"Besok masih tes, boleh keluar asal jam 7 udah di kamar dan belajar," tutur Raffa yang berhasil membuat Melfa menautkan kedua alisnya.
"Dan buat kamu, siapa nama kamu?" Raffa menatap Diven tegas. "Diven, Om," jawab Diven dengan sesopan mungkin. Berusaha mengambil hati Raffa.
"Saya izinkan Melfa pergi dengan kamu. Tapi kalau pulang telat atau Melfa kenapa-napa, kamu harus tanggung jawab," ucap Raffa datar namun terdengar sangat mengancam.
Sementara itu, gadis yang sejak tadi berdiri menyimak semakin dibuat bingung. Dia menatap Raffa dan Diven secara bergantian.
"Mak--,"
"Baik, Om. Saya akan jaga dan pulangkan Melfa tepat waktu. Kalau begitu saya izin pergi sekarang," Diven memotong ucapan Melfa.
Pria itu beranjak dari duduknya. Menghampiri Raffa dan mencium tangannya dengan sangat sopan. "Ayo, Mel!" ajaknya pada Melfa.
"A-ah iya," Melfa mengangguk dan mengikuti Diven mencium tangan Raffa. Meskipun ia tak tahu maksud pria itu, yang penting sekarang terbebas dulu dari Raffa.
"Lancar nggak?"
Melfa terperanjat saat tiba-tiba Nara muncul dari depan pintu dengan sebuah pot tanaman kecil.
"Lancar, Tan, dank u. Berkat bantuan Tante juga ini," Diven mengacungkan dua jempolnya pada Nara. Semakin membuat bingung gadis di sampingnya itu.
"Iya, santai aja kalo sama Tante. Berangkat sekarang gih, keburu malem," Nara meletakkan potnya, lalu mendorong Diven dan Melfa menuju motor hitam besar milik Diven.
Di sini Melfa merasa dirinya paling tolol, tak paham dengan apa yang terjadi di antara mereka. Bahkan sampai Raffa memberinya izin keluar bersama teman pria.
Terlebih lagi pada Nara, yang anaknya siapa tapi kompaknya sama siapa. Malah di sini Melfa seperti menjadi teman Diven yang berperan sebagai anak kandung Nara.
*****
Melfa segera turun dari motor Diven saat pria itu berhenti di sebuah rumah bertingkat dua dengan pagar hitam menjulang menutupi bagian depan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Fiksi Remaja[COMPLETED] Ini kisah milik Melfa, gadis polos dengan paras cantik bak bidadari. Dia memang imut, kecil, dan mungil, tapi daya tariknya tak perlu diragukan lagi. Bukan hanya Melfa, ini juga kisah milik Diven, cowok berdarah Indonesia-Belanda yang ny...