Acara hari ini telah selesai. Diven kembali berkumpul bersama dengan Tian, Yosha, dan Yoshi lagi. Tak sekali pun dia mendekati Aurel yang kini telah menyandang gelar sebagai istrinya.
"Tadi ada cewek cantik liat akad nikah lo. Dia bilang lo keren pas ngucap ijab-nya. Samawa buat pernikahan lo dan semoga sehat buat bayinya, itu pesen dari dia," tutur Tian dengan helaan nafas pelan setelahnya.
"Cewek cantik siapa? Orang yang dateng cuma keluarga gue. Kalo ada yang cewek juga udah tua," sahut Diven seraya melepas jas-nya karena panas.
"Melfa tadi vidcall," ujar Yosha dengan wajahnya yang tampak lesu. Mungkin dia masih menyesal saat melihat senyum palsu Melfa tadi.
Diam mematung di tempatnya, itu yang terjadi pada Diven sekarang. Seolah-olah jantungnya berhenti berdetak dan darahnya berhenti mengalir di seluruh tubuh.
"Parahnya lagi dia bisa nunjukkin senyumnya. Hebat banget nggak sih tuh cewek?" imbuh Yoshi yanh sekarang duduk di lantai.
Hati Diven kembali tersayat. Dia harus berbuat apa supaya Melfa membecinya agar kesalahannya terbayar?
Di mana dia bisa menemukan gadis seperti itu lagi? Sungguh beruntung pria yang nantinya mendapatkan Melfa. Yang pasti bukan Diven, karena pria itu sudah beristri dan tak pantas untuk mendekati Melfa lagi.
"Diven, je grootvader wil praten," ujar Mr. Vandenberg yang menghampiri mereka. Diven mengangguk, paham jika kakek yang dimaksud oleh Mr. Vandenberg adalah kakek dari ibunya.
(je grootvader wil praten = kakekmu ingin bicara)
Diven pergi tanpa sepatah kata pun. Anehnya Mr. Vandenberg tak kunjung pergi juga meskipun Diven sudah pergi. Membuat Tian, Yosha, dan Yoshi bertanya-tanya dalam hatinya.
"Karena efek penyakitnya itu, jika Diven pingsan akan membutuhkan waktu lama untuknya sadar. Kalian sebagai sahabatnya tahu, kan?" tanya Mr. Vandenberg tiba-tiba. Ketiga pria itu hanya mengangguk.
"Bisa-bisanya," ujar Mr. Vandenberg dengan berdecak beberapa kali. Lalu beliau pergi begitu saja dengan tawa misteriusnya.
Yosha dan Yoshi menatap Tian, meminta penjelasan lebih pada pria itu. Karena selama ini jika Tian yang menjelaskan mereka baru akan paham dan puas.
"Opa juga nggak percaya kalo Diven yang hamilin Aurel," jelas Tian secara singkat, namun sangat cukup bagi si kembar untuk paham.
"Terus kenapa Opa malah nikahin Diven sama cewek bangsat itu?!" seru Yoshi tak terima.
"Opa juga nggak bodoh buat ambil tindakan tanpa alasan," sahut Yosha cepat. Mengingat Mr. Vandenberg banyak akal dan rencana meskipun sudah tua.
*****
Rumah minimalis bertingkat dua dengan perpaduan warna cat abu-abu dan putih telah terpampang di depan Diven. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia mengunjungi rumah ini.
Saat dipanggil oleh kakeknya tadi, Diven malah mengajak untuk pulang ke rumah kakeknya. Alasannya kangen rumah ini, padahal sebenarnya dia tak betah di rumah karena ada Aurel.
"Ayo, masuk! Biasanya nggak usah disuruh Kakek juga langsung nyelonong masuk," Kakek Hendra berbalik lagi dan menarik Diven untuk masuk ke dalam.
"Sepi, Kek. Nggak ada siapa-siapa?" tanya Diven setelah melihat keadaan rumah yang sepi.
"Ya sepi, Kakekmu ini kan cuma tinggal sendiri sama pembantu. Makanya kamu tinggal sama Kakek biar nggak sepi," ujar Kakek Hendra sambil menepuk bahu Diven.
"Nanti rumah Opa jadi sepi juga dong," balas Diven yang berhasil membuat kakeknya itu terkekeh.
Pria itu memang terbilang ramah dan dekat dengan keluarganya, terlebih lagi pada Opa Vandenberg dan Kakek Hendra yang paling dia sayang. Tapi bisa-bisanya masih ada saudaranya yang benci pada pria itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/229911297-288-k437342.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen Fiction[COMPLETED] Ini kisah milik Melfa, gadis polos dengan paras cantik bak bidadari. Dia memang imut, kecil, dan mungil, tapi daya tariknya tak perlu diragukan lagi. Bukan hanya Melfa, ini juga kisah milik Diven, cowok berdarah Indonesia-Belanda yang ny...