12 ~ Twaalf

859 71 9
                                    

Kedua mata Melfa membulat saat membaca judul surat itu saja. Ternyata pria itu telah menjebaknya dengan surat berisi tulisan tangan yang isinya sangat konyol.

Surat Perintah Diven yang Harus Dituruti Melfa

Dengan ditulisnya surat ini, Melfa harus menjalankan semua yang telah dituliskan di bawah ini, yaitu:

1. Melfa harus menuruti semua yang diinginkan Diven.
2. Melfa harus menjalankan semua perintah Diven.
3. Melfa harus mau jika Diven mengajak pergi kemanapun.
4. Melfa tidak boleh membantah Diven.
5. Melfa tidak boleh membuat Diven kesal.

Jika salah satu dari kelimanya dilanggar, maka akan dianggap sebagai kesediaan Melfa menjadi cabe-cabean Diven.

Tertanda

Diven & Melfa

Nah benar kan, pria ini memang menjebaknya. Permintaannya satu sih, hanya untuk tanda tangan. Tapi isinya beranak banyak sekali sampai membuat Melfa pusing.

"Perjanjiannya kan permintaannya itu satu, tapi kenapa jadi beranak gini?" protes Melfa tak terima.

Dengan santainya Diven mengambil freshly brewed coffee-nya dan meneguknya hingga tak tersisa. Lalu ia mengedikkan bahunya acuh. "Apa salahnya? Permintaan gue kan emang satu, cuma minta lo buat tanda tangan."

"Sumpah deh lo nyebelin. Nyesel gue nurutin lo," cerca Melfa. Matanya telah berair, bahkan sudut matanya telah mengeluarkan sedikit air mata. "Papa, Melfa mau pulang," cicitnya pelan.

"Eh, jangan nangis dong. Entar dikiranya gue macem-macem sama lo," ucap Diven khawatir. Tangannya mengelus puncak kepala Melfa lembut. Takut jika gadis itu menangis meraung-raung.

"Lo kan emang macem-macem," ketus Melfa dengan mengelap air mata yang mulai membasahi pipinya.

Sumpah ini sangat menjengkelkan bagi Diven. Pria itu sangat tidak suka melihat seorang perempuan menangis. Dan yang paling utama, dia takut jika dituduh orang yang tidak-tidak karena membuat anak orang menangis.

"Cuma gitu doang elah, pakai nangis segala,"

"Gue nggak nangis!"

"Terus itu apa? Pipa bocor?"

"Lo kok nyebelin sih?!"

"Ya udah, makanya diem. Huilebalk meisje!" (Huilebalk meisje!= Gadis cengeng!)

"Gue nggak ngerti!" teriak Melfa kesal. Beberapa kali pria itu berbicara menggunakan bahasa Belanda. Jelas saja Melfa tak paham, dia kan bukan orang Belanda.

Kalau pria itu mengumpat, mending menggunakan bahasa Indonesia langsung agar Melfa paham. Senang sekali menyusahkan orang memang.

"Intinya lo harus diem! Nggak usah cengeng!" ucap Diven kemudian. Ternyata susah untuk meminta gadis itu diam.

"Oh, jadi lo ngatain gue cengeng?!" Melfa membelalakkan kedua matanya dan menatap Diven garang. Tak terima jika memang dia dikatakan cengeng. Ya walaupun memang kenyataannya sedikit cengeng sih.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang