32 ~ Tweeendertig

463 36 2
                                    

Pagi ini Melfa telah tiba di SMA BW bersama dengan Qilla. Entah tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Qilla datang menjemput Melfa di rumahnya dengan membawa mobil barunya.

Namanya juga Qilla, palingan dia mau pamer pada Melfa kalau sekarang dia sudah diperbolehkan membawa mobil sendiri ke sekolah. Tak seperti Melfa yang masih diantar jemput oleh Pak Joko.

"Liat deh, Mel! Kelas 12 yang pernah lo suka, masih inget nggak?" seru Qilla tiba-tiba saat mereka baru saja keluar dari mobil berwarna putih itu.

"Siapa?" tanya Melfa cuek, tak peduli karena kini ia sedang sibuk membenarkan tasnya yang terjepit retsleting.

"Itu si kakak kelas cogan yang orangnya tinggi, anak Paskib itu loh. Gila makin cakep aja dia pake motor kerennya, liat deh!" Qilla menarik dagu Melfa agar melihat ke kakak kelas tampan dengan motor merahnya itu.

Mengecewakan, reaksi yang diberikan Melfa tak seperti yang Qilla harapkan. Ternyata gadis itu malah terlihat biasa saja, cenderung tak peduli.

"Mukanya kenapa gitu? Udah nggak suka sama tuh kakel cogan bin alim bin baik hati itu?" selidik Qilla. Gadis itu berdecak dan menepuk jidat saat Melfa masih diam.

"Dulu aja kalo ketemu tuh kakel lo langsung jadi patung kalo nggak gue lo jadiin samsak hidup, sekarang aja sok cuek. Nggak inget dulu pernah stalking sampai ketahuan orangnya?" lanjut Qilla gemas.

Kini gantian Melfa yang berdecak, ia menatap Qilla kesal. "Sejak kapan gue suka dia? Orang gue cuma ngefans kayak Mama ngefans sama Jungkook. Qilla aja yang anggepnya berlebihan."

Memang Melfa itu tidak pernah merasakan jatuh cinta, biasanya dia cuma mengagumi saja. Seperti kakak kelas anak paskib itu, Melfa cuma kagum karena kehebatannya dan kebaikannya kok. Katanya sih, nggak tahu juga aslinya.

"Bentar lagi upacaranya udah dimulai lho, dek. Nggak masuk?" tanya seseorang yang datang tiba-tiba hingga membuat dua gadis itu terlonjak kaget.

"Masyaallah, disamperin dong. Mana dipanggil dek pula sama abang tampan," bisik Qilla yang berhasil mendapatkan sikutan dari Melfa.

"Eh i-iya, Kak, duluan aja. Kakak kan Paskib, nanti takutnya telat kumpul," ucap Melfa dengan sedikit gugup.

"Yaudah aku duluan ya, jangan sampe telat upacara juga," ujar kakak kelas itu dan berlalu pergi dengan senyuman manisnya.

Qilla mengarahkan tangannya ke dada Melfa. Mengecek bagaimana debaran jantung gadis itu. Lumayan cepat sih, tapi terbilang masih cukup normal lah ya.

"Bener, Mel, sekarang lo udah nggak sekagum dulu sama dia. Padahal dia soft banget gitu pakenya 'aku' bukan 'gue'," Qilla menggelengkan kepalanya takjub.

"Ambil aja sana! Tapi jangan salahin gue kalau lo bakal susah move on sekalinya suka sama dia," ujar Melfa. "Oh iya, inget Yosha juga!" lanjutnya dan pergi meninggalkan Qilla.

Bahas tentang laki-laki pada Qilla itu tidak akan ada habisnya, yang ada hanya akan membuat Melfa telat upacara dan berujung harus berada di barisan khusus yang tentunya sangat dihindari para siswa. Makanya Melfa memilih pergi saja agar Qilla berhenti.

Masalah kakak kelas tadi sih memang dapat diakui kalau siswa itu tampan, sikapnya juga baik. Tapi Melfa ya Melfa, gadis polos yang tak pernah pergi terlalu jauh dari kata sekedar mengagumi.

Namun untuk masalah hatinya akhir-akhir ini Melfa juga ragu sih. Apakah dirinya masih tetap menjadi Melfa yang dulu, yang hanya berhenti di kata mengagumi dan tak berlanjut lagi, atau kini dia telah mulai beranjak lebih jauh?

Ini bukan masalah hatinya dengan kakak kelas Paskib bermotor merah itu, ya. Tapi ini masalah hatinya dengan pria berdarah Indonesia-Belanda yang sangat menyebalkan itu.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang